Perempuan Bukan Sekedar Kanca Wingking 

Perempuan selalu menarik untuk menjadi bahan perbincangan. Entah kecantikan wajah, kemolekan badan maupun kecerdasan dan kiprahnya dalam berbagai bidang kehidupan. Perempuan dari masa ke masa selalu punya kisah. Perempuan digambarkan sebagai makhluk lain yang tidak sama dengan laki-laki. Peradaban Kuno Eropa maupun Mesopotamia memandang perempuan sebagai warga kelas dua yang termarginalkan. Bahkan dijadikan sebagai tumbal acara ritual keagamaan. Dalam peradaban Hindu kuno perempuan harus ikut mati, jika suaminya mati. Caranya dengan ikut terjun ke dalam kobaran api kremasi suaminya. Demikian perempuan Jawa yang selalu digambarkan sebagai *kanca wingking*

Gerakan Perempuan Mendobrak Tradisi

Iklan Pemkot Baubau

Streotype negatif perempuan dalam berbagai peradaban membangkitkan sebuah gerakan perlawanan. Eropa dan Amerika sebagai pembawa misi ideologi liberal menjadi pioner pergerakan. Salah satu faktor kelahiran feminisme Eropa adalah melawan doktrin pandangan masyarakat ini. Mereka (para perempuan Eropa) bangkit melakukan perubahan atas diskriminasi yang selama ini mereka terima.

Ide besar yang selama ini diusung adalah *kesetaraan*. Kedudukan yang sama antara laki perempuan dalam segala bidang kehidupan. Perempuan Eropa dan Amerika selama ini mendapatkan diskriminasi politik, ekonomi dan sosial. Ia hanyalah budak nafsu laki-laki yang terbatas perannya. Tidak memiliki kesempatan untuk bekerja di ranah publik dan secara sosial adalah warga kelas dua yang tidak merdeka. Secara politik tidak memiliki hak apapun.  Juga tidak miliki hak untuk menuntut ilmu.

Gerakan ini menghebat di abad ke 19 menyebar bersamaan dengan kolonialisasi Eropa di dunia Islam. Di Indonesia sendiri penyebarannya terjadi saat diterapkannya politik Etis oleh pemerintah Belanda. Sebuah program pendidikan sebagai bagian dari ‘Politik Balas Budi’ pemerintah Hindia Belanda atas negeri jajahan.

Para perempuan Nusantara yang selama ini baik-baik saja ikutan merasa termarginalkan hanya karena pendidikan mereka terpisah dari laki-laki. Tidak diajarkan baca tulis dan belajar bahasa Belanda. Lebih Heran gerakan ini menyerang hukum Islam seperti syariat poligami. RA Kartini yang putri bangsawan kemudian dijadikan icon gerakan perempuan hingga diperingati setiap tanggal 21 April. Padahal Kartini hanya meminta hak yang sama dalam menuntut ilmu secara berkelanjutan. Artinya tidak dibatasi sesuai jenjang pendidikan semisal perempuan hanya boleh sekolah dasar saja. Memang surat menyuratnya dengan istri H.J.Abbedanon pada awalnya tertarik dengan pemikiran eropa, namun setelahnya Kartini tak setuju dengan konsep yang ditawarkan. Bagi para aktivis perempuan era selanjutnya hal-hal seperti ini tak pernah diungkap, termasuk ketertarikan Kartini mempelajari Islam secara benar kepada Kyai Sholeh Darat Semarang.

Perempuan sebagai kanca wingking terlanjur tersemat dan terbenakkan hingga berabad kemudian di era digital 4.0. Hingga hari ini tema yang selalu diusung tetap saja Kesetaraan. Perempuan diminta untuk mandiri secara ekonomi tidak bergantung para laki-laki, bahkan jika perlu beban penafkahan itu perempuan yang menanggung. Pada akhirnya para perempuan berbondong-bondong keluar mencari penghidupan tidak perduli akan resiko-resiko dikemudian hari. Mereka melawan fitrahnya sebagai perempuan. Rela meninggakan anaknya untuk menjadi buruh migran jauh melewati batas teritori negaranya. Rela menjual wajah dan tubuhnya untuk masuk bisnis pelacuran ataukah model profesional. Bahkan menjadi kuli, buruh, sopir dan seluruh bidang kehidupan yang biasa laki-laki ada di sana. Hasilnya kasus-kasus pelecehan sexual, kekerasan dan pemerkosaan marak terjadi. Anak-anak broken home  yang mengakibatkan sejumlah kenakalan yang tak biasa. Belum lagi jumlah perceraian akibat gugat cerai juga meningkat dratis. Inikah cita-cita Kartini? Rasanya terlalu naif bagi Perempuan secerdas Kartini berjuang untuk sesuatu yang kelak menimbulkan kerusakan dalam masyarakat.

Peradaban Islam Memuliakan Perempuan

Islam adalah *dien* sempurna. Ia merupakan seperangkat sistem kehidupan. Mengatur manusia agar sesuai fitrah, agar berjalan dengan benar. Termasuk urusan perempuan. Dalam pandangan Islam Perempuan adalah mahkluk istimewa. Ia berbeda dengan laki-laki dari sisi gender bukan dari sisi manusia. Laki dan perempuan sama. Allah menciptakan Adam dan Hawa untuk saling melengkapi satu dengan yang lainya. Masing-masing memiliki kelebihan. Demikian dengan hak dan kewajiban diantara keduanya. Seperti yang termaktub dalam Al Qur’an karim Surat An Nisa ayat 1, yang artinya :

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (TQS An Nisa : 1).

Juga dalam Qur’an surat Al Hujurat ayat 13, yang artinya :

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.”(TQS Al Hujurat : 13).

Sebagai sistem hidup Islam telah memberikan kontribusi luar biasa dalam peradaban dunia. Di saat perempuan Eropa termarginalkan dalam diskriminasi sosial masyarakatnya, para Muslimah sudah berkiprah di berbagai bidang kehidupan. Ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan kesehatan. Mereka berkiprah tetap dalam koridor yang telah diatur oleh syariat. Seperti tetap berpakaian syar’i saat berada di ranah publik, tidak bertabaruj, menjaga pandangan, terpisah dengan para laki-laki kecuali ada keperluan sangat penting dan tentu saja tetap mengutamakan pendidikan utama bagi buah hati.

Para Bidadari Pengukir Peradaban

Nama-nama para shahabiyah jelas terukir sebagai lead utama tinta sejarah kaum muslimah. Siapa yang tak mengenal Ibunda Khadijah, istri, ibu, pengemban dakwah sekaligus pengusaha perempuan tangguh di masanya. Ada Syafiyah al Khansa dan Nusaibah sebagai para prajurit militer di masa Rasulullah. Bunda Aisyah penghafal hadist kelas wahid, yang para shahabat pun selalu merujuk kepadanya. Ada asyifa seorang perawat, ummu Aiman dan Asma binti Abu bakar yang menjadi intelegen. Atau Maryam Asturlabi di masa Abbasyiyah dan sejumlah nama perempuan lainnya.

Menjejaki para Shahabiyah, para perempuan nusantara di.abad 15-16 M juga mengukirkan nama-nama hebatmya. Laksamana Perempuan Malahayati dan Ratu Kaliyakmat telah tercatat sebagai para perempuan tangguh nusantara pada bidang militer. Mereka melampui jaman dimana kecerdasan dan kemampuan merupakan daya tarik bukan kecantikan badani seperti hari ini.

Mereka (para perempuan Islam) tak menjadikan dirinya sebagai komoditas eksploitasi dibalik jargon kesetaraan gender. Namun kepiwaian mereka dalam bidang keilmuan menarik para laki-laki untuk meminangnya. Mereka meyakini hanya ditangan perempuan cerdas saja anak-anak mereka akan tumbuh berkembang dengan baik. Lihatlah generasi pemuda Madinah. Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Abdurahman bin Abu Bakar, Ibnu Zubair adalah contoh bayi bayi yang lahir di era Islam berkuasa. berikut sejumlah pemuda ilmuwan dimasa Abbasyiyah. Bandingkan dengan generasi Boy, Lupus dan Dilan. Apa kiprah dan kebanggaan yang mereka hasilkan, kecuali pandai mematahkan hati perempuan dan tawuran. Jadi wahai para perempuan jangan tertipu dengan jargon ‘Balance for Better’ yang di usung sebagai tema hari perempuan 8 maret 2019. Pelajarilah Islam secara menyeluruh termasuk hukum-hukum yang mengatur perempuan. InsyaAllah berkah. Wallahu’alam.bi Showab.

Catatan:

Kanca Wingking = Teman Belakang (sebuah stima perempuan hanya sebagai teman tidur, beraktivitas di dapur dan sumur suaminya).

PENGIRIM: Dwi Agustina Djati, S.S (Members of Komunitas Menulis WCWH4)

PUBLISHER: MAS’UD

Komentar