Penyebar Hoax Dikenai Sanksi Teroris?

Penyebar Hoax Dikenai Sanksi Teroris?
IKAUMMUALFATIH (AKTIVIS MUSLIMAH)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mewacanakan penggunaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk menindak para penyebar hoax. Sebab, dia menilai hoax yang kerap beredar telah menganggu keamanan dan menakuti-nakuti masyarakat. Menurutnya hoax tersebut telah serupa dengan aksi teror, seperti yang terjadi terkait pemilihan presiden (pilpres) atau pemilu 2019. “Kalau masyarakat diancam dengan hoax untuk tidak ke TPS (tempat pemungutan suara), itu sudah terorisme. Untuk itu maka kami gunakan UU Terorisme,” kata Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu (20/3). 

Wiranto mengatakan, hoax merupakan ancaman baru dalam Pemilu 2019. Menurut Wiranto, para penyebar hoaks ingin mengacaukan proses demokrasi di Indonesia. Dia lantas geram dengan ulah para penyebar hoax tersebut, karena sudah membuat ketakutan dalam masyarakat. Untuk itu, Wiranto meminta aparat keamanan untuk dapat menangkap para penyebar hoax tersebut.(m.katadata.co.id 23/03/19).

Iklan Pemkot Baubau

Kembali publik akan di buat geleng-geleng oleh wacana di negeri ini. Wacana bahwa penyebar hoax akan di jerat oleh UU terorisme. Jika kita amati  hoax adalah berita bohong sedangkan terorisme adalah suatu teror atau tindakan kekerasan kepada masyarakat umum yang mengancam jiwa.

Mengutip dari merdeka.com Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD belum menemukan dalil jika pelaku penyebaran berita bohong atau hoax dijerat menggunakan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.”Saya belum menemukan dalilnya, saya cari-cari teroris itu kan satu tindakan kekerasan yang membuat orang takut korbannya, masyarakat umum membahaya jiwa dan sebagainya,” kata Mahfud dalam diskusi Aliansi Anak Bangsa untuk Indonesia di Hotel Treva, Menteng, JakartaPusat, Minggu (24/3).

Dalam pandangan Mahfud, baik tindak pidana terorisme atau tindak pidana penyebar kebohongan memiliki definisinya masing-masing. Karenanya, jika Wiranto sampai menyebut keduanya dapat saling jerat, hal itu harus dikaji lagi lebih mendalam.(merdeka.com 24/03/19).

Memang hoax harus di hindari karena Islam pun melarang berbohong, akan tetapi Wacana ini akan membuat rakyat merasa terancam dan akan bungkam dalam menyampaikan aspirasinya. Rakyatpun akan semakin berfikir bahwa rezim adalah rezim represif yang mengancam rakyat.

Seyogyanya pemerintah dan aparatur negara ini memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Dan menampung aspirasi rakyat bukan membungkamya dengan sering menjustifikasi bahwa aspirasi dan kabar yang di sampaikan itu hoax.

Ini seperti yang di contohkan pada zaman Umar Bin Khatab yang  saat itu dikritik  oleh kaum hawa karena kebijakan mahar, tentunya kritik tersebut berdasarkan syariat. Dan Umar Bin Khatab pun sebagai pemimpin yang bertaqwaberistighfar dan menerima aspirasi mereka dengan mengubah keputusannya.Dan negara juga harus berbuat adil pada setiap kebijakan-kebijakanya bukan karena hawa nasfunya

Allah SubhanhuwaTa’ala berfirman:

يَادَاوُودُإِنَّاجَعَلْنَاكَخَلِيفَةًفِيالْأَرْضِفَاحْكُمْبَيْنَالنَّاسِبِالْحَقِّوَلَاتَتَّبِعِالْهَوَىٰفَيُضِلَّكَعَنْسَبِيلِاللَّهِۚإِنَّالَّذِينَيَضِلُّونَعَنْسَبِيلِاللَّهِلَهُمْعَذَابٌشَدِيدٌبِمَانَسُوايَوْمَالْحِسَابِ

“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. [Shâd/38:26].

Sungguh jika penguasa dan aparatur negara berpegang teguh pada firman Allah tersebut dan teladan kepemimpinan islam maka tidak akan ada wacana ataupun kebijakan yang membuat rakyat merasa tidak aman. Wallahu’alam.

PENGIRIM: IKAUMMUALFATIH (AKTIVIS MUSLIMAH)

Komentar