Tribunnews.com (27/1/2019) memberitakan Tabloid Indonesia barokah tak langgar aturan, Hidayat Nur Wahid : Lucu Ini. Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid turut angkat bicara soal Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyebut tabloid Indonesia Barokah tak langgar kampanye, sebagaimana dalam unggahan di akun twitternya @nurwahid, Sabtu (26/1/2019) malam.
Awalnya, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu dalam akun twitternya @saididu menanggapi akun @tvoneNews yang memberitakan soal Bawaslu sebut tabloid Barokah melanggar kampanye. Hal tersebut disampaikan Komisoner Bawslu, Fritz Edward Siregar. Menurut Fritz, alasan tidak memenuhinya unsur pelanggaran kampanye tablid Indonesia Barokah karena dari penelusuran yang dilakukan Bawaslu, tidak ditemukan dari mana asal muasal tabloid itu.
Berbeda dengan hal itu, Detiknews.com (27/1/2019) menulis Cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra meminta aparat penegak hukum turun tangan menghentikan penyebaran tabloid Indonesia Barokah. Azyumardi menilai penyebaran tabloid tersebut dapat merusak situasi yang kondusif jelang Pemilu 2019. Meski ada yang menyebut tabloid Indonesia Barokah bukan pelanggaran, menurut Azyumardi, kemunculan tabloid Indonesia Barokah dapat memicu pihak lain untuk menerbitkan tabloid serupa. “Iya secara teknis bisa aja itu bukan pelanggaran. Itu boleh jadi mendorong munculnya lagi tabloid-tabloid semacam itu. Yang mendiskreditkan, mendelegitimasi, menyebarkan hoax terhadap Capres yang lain. Saya kira polisi harus mengusut siapa yang menerbitkan, mencetak dan menyebar. Supaya tidak menggangu Pilpres,”imbuhnya.
Sehubungan dengan terbitnya tabloid Indonesia Barokah, Presiden RI, Jokowi mengaku hingga sekarang belum mendapatkan tabloid Indonesia Barokah, yang ramai beredar di masjid-masjid di beberapa daerah (Solo, Yogyakarta, Purwokerto dan Karawang). Jokowi pun mengaku ingin membaca dan mengetahui tabloid yang isinya menyudutkan salah satu pasangan Capres-Cawapres. Sementara itu Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla, sebelumnya pun telah memerintahkan seluruh pengurus masjid yang telah menerima tabloid Indonesia Barokah untuk segera membakar tabloid tersebut. Ia menilai, tabloid itu sebagai media penyebar hoaks. Republika.co.id (27/1/2019).
Terbitnya dua tabloid yang menurut sebagian besar kalangan berisikan hoaks, merupakan bukti jika pemerintah lalai dalam mengawasi penerbitan tabloid khususnya yang membawa-bawa nama agama Islam. Hal ini sangat berbeda dengan ajaran Islam yang membolehkan umatnya menjadikan segala bentuk media sebagai sarana dakwah sekaligus sarana untuk mengkritik pemerintah. Apalagi dalam Islam mengeluarkan pendapat selama berada pada batas-batas yang tidak melanggar syariat Islam, diantaranya tidak memfitnah, diperbolehkan. Sebagaimana Firman Allah swt dalam QS Al Qaaf : 18,” Tidaklah meluncur suatu ucapan yang diucapkannya melainkan didekatnya ada malaikat yang mengawasinya”.
Media sebagai Sarana Dakwah “Ladang Pahala” sekaligus Muhasabah Penguasa
Nabi Muhammad SAW. mengatakan bahwa agama adalah nasihat, termasuk nasihan kepada pemimpin kaum muslimin. “Jangan melarang seseorang memberikan hak kepada manusia untuk mengatakan kebenaran jika dia mengetahuinya”.
Di dalam Islam, mengemukakan pendapat melalui musyawarah hanya boleh dilakukan untuk urusan yang mubah, sedangkan segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah SWt tidak boleh dibahas/dikaji ulang menurut pikiran/pendapat manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam QS Al Maidah : 49, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka….
Terkhusus bagi majelis umat sebagai perwakilan kaum muslimin, yang berfungsi mengontrol dan mengoreksi (muhasabah) kinerja khalifah beserta jajarannya, mengemukakan pendapat dan bermusyawarah merupakan kewajiban. Para sahabat melakukan muhasabah kepada khalifah Umar bin Khatab yang sedang berkhutbah diatas mimbar. Mereka mempertanyakan pembagian kain dari Yaman. Beliau juga pernah diprotes oleh seorang wanita yang menentang kebijakan pembatasan mahar. Para sahabat juga pernah memprotes kebijakan Umar yang tidak membagi tanah Syam, Irak dan Mesir setelah negeri-negeri tersebut ditaklukan. Yang sangat keras menentang kebijakan itu adalah Bilal dan Zubair. Waktu itu Umar berdebat dengan mereka hingga meyakinkan mereka.
Berkaitan dengan media, sebagai seorang muslim yang senantisa mencari ridha Allah SWt, sudah selayaknya jika media dijadikan sebagai sarana dakwah, mengingat kewajiban dan keutamaan berdakwah baik untuk diri sendiri maupun untuk umat. Seperti dalam firman Allah dalam QS Ali Imran : 104, “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.
Media Tanpa Fitnah
Karena media dijadikan sarana untuk berdakwah, maka tentunya materi / isi dari ulasan di media tersebut bukanlah fitnah untuk meraih tujuan tertentu. Didalam Islam, fitnah sangat dilarang karena fitnah lebih kejam dari membunuh (QS Al Baqarah : 191), dosa melakukan fitnah lebih besar dari dosa membunuh (QS Al Baqarah : 217), pelaku fitnah merupakan orang kafir dan tempatnya di neraka (QS At Taubah : 49), fitnah akan membuat seseorang menyesal (QS Hujurat : 6), fitnah lebih berat daripada ketidaktaatan, pelaku fitnah tidak akan diberi syafaat Nabi SAW serta fitnah akan mencegah seseorang masuk surga.
Olehnya itu sudah saatnya pemerintah jeli dan tidak kecolongan dengan terbit dan beredarnya tabloid hoaks penuh fitnah, yang mengatasnamakan agama Islam. Jika pemerintah kembali lalai, jangan salahkan umat untuk beralih kepada sistem aturan hidup yang paripurna mengatur semua aspek kehidupan. Wallahu’alam bishowab[*]
PENGIRIM:: ULFAH SARI SAKTI,S.PI (JURNALIS MUSLIMAH KENDARI)
PUBLISHER: MAS’UD
Komentar