Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Dimana SDA ini tersebar di berbagai wilayah Nusantara. Kekayaan alam ini diperkaya dengan banyak pertambangan. Salah satu pertambangan yang ada di Indonesia adalah Alumunium.
PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero Inalum) adalah salah satu perusahaan BUMN yang mengelolah pertambangan Alumunium. Terdengar kabar bahwa pemerintah memastikan kepemilikan saham perusahaan asal Jepang yakni Nippon Asahan Aluminium (NAA) di PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan berakhir pada 2013 mendatang. Dengan demikian, kepemilikan saham Inalum sepenuhnya dikuasai Indonesia. (okezone.com, 2 Nov 2010).
Namun, sebelum berakhirnya kontrak tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara RI Rini Soemarno terus mendorong Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) untuk meningkatkan nilai tambah produk tambang tanah air dengan melakukan hilirisasi. (Actual.com, 17 Mei 2019). Dalam kunjungan kerjanya ke China pada Jumat (17/5), Menteri Rini bertemu dengan beberapa calon mitra strategis Inalum, salah satunya Zhejiang Huayou Cobalt Company Ltd., produsen terbesar di dunia untuk material baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik. (Actual.com, 17 Mei 2019)
Bagai keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Itulah pribahasa yang pantas untuk masalah ini. Setelah lepas dari cengkraman Jepang maka akan dikuasai lagi oleh asing lebih tepatnya China. Alih-alih dengan meningkatkan nilai produk tambang tanah air dan juga menciptakan banyak lapangan pekerjaan, kenyataannya masih banyak pengangguran yang terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Februari 2019 ada di angka 5,01 persen dari tingkat partisipasi angkatan kerja Indonesia. (CCN Indonesia, 06/05/2019)
Inilah buah dari diterapkannya sistem Kapitalis. SDA yang harusnya menjadi kepemilikan umum berpindah tangan menjadi kepemilikan pribadi/swasta, yakni pada perusahaan tertentu. Dalam Islam, Kepemilikan umum bermakna harta atau kekayaan SDA yang digunakan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan umum. Dengan kata lain, SDA merupakan barang milik bersama atau umum, yang seharusnya dikelola sendiri oleh suatu negara dan hasilnya dikembalikan lagi untuk kemaslahatan rakyat.
Dengan menjadikan negara asing sebagai pengelola dan pemegang saham terbesar pada perusahaan SDA dinegara kita, secara otomatis sebagian besar hasil SDA kita akan jatuh ditangan negara asing dan walhasil kita hanya diberi beberapa persen saja untuk hasilnya yang tentunya tertuang dalam surat kontrak yang berisi tentang perjanjian-perjanjian yang merugikan kita. Disinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan. Karena hanya penguasa yang bisa menghentikan dan memutuskan bagaimana cara pengelolahan SDA. Jika hal ini terus dilakukan dan tidak ada tindakan maka bisa disimpulkan bahwa rezim neolib tak pernah bersungguh-sungguh menjadikan kepentingan rakyat sebagai perioritas negara. Mereka hanya memindah negara Indonesia dari tuan asing yang satu ke asing yang lainnya.
Padahal ada hadist yang mengatakan bahwa “Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu Mati dalam keadaan MENIPU MEREKA, kecuali Allah akan MENGHARAMKAN dirinya masuk ke DALAM SURGA. (HR al-Bukhari dan Muslim dari Ma’qil bin Yasar ra.). Indonesia butuh penguasa dan sistem pemerintahan maupun ekonomi yang kuat, mandiri dan independen. Wallahu’alam bi showab.
FIDTROTUL KHUSNAH, S.M
Komentar