Kebijakan Zonasi Bukan Solusi

Kebijakan Zonasi Bukan Solusi
INDRYANI PUTRI

Kebijakan sistem zonasi merupakan sebuah problematika rumit yang timbul dalam dunia pendidikan saat ini. Respon negatif atas kebijakan sistem tersebut mendominasi dibandingkan dengan respon positif. Akibat yang timbul karena kebijakan ini cukup mengagetkan, seperti wali murid yang menggelar aksi protes, siswa yang depresi sebab merasa tidak adil atas penerapan sistem zonasi tersebut,  sekolah minus murid, orang tua stress yang memikirkan nasib anaknya dan lain sebagainya. Bahkan mirisnya akibat kebijakan ini, timbul permainan kotor, salah satunya dengan pemalsuan domisli pada kartu keluarga (KK).

Seperti yang dilansir oleh media kompas.com bahwa, Sekretaris Komisi V DPRD Jabar Abdul Hadi mengaku mendapat 36 laporan dari warga soal kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (2019). Abdul mengatakan, dalam laporan itu ditemukan adanya dugaan pemalsuan domisili dalam pelaksanaan PPDB (27/06/2019).

Iklan Pemkot Baubau

Mungkin niat atas dicanangkannya kebijakan ini baik. Dalam kebijakan sistem zonasi ini diharapkan pemerataan pendidikan yang berkualitas dapat berhasil serta bisa menghilangkan favoritisme / kastanisasi dalam pendidikan. Namun faktanya dalam penerapan kebijakan tersebut menimbulkan persoalan yang lain seperti adanya sekolah yang kekurangan murid, karena minimnya perserta didik yang berdomisili diarea tersebut. Pun sebaliknya dengan sekolah dengan kasus penumpukan peserta didik yang melebihi kuota penerimaan sekolah tersebut sebab kebijakan zonasi yang mengekang.

Kualitas yang berbeda dari tiap-tiap sekolah, baik dari segi fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik yang kurang atau bahkan tidak berkualitas dan sebagainya menjadi faktor adanya rasa tidak adil bagi peserta didik yang hendak melanjutkan pendidikan dengan sistem zonasi.

Banyaknya korban dan praktik-praktik kecurangan atas sistem zonasi membuktikan bahwa kebijakan yang dilahirkan oleh penguasa tidak bijak, sebab aturan yang di keluarkan tidak menyentuh akar masalah atas terjadinya  kesenjangan dibidang pendidikan.

Berlandaskan hukum syara maka pemerataan kualitas pendidikan dapat diatasi. Sebab landasan dalam membuat aturan memakai aturan dari Sang Pencipta. Sehingga terbukti dalam sejarah peradaban Islam begitu banyak individu dengan kualitas terbaik. Mereka menjadi hamba Allah yang taat, namun dalam waktu yang sama juga menjadi ilmuwan yang hebat.

 Jelas berbeda dengan kebijakan sistem zonasi yang berstandarkan pada sistem politik Demokrasi Sekuler yang diterapkan hari ini sehingga akan sulit mewujudkan sistem pendidikan yang ideal.

 Ketika zonasi tidak mampu menyelesaikan persoalan dunia pendidikan, seharusnya saatnya kita berpikir cemerlang untuk beralih kepada satu-satunya solusi terbaik, yaitu dengan penerapan Islam Kaffah yang mampu mewujudkan pendidikan adil merata dengan output generasi paripurna. Syariatnyalah yang mampu menumbangkan kebijakan sekuler yang mengakar dalam sistem pemerintahan saat ini. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

INDRYANI PUTRI

Komentar