Kekerasan seksual terhadap anak kembali menggemparkan masyarakat Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan (Konsel), yang di lakukan oleh MT Kepala Sekolah “dari hasil yang kami terima, sudah 14 anak berstatus pelajar diduga dilecehkan oleh oknum Kepala Sekolah. Namun kini MT bertugas di Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng,”ungkap Kasat Reskrim Polres Soppeng, AKP Rujiyanto Dwi Poernama, kepada detik com, Minggu (14/4/2019).
Dari hasil keterangan sejumlah saksi, MT selalu mengancam korbannya jika tak mau menuruti nafsu bejatnya. MT mengancam akan mengeluarkan siswi itu.” Kemudian pelaku mengancam korban akan dikeluarkan dari sekolah jika menceritakan apa yang dialaminya,” tutur Rujiyanto.
Hal ini kembali mengingatkan kita betapa masyarakat kita sangat rentang mengalami pelecehan dan kekeraan seksual, khususnya bagi anak. Masih segar dalam ingatan kita kejadian di Pontianak seorang oknum Kepala Sekolah SD di duga memperkosa siswinya di dalam kelas.
Tribun Video mengutip Minggu (10/3/2019), insiden tersebut terjadi di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu Iptu Siko mengungkapkan saat itu korban sedang berada di kelas sendiri karena belum selesai mengerjakan tugas. PJ kemudian menghampiri korban dan menawari roti. “oknum Kepala Sekolah ini melancarkan aksinya dan melakukan pelecehan seksual,” ucapnya.
Peristiwa serupa pernah terjadi di Pontianak, Wakasat Reskrim Polresta Pontianak, Iptu Moch Rezky Rizal menuturkan, pencabulan terhadap siswi SD yang di lakukan tersangka yang merupakan wali kelas korban ini terkuak setelah kakak korban melaporkannya ke Polresta Pontianak.
Tersangka mengakui perbuatannya itu sebanyak lima kali sejak Desember 2018 dan Januari 2019. Lokasinya di dalam kelas dan di kebun dekat sekolah.
Jika di telusuri masih banyak kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di negeri ini. Tentu masih lekat di ingatan kita tentang kasus pemerkosaan yang di lakukan oleh ayah kandungnya sendiri, yang berujung pada kematian korban karena terinfeksi virus penyakit kelamin. Sungguh mengerikan dan menakutkan, wanita menjadi incaran manusia-manusia buas yang tidak takut akan dosa.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) Arist Merdeka Sirait, menyatakan kekerasan terhadap anak meningkat pesat sejak 2010, yang angkanya berkisar 42-62 persen.
Fenomena meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak dari waktu ke waktu sesungguhnya menunjukkan gambaran masyarakat yang sakit. Bahkan di katakan masyarakat yang rusak, mengingat diantara pelaku ada yang berstatus guru bahkan ayah kandung. Ini juga mencerminkan bahwa regulasi yang ada pun tidak di takuti.
Ada beberapa faktor kekerasan pada anak sering terjadi, sistem kapitalisme yang bercokol di Indonesia, kurangnya kontrol masyarakat, pola interaksi melingkupi pergaulan laki-laki dan perempuan, serta tidak di terapkannya hukuman yang menimbulkan efek jera dan mampu mencegah perbuatan serupa terulang.
Menurut pasal 81 ayat (1) UU NO. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, “setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, di pidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (kompasiana, 14/02/2013).
Menurut Ketua Komnas Anak , Arist hukuman itu dianggap terlalu ringan, apalagi belum pernah ada catatan pelaku kekerasan seksual terhadap anak dikenai hukuman maksimal sesuai UU tersebut. Belum lagi tiap tahun pelaku mendapat remisi tentu akan semakin mempersingkat masa tahanan mereka. (vhrmedia, 09/03/2013).
Di sisi lain juga menggambarkan rendahnya kimanan kepada Allah SWT dan adanya hari pertanggung jawaban semua apa yang kita kerjakan di dunia. Inilah ciri masyarakat sekuler pemisahan agama dari kehidupan, bagi sistem sekuler agama hanya ada di tempat-tempat ibadah (Mesjid). Agama bukan untuk aturan kehidupan sehari-hari, sehingga masyarakat yang terbentuk adalah bagaimana syariat mengatur kehidupan, terutama aturan dalam pergaulan.
Sistem kapitalisme yang di terapkan di Indonesia dan negeri kaum muslim lainnya, memandang segala sesuatu hanya dari segi manfaat. Sehingga tujuan utama masyarakat adalah bagaimana memperoleh keuntungan.
Kapitalisme juga mengantarkan manusia sedikit demi sedikit kehilangan naluri kemanusiaannya. Seorang bapak tega menodai anak kandungnya, seorang paman tega menghamili keponakannya, seorang laki-laki dewasa mencabuli anak-anak yang mungkin seumuran dengan anaknya.
Sistem kapitalisme membuat media porno mudah di akses, padahal film porno memiliki potensi tinggi untuk tindak pelecehan seksual. Tidak hanya itu, sinetron-sinetron percintaan di televisi yang meminta pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan juga ikut berpihak menyemarakan aksi seksualitas, berpacaran, berpelukan dengan pakaian minim. Na’uzubillah.
Pasalnya, tidak sedikit remaja yang bergaya menarik tayangan sinetron yang di tontonnya. Oleh karena itu badan perfilman negara harus benar-benar jeli memperbaiki setiap tayangan televisi, agar jual beli mereka laku di pasaran.
Kekerasan seksual terhadap anak tidak akan meningkat apabila sitem yang di terapkan di tenggah-tangah umat adalah Islam, bukan kapitalisme. Sistem syariat Islam yang di terapkan dalam bingkai Daulah Khilafah akan mencegah masyarakat melakukan kekejian. Negara akan memblokir dan mencegah peredaran media porno baik media cetak maupun media elektronik. Daulah Islam tidak akan memihak pada para pemilik modal karena proses pemilihan pemimpin tidak membutuhkan dukungan finansial dari para pemilik modal.
Masyarakat dalam naungan Daulah Khilafah Islam adalah masyarakat yang memiliki perasaan, pemikiran dan aturan hidup yang sama. Mencegah ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), khalwat (berdua-duaan dengan laki-laki atau perempuan yang bukan mahram), dan aktivitas-aktivitas lain yang mendekati perzinahan.
Islam telah memberikan aturan bagi seluruh aktivitas manusia berdasarkan hukum syar’i. Syariat islam telah menjelaskan bahwa setiap tindak kejahatan akan di kenai sanksi di akhirat kelak dan di dunia. Karena sanksi dalam Islam berfungsi sebagai ‘pencegah’ karena sanksi akan mencegah orang-orang untuk melakukan tindakan dosa dan kriminal yang serupa.
Sebelum runtuhnya Daulah Islamiyah selama 14 abad lamanya, terbukti kasus kekerasan seksual terhadap anak maupun pemerkosaan sangat sulit di temukan dalam catatan sejarah, negerinya adalah Baldatun Thayyibatu, dan Islam benar-benar mewujud menjadi Rahmatan Lil ‘Alamiyn. Artinya Islam menjadi rahmat dengan kebaikan yang di timbulkan oleh pelaksanaan seluruh syariahnya. Jelaslah sudah, hanya dengan penerapan Islam dalam bingkai Daulah, anak-anak kita akan terbebas dari ancaman kekerasan seksual. Wallahu a’lam bishawab.
PENGIRIM: HAMSIA
Komentar