Pelecehan seksual seakan menjadi hal yang lumrah di negeri yang menganut paham kebebasan. Pemisahan agama dari kehidupan, telah menjadi benih dari segala perbuatan rusak. Belum tuntas kasus pelecehan dipemberitaan, muncul lagi kasus yang lain. Dikabarkan kasus pelecehan seksual oleh media berita online KENDARIPOS.CO.ID (15/5/2019) – bahwa- kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kota Bau-bau marak terjadi. Kepala dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (DP3A) kota bau-bau, Wa Ode Soraya menyebut dalam rentang waktu 4 bulan, sudah 20 laporan yang diterima. Jumlah aduan tersebut adalah gabungan antara kasus pelecehan seksual terhadap anak dan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Pelecehan seksual dari waktu kewaktu terus berkembang. Begitu tragis, pelaku melakukannya bukan hanya pada kalangan yang seumuran saja, bahkan anak-anak pun menjadi santapannya. Perilaku asusila manusia telah menjamur di negeri yang menafikan aturan Pencipta. Muruah yang direnggut, mental yang terguncang menjadi produk atas perbuatan keji pelaku. Masa depan yang suram pun turut menghiasi pikiran korban. Terlebih lagi korbannya adalah anak-anak.
Dimasa sekarang, media yang serba canggih dapat menjadi salah satu regulator pemicu pelecehan seksual, sebab akses internet yang begitu mudah, sehingga meniru gaya hidup luar begitu gampang. Membelakangi aturan agama dalam lika-liku kehidupan menjadi faktor berubahnya sikap serta perilaku manusia menjadi binatang. Terlebih lagi tidak ada kontrol dari Negara yang memiliki wewenang untuk memfilter segala bentuk tontonan, menjadi pemicu pelaku berbuat bebas.
Ancaman hukuman yang terbilang ringan di negeri yang berlabelkan Negara hukum, tidak dapat membuat efek jera bagi para pelaku. Malah melahirkan pelaku-pelaku lainnya. Solusi yang diberikan agar masalah selesaipun terkadang hanya menguntungkan pihak pelaku. Seperti kata kepala dinas pemberdayaan perempuan, seluruh aduan telah ditindak lanjuti dengan melakukan pendampingan hukum dan pendampingan psikologi kepada korban. Khususnya untuk kasus pelecehan seksual terhadap anak. “ada yang mediasi diusahakan ke diversi. Istilahnya kedua belah pihak berdamai dan tidak sampai ke proses lebih lanjut”, terangnya.
Ada kelompok yang mencoba mengedukasi dan memperbaiki moral masyarakat malah dibubarkan dengan tidak wajar. Akhirnya, penistaan agama, pelecehan asusila kerap terjadi. Seperti itulah gambaran singkat penegakan hukum dibawah naungan sistem Kapitalisme yang menciptakan aturan sendiri.
Sistem buatan manusia tidak mampu melahirkan solusi yang komprehensif, dan pasti gagal dalam membuat aturan untuk mengatur urusan kehidupan, sebab manusia itu lemah lagi terbatas. Seperti firmanNya dalam surah an-nisa ayat 28: …. dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisaa’: 28). Dengan demikian hanya aturan dari sang ilahi yang mampu menyelamatkan manusia, baik kasus pelecehan serta keterpurukan budaya sekulerisme dan nilai-nilai liberalisme.
Penerapan aturan Islam dalam aspek kehidupan adalah akar dari segala solusi. Kebutuhan manusia kepada negara dengan aturan yang berasal dari sang Maha Pengatur, yang menciptakan manusia dan mengetahui apa yang baik bagi manusia adalah kunci pemberantasan segala problematika. Sehingga Negara mampu mencetak aturan aturan yang fundamental dan mampu menuntaskan pelecehan seksual secara tuntas. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
INDRYANI PUTRI
Komentar