Muatan Liberalisasi dalam Game Online

Muatan Liberalisasi dalam Game Online
SITI SAHARA

Permainan daring atau game online merupakan permainan berbasis internet, dimana pemainnya bermain game melalui jaringan internet dengan menggunakan komputer atau smartphone. Di indonesia sendiri, game online masuk pertama kali tahun 2001 melalui salah satu game keluaran negara korea yang disebut Nexus yang dimainkan melalui chat.

Tahun 2002, muncul Redmood yang dilatarbelakangi oleh sebuah komik dengan judul sama. Tahun 2003 sampai 2006 dimana era Ragnarok memuncak di Indonesia. Dari sinilah muncul penyakit “kecanduan game online” . Pada tahun 2006 sampai 2007 terjadi revolusi game online dengan teknis penyerangan berkelompok, karena muncul dengan MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game) 3D. Tahun 2008 menjamur Game Center yang dioperasikan 24 jam. Tahun 2009 sampai 2013 menjadi era Poin Blank yang dirilis oleh Gamschool. Pada tahun inilah cikal bakal munculnya MOBA League of Legens (LOL). Di 2015 sampai 2016 Era Mobil Gaming Android dengan hanya menggunakan smartphone berbasis android. Contohnya Clash of Clan dari Super Cell. Tahun 2017 sampai 2019, era MOBA dan Battle Royale.

Dilansir dari Cbncindonesia.com, telah diadakan turnamen e-sport berkelas dunia, yaitu South East Asian Cyber Arena (SEACA) dan World Electronic Sport Game (WESG) yang diselenggarakan pada tanggal 17-21 Oktober 2018 di mall taman anggrek, Jakarta Barat.

Sudah menjadi rahasia umum, permainan game online ini sangat berbahaya karena mengandung efek negatif kecanduan yang akan sangat merusak kesehatan. Di antaranya gangguan otak, gangguan psikologi, gangguan alat indra, dan organ dalam (Kompas.com).

Fakta menunjukkan bahwa terdapat 10 anak di Banyumas mengalami gangguan mental akibat kecanduan game online, 7 di antaranya merupakan siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Hilma, seorang dokter spesialis jiwa, mengatakan, “Kriteria gangguan mental adiksi game online itu akibat terlalu banyak berinteraksi dengan dunia virtual, biasanya mempunyai sifat yang memicu obsesif seseorang.” (Merdeka.com, 10/10/2018).

Kecanduan game online juga mengakibatkan adanya kejadian kriminalisasi, seperti 3 remaja yang kedapatan merampok minimarket. Dalam menjalankan aksinya, ketiga pelaku tersebut tergolong sadis. Dengan menggunakan golok, mereka menyekap dan membacok seorang karyawan toko. Tidak hanya itu, salah seorang pelaku bahkan diketahui sempat melakukan pelecehan seksual terhadap kasir toko. Ironi nya, aksi tersebut dilatarbelakangi kecanduan akibat game online (Sindo.com, 24/10/2018).

Sementara di pelosok daerah, ditemukan sosok jasad pria oleh warga dengan keadaan membusuk akibat gantung diri di sebuah pohon kosambi, tempatnya di belakang SMAN 2 Kapontori, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Menurut keterangan teman dan guru di sekolah, hal tersebut terjadi ketika korban telah mengenal game online, semisal LUBG, FREE FIRE, dan COC. Di rumahnya, korban dikenal biasa keluar malam dan pulang sangat larut. Ia terkenal sangat pendiam, sering mengunci diri dalam kamar dan diduga sedang bermain game online. Korban baru berbicara kepada ibunya hanya pada saat meminta uang untuk mengisi paket data internetnya yang telah habis Sultrakini.com, 25/02/2019).

Penyakit Game Online

Pada 18 Juni 2018, Badan Kesehatan Dunia (World Healt Organisation atau WHO) memasukkan kecanduan game online ke dalam daftar penyakit dalam laporan International Calssification of Disease edisi 11 (ICD-1). Dengan demikian, kecanduan game resmi masuk sebagai gangguan kesehatan jiwa.

Data dari theconversation.com, dokumen ICD-11 merupakan revisi dari dokumen sebelumnya, ICD-10 terbitan pada 1990. Dokumen ini digunakan oleh para tenaga kesehatan untuk mengkategorisasi berbagai penyakit dan kondisi kesehatan, dari melahirkan seorang bayi (JB20 Single spontaneous delivery), sakit flu (1E32 Influenza, virus not identified), hingga kecanduan game online (6C51 Gaming disorder).

Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kecanduan game dengan mengambil sampel di sekolah-sekolah di Manado, Medan, Pontianak, dan Yogyakarta pada 2012 sebesar 45,3% dari 3.264 siswa sekolah yang bermain game online selama sebulan terakhir dan tidak berniat untuk berhenti. Adanya focus group discussion dengan tiga psikolog klinis terlisensi membawa pada kesimpulan bahwa orang yang bermain game selama 4-5 hari per minggu dan setiap harinya bermain lebih dari 4 jam maka dikatakan terindikasi adiksi. Dengan kriteria tersebut, ditemukan 150 siswa (10,2%) dari 1477 siswa yang mungkin mengalami adiksi. Lalu, dengan analisis statistik, didapatkan 89 (59,3%) dari 150 siswa yang mungkin mengalami adiksi tersebut dapat dikategorikan mengalami adiksi parah, dan sisanya mungkin dapat masuk kategori adiksi ringan. Maka, dapat diperkirakan prevalensi orang yang mengalami kecanduan game di antara pemain game adalah sekitar 6,1% di Indonesia. Sehingga, diperkirakan bahwa terdapat 2,7 juta pemain game yang mungkin kecanduan.

Sangat disayangkan, hanya karena sebuah permainan mengakibatkan rusaknya generasi, mulai dari kerusakan jasmani hingga psikologi. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya kontrol kuat pada setiap tindakan akan aktivitas seseorang, baik dari keluarga maupun negara. Adanya muatan liberalisasi yang dijadikan standar hidup dan life style, hingga muncul sampai ke tindakan kriminal yang sangat mencengangkan.

Karena menjunjung tinggi Hak Asasi Manusi dengan tidak mengaggu kehidupan setiap manusia dengan manusia lainnya, menjadikan perilaku setiap individu tidak terkontrol, kebebasan bertindak hingga akhirnya mengakibatkan masalah, dan pemecahan masalah pada akhirnya bukan mencari sumber pokok utama, melainkan hanya penjatuhan hukuman pada perorangan, berkelanjutan seperti itu seterusnya.

Islam dan Game

Dalam Islam, kesenangan psikologis dan hiburan merupakan dua hal yang natural dalam diri manusia. Islam bukanlah agama yang membelenggu manusia.

Hukum game pada dasarnya ialah mubah/boleh. Namun, game tersebut dapat menjadi haram jika mengandung unsur-unsur haram di dalamnya, mulai dari materi permainan yang disajikan sampai memainkannya secara berlebihan. Hiburan atau permainan yang diperbolehkan hanya jenis permainan yang mengandung unsur pendidikan, kesehatan, dan nilai moral lainnya.

Seperti contoh yang dapat kita ambil dari Sabda Rasulullah SAW, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sabdanya itu, Rasulullah Saw menyebutkan bahwa berkuda, berenang, memanah merupakan aktivitas yang harus diajarkan kepada anak-anak. Di samping itu, sangat banyak manfaat yang bisa didapatkan di dalamnya, seperti kecerdasan, ilmu, dan kekuatan. Aktivitas ini juga melatih berperang dalam jihad kelak.

Oleh karena itu, jika melihat permainan Game Online yang sekarang ini tengah buming di mana-mana hingga berujung kejahatan dan kematian, maka sudah jelas hukumnya haram. Wallahu a’lam.

SITI SAHARA

Komentar