Tiket Pesawat Melangit, Rakyat Gagal Mudik

“Rindu itu berat! kau tak akan kuat, biar aku saja.”

Tiket Pesawat Melangit, Rakyat Gagal Mudik
ERNI YUWANA

Kalimat tersebut ternyata layak disandarkan pada para pemudik yang gagal mudik lebaran kali ini. Dari data sementara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang dipublis di Sistem Informasi Angkutan dan Sarana Transportasi Indonesia (SIASATI) per Kamis (6/6) pukul 13.40, didapati bahwa ada penurunan jumlah pemudik cukup drastis dibanding 2018. Dari seluruh moda transportasi mulai tranportasi jalan, kereta api, pesawat, kapal laut dan penyeberangan dalam skala nasional angka pemudik menurun sekitar 1 juta orang. (Jawa pos.com, 06/06/2019).

Iklan Pemkot Baubau

Harga tiket pesawat yang terlalu mahal menjadi salah satu alasan gagal mudik tahun 2019 ini. Hashtag #TiketPesawatTerlaluMahal pun trending di Twitter membawa pemudik bersiap menepi. Para pengguna mengeluhkan betapa sulitnya mendapat tiket dengan harga terjangkau. Bahkan beberapa warganet menyebutkan, harga tiket ke luar negeri lebih murah daripada ke kota lain di Indonesia.

Dikutip dari BBC news Indonesia pada tanggal 03 Juni 2019 bahwa jumlah penumpang pesawat untuk mudik tahun ini turun sebanyak 40% jika dibandingkan dengan periode mudik H-7 pada tahun lalu, menurut Ketua Harian Posko Tingkat Nasional Angkutan Lebaran 2019 Kemenhub, Cucu Mulyana. Cucu tidak memungkiri bahwa harga tiket pesawat yang tinggi mungkin menjadi faktor penurunan itu. Sebagian besar dari mereka yang mengaku batal mudik adalah mereka yang berasal dari luar Jawa, atau dari luar Jawa dan ingin mudik ke Pulau Jawa.

Putri Worobay, seorang mahasiswa dari Serui, Papua, juga menyebutkan bahwa tiket pesawat yang sangat mahal membuatnya tak dapat pulang ke kampung halaman. “Kampung halaman saya di sebuah kota kecil di Papua, Serui namanya. Dari Jakarta, hanya ada dua pesawat, yaitu Sriwijaya dan Garuda ke kota Biak,” kata Putri kepada BBC News Indonesia. Dari Biak, dia masih harus melanjutkan perjalanan dengan kapal seharga Rp600.000, atau dengan pesawat Susi Air seharga sekitar Rp850.000 untuk mencapai Serui. Biaya mudik dari Bandung ke Serui pulang pergi, bisa mencapai lebih dari Rp 10 juta. Padahal dulu bisa Rp 2,6 juta sekali jalan. Mau naik kapal memakan waktu yang lama, sedangkan hari libur habis untuk di kapal saja.

Fenomena mudik tentu bukan kali ini saja terjadi di Indonesia, melainkan menjadi rutinitas tiap tahun. Seyogyanya pemerintah lebih mengakomodir kebutuhan rakyat dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya, termasuk menyediakan harga yang murah dan terjangkau bagi tiket pesawat. Karena fungsi utama pemerintah adalah mengurusi, melayani, memfasilitasi dan mempermudah urusan masyarakat.

Terkait permasalahan transportasi, paradigma Islam telah menyediakan solusi kongkrit. Pertama, transportasi umum merupakan aset vital negara, sehingga harus dimiliki oleh negara, bukan individu atau entitas bisnis tertentu. Kedua, transportasi umum bukan jasa komersial. Transportasi umum seharusnya menjadi bentuk pelayanan negara terhadap rakyat, bukan berfungsi sebagai ajang keuntungan. Ketiga, negara bertanggung jawab penuh dalam menjamin individu masyarakat bisa menikmati transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau. Keempat, bahan bakar sebagai pendukung kinerja transportasi disuplay penuh oleh negara. Negara akan memanfaatkan pengelolaan migas semata-mata hanya  untuk rakyat. Nabi SAw bersabda: Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang dan api (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan al-Baihaqi). Hadits di atas menjelaskan tentang kepemilikan umum, yaitu kepemilikan rakyat. Air (seperti sungai, laut, pantai, danau); padang yang luas di gunung, dataran, sabana dan hutan; api dengan makna sumber api seperti hutan kayu, tambang batubara, minyak dan gas; semuanya adalah milik umum, milik rakyat. Dan juga barang tambang dari berbagai mineral seperti besi, tembaga, fosfat, uranium, emas, perak dan lainnya. Ini tidak boleh diserahkan kepada swasta atau golongan. Ini merupakan kepemilikan umum yang semata mata digunakan untuk kepentingan rakyat.

Dengan demikian, rakyat tidak akan dipusingkan oleh melambungnya harga tiket pesawat, karena baik infrastruktur maupun bahan bakar transportasi akan disuplay penuh oleh negara. Inilah paradigma Islam yang mampu menawarkan kesempurnaan konsep mengenai pengaturan urusan rakyat, Bukankah hidup kita akan makmur dan tentram jika penguasa negeri ini menjadikan fokus utamanya adalah hajat hidup orang banyak (rakyat), bukan kepentingannya. Maka mari kita kembali pada Islam, sambut seruan Allah dengan menjadikan satu-satunya hukum yang wajib diterapkan dan ditaati hanyalah hukum Allah SWT, hukum sang pencipta dan penguasa alam semesta. Wallahu’alam bi ash-ashowab.

ERNI YUWANA

Komentar