Bocah Penderita Penggumpalan Cairan Otak di Konsel Harapkan Uluran Tangan

Bocah Penderita Penggumpalan Cairan Otak di Konsel Harapkan Uluran Tangan
Mikaila Sabrina bocah berusia empat bulan yang menderita penggumpalan cairan otak

Mikaila Sabrina bocah berusia empat bulan anak dari pasangan Yusran (33) dan Dewi Purnama (31) Warga Dusun IV Desa Asaria Kecamatan Sabulakoa Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) saat ini sedang membutuhkan uluran tangan para dermawan.

Pasalnya, Mikaila sejak lahir telah menderita penyakit penggumpalan cairan otak kecil, sehingga menyebabkan pembengkakan di bagian belakang kepala. Mikaila Sabrina saat ini belum ditangani secara medis untuk mengangkat pembengkakan akibat penyakit yang di deritanya.

Orang tua Mikaila, Yusran menuturkan, penyakit yang diderita anak keempatnya tersebut telah ada sejak lahir.

Kata dia, keluarga telah membawa Mikaila di RSUD Makassar namun tidak dilakukan penanganan. Tetapi, hanya mendapatkan rujukan ke RS Wahidin itupun hanya rujukan rawat inap.

“Kami pernah ke RSUD Bahteramas Sultra tapi dirujuk ke RS Wahidin Makassar namun sebagai pasien rawat jalan. Di RS Wahidin tidak ada penanganan. Alasannya, di RSUD Wahidin masih full kamar dan berat badan harus normal. Tetapi kami tidak tahu berapa berat badan ideal untuk dapat di tangani. Apalagi kamar katanya full,” jelas Yusran.

Di Makassar, lanjut dia, belum adanya penanganan secara langsung maka kami masuk ke dokter ahli saraf lalu diarahkan keruangan ahli bius agar dicek bius apa yang cocok untuk anak kami.

“Saya kembali ke ahli saraf dan diberitahukan sampai ada kamar kosong dan berat badan di normalkan baru ada penanganan,” katanya.

Tidak adanya kejelasan dan kepastian waktu akan kosongnya kamar pasien di RSUD Wahidin Makassar, pihak keluarga lantas memilih pulang ke Konsel.

“Kami mengambil kesimpulan untuk pulang. Dan dipersilahkan oleh pihak rumah sakit. Nanti katanya ada kamar kosong baru di telpon. Sampai saat ini belum ada kabar,” tuturnya. 

Saat ini, Mikaila yang masih balita hanya melakukan kontrol di Puskesmas Kecamatan akan penyakit yang di deritanya.

“Untuk biaya terus terang saja kami tak punya. Kami ini hanya masyarakat biasa. Saya ini kasian orang tidak ada. Pekerjaan kami hanya petani. Namanya keluarga hanya memberi bantuan dengan terbatas dan sesuai keikhlasan,” ujarnya dengan nada sedih. MAHIDIN

Komentar