Sistem pendidikan Indonesia wajib berbenah diri. Sayangnya arah pendidikan negeri ini masih mencari jati diri hakiki. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mewacanakan akan mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia.
Wacana ini pun menuai kritik keras dari dunia pendidikan negeri ini. Pasalnya jumlah guru dalam negeri tergolong overload. Tingkat kesejahteraan guru dalam negeri pun sangat memprihatinkan. Gaji guru honorer pun sangat tidak layak, berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 500.000. Jika harus menambah guru luar negeri, bagaimana nasib guru negeri sendiri?
Namun, jika dunia pendidikan Indonesia benar-benar fokus berbenah diri dalam mendidik generasi. Maka negara ini wajib memahami peran hakiki sistem pendidikan. Peran hakiki sistem pendidikan, yakni:
Pertama, sistem pendidikan harus mampu menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis.
Kedua, guru harus mendapatkan gaji yang layak, yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan baik primer maupun sekunder, bahkan tersier. Sehingga profesi guru adalah profesi utama. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada seorang guru masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.
Ketiga, negara menyediakan fasilitas pendidikan. Negara wajib menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus, untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, termasuk di bidang pemikiran, kedokteran, teknik kimia serta penemuan, inovasi, dan lain-lain, sehingga di tengah-tengah umat lahir penemu dan inovator.
Keempat, sistem pendidikan tersebut harus mampu membentuk pola pikir intelektual dan pola sikap Rabbani. Negara bersungguh-sungguh dalam menyelenggarakan pendidikan untuk memelihara akal, memelihara kehormatan, memelihara jiwa manusia, memelihara harta, memelihara agama, memelihara keamanan, dan memelihara negara.
Dan yang paling penting adalah memahami bahwa tujuan asas pendidikan yaitu membangun kepribadian mulia, dengan cara menjalankan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan di seluruh aspek pendidikan melalui penyusunan kurikulum, pemilihan guru yang kompeten sesuai aturan Tuhan yang maha esa, Allah SWT. Kualifikasi pencapaian target materi pendidikan juga harus diamati dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya sekedar nilai teoritis di dalam raport. Pendidikan bukan hanya untuk kepuasan intelektual semata, tetapi membentuk kepribadian mulia (pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan Rabbul ‘Alamin, Allah SWT). Begitulah konsep sistem pendidikan ideal dan mumpuni yang mampu menciptakan manusia berakal dan berakhlak langit. Wallahu’alam bi showab.
ERNI YUWANA
Komentar