“Seperti cendawan yang tumbuh di musim hujan” Pepatah ini sangat tepat menggambarkan maraknya kejahatan moral yang terjadi di negeri kita. Hampir setiap hari kita membaca atau mendengar berita tentang perilaku bejat pelaku amoral yang tidak bisa dinalar.
Misalnya, perbuatan sepasang remaja sedang berbuat mesum di Masjid Jamik Saree, Aceh Besar yang kepergok warga. Kedua ABG ini pergi ke lantai dua masjid pada saat jamaah akan menunaikan salat Magrib (Detik.com, 25/2/2019).
Fakta lain, kasus incest di Lampung, seorang gadis AG (18) telah menjadi korban pelampiasan nafsu dari ayahnya M (45) dan kakaknya SA (24), serta adiknya YF (15). Bapak M mengaku memanfaatkan kondisi korban yang menderita disabilitas untuk melampiaskan hasrat seksualnya. Sedangkan SA dan YF menyetubuhi korban karena dipicu seringnya nonton film porno di gawai milik SA. Korban bahkan kerap diajak menonton film porno bersama. Bahkan adik korban YF mengakui bahwa selain menyetubuhi saudara kandungnya, dia juga pernah melampiaskan hasrat seksualnya dengan sapi dan kambing milik tetangga masing-masing satu kali (Detik.com, 24/2/2019).
Dalam CATAHU 2018, Komnas Perempuan mencatat, berdasarkan laporan kekerasan di ranah privat/personal yang diterima mitra pengadalayanan, terdapat angka kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu sebanyak 2.227 kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yakni 5.167 kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran merupakan angka ketiga terbanyak setelah kekerasan terhadap anak yaitu1.873 kasus.
Hal lain yang mengejutkan pada CATAHU 2018, untuk kekerasan seksual di ranah privat/personal tahun ini, inses (pelaku orang terdekat yang masih memiliki hubungan keluarga) merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 1.210 kasus. Kedua, adalah kasus perkosaan sebanyak 619 kasus.
Kemudian persetubuhan atau eksploitasi seksual sebanyak 555 kasus. Di tahun ini, CATAHU juga menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah privat/personal adalah pacar sebanyak 1.528 orang, diikuti ayah kandung sebanyak 425 orang, kemudian diperingkat ketiga adalah paman sebanyak 322 orang. Banyaknya pelaku ayah kandung dan paman selaras dengan meningkatnya kasus inses (komnas perempuan.go.id).
Buah Busuk Kapitalisme
Fenomena maraknya kejahatan seksual jelas bukan merupakan fenomena tunggal, sehingga diselesaikan hanya dengan menindak pelaku kejahatannya, tanpa memperhatikan faktor lain yang menjadi akar masalahnya. Ibarat penyakit, mengatasi gejala saja tidak akan menyembuhkan, tapi penyebab timbulnya penyakit itulah yang harus dihilangkan.
Kejahatan seksual ini pada dasarnya dipicu oleh hasrat dan dorongan seks yang membuncah. Hasrat dan dorongan seks ini lahir dari naluri seksual yang ada pada diri manusia. Naluri ini sebenarnya merupakan fitrah dalam diri manusia, yang bisa terangsang lalu menuntut dipenuhi. Rangsangan muncul karena dua faktor: Pertama, pemikiran, termasuk fantasi dan khayalan. Kedua, fakta berupa lawan jenis bagi masing-masingpria dan wanita.
Menurut psikolog Elly Risman, halini kembali mengingatkan bahaya pornografi pada perkembangan tingkah laku masyarakat. Pornografi yang menimbulkan adik sibisa menyusut kanotak depan sebesar 4,4 persen. Dalam riset yang dilakukan pada 2018 tersebut, risiko penyusutan makin besar seiring tingginya frekuensi mengakses pornografi. Penyusutan inilah yang mengakibatkan otak korban pornografi tak bias bekerja dengan baik.
Hal tersebut diperparah dengan dorongan seksse telah mengakses materi pornografi. Pengaksesakan berusaha mencari cara untuk melampiaskan keinginan seksnya, tanpa mempertimbangkan situasi dan dampak pada korban asal keinginannya terpenuhi (Tribunnews. com, 26/2/2019).
Maraknya perempuan yang berpakaian minim, dan mengumbar aurat, merupakan fakta yang bisa merangsang lawan jenisnya, yaitu kaum pria. Ditambah maraknya gambar, film, tayangan dan jejaring sosial yang menayangkan adegan seks. Semuanya ini tentu menjadi pemicu lahirnya rangsangan seks yang begitu kuat. Rangsangan ini kemudian diikuti fantasi seks hingga mendorong tindakan. Tindakan ini bisa menjerumuskan pelakunya dalam kejahatan seks, mulai dari pelecehan hingga perkosaan.
Sistem Kapitalisme yang diterapkan negara ini telah melahirkan kebebasan bertingkah laku atau berekspresi di tengah-tengah masyarakat. Gaya hidup permisif (serba bebas) dianggap tren dan menjadi corak modernitasbangsa yang mengantarkan masyarakat semakin jauh dari norma agama.
Kapitalisme yang dibangun di atas asas sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, telah memarjinalkan agama di ruang sempit, dalam ritual ibadah saja. Tolok ukur perbuatan bukan lagi halal-haram, tapi untung-rugi semata. Pornografi dan pornoaksi sebagai salah satu penyebab kejahatan seksual, berkembang menjadi bisnis besar dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Apalagi di era digital, mengakses situs porno semudah menjentikkan jari. Hingga bias dikatakan bahwa kapitalisme – sekuler inilah sistem yang paling bertanggungjawab terhadap tumbuh suburnya tragedi seksual saat ini.
Solusi Sistemik
Ada beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam maraknya kasus kejahatan seksual. Pertama, keluarga. Keluarga dianggap lalai dalam menjalankan fungsi pendidikan terutama pendidikan seks terhadap anak sehingga memudahkan pelaku untuk melakukan perbuatan bejat nya. Bahkan, untuk kasus inses, keluarga gagal dalam melindungi dan menjaga kehormatan perempuan.
Kedua,masyarakat. Lingkungan masyarakat yang permisif, tak acuh, membuat pelaku kejahatan bebas melakukan aksinya. Individualisme menjadi paham yang diagungkan. Padahal peran masyarakat dalam mencegah terjadinya kejahatan sangat besar. Ketiga, negara.
Pembahasan peran negara umumnya hanya sebatas sebagai pemberi sanksi. Tetapi sanksi bagi kejahatan seksual dianggap terlalu ringan dan tidak memberi efek jera.
Dengan demikian, kasus kekerasan seksual, pada dasarnya penyebabnya adalah penerapan sistem yang rusak, sistem yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan. Mencoba menyelesaikan masalah ini hanya dari satu sisi, misalnya merancang Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau memperberat hukuman terhadap pelaku, tidak akan cukup.
Maka, solusi yang tepat adalah menyelesaikan akar masalahnya, yaitu mengganti sistem kapitalisme buatan manusia dengan sistem Islam yang berasal dari Pencipta manusia. Dengan diterapkannya sistem Islam, dan dijadikannya Islam sebagai dasar kehidupan, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara, maka fakta hingga fantasi seksual sebagaimana yang marak saat ini tidak akan ada lagi. Interaksi di tengah-tengah masyarakat yang melibatkan pria dan wanita juga diatur sedemikian, sehingga berbagai pintu pelecehan, perzinaan hingga perkosaan tersebut akan tertutup rapat. Selain sistem tersebut, negara juga menerapkan sanksi yang tegas dan keras terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan tersebut. Wallahu a’lam bisshawab.
PENGIRIM: Ummu Athiyah (Pemerhati masalah sosial)
PUBLISHER: MAS’UD
Komentar