Belenggu Internet, Mengancam Generasi Muda

Belenggu Internet, Mengancam Generasi Muda
RIMA SEPTIANI

Sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat, bahwa kalangan anak-anak sudah menjadi perokok aktif yang terpengaruh dari iklan rokok di televisi atau pun internet. Baru-baru ini, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menilai internet di Indonesia belum layak anak, karena masih ada iklan rokok yang mudah diakses dan dilihat oleh anak-anak.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga sedang dalam proses mewujudkan internet yang layak anak, salah satunya dengan memberikan edukasi kepada pihak-pihak yang terlibat di internet tentang perlindungan anak. (www.antaranews.com/23/6/2019)

Internet Mengancam Anak

Melihat fenomena diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa internet merupakan salah satu faktor internal rusaknya generasi bangsa. Internet layak anak kini menjadi perhatian penting dikalangan orang tua. Banyaknya iklan yang tidak mendidik,  konten sipilis, porno dan hal buruk  lainnya, membuat orang tua merasa khawatir dengan pengaruh negatif pada diri anak.

Tak bisa dipungkiri, internet di era moderen  sekarang menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang. Baik orang tua, dewasa, remaja bahkan di kalangan  anak-anak sekalipun. Karena banyak hal yang harus diselesaikan dengan bantuan internet. Ini merupakan salah satu manfaat positif yang bisa didapatkan dari keberadaan internet.

Di samping itu, ada juga dampak negatif terhadap pemakaian internet yang berlebihan. Saat ini, fenomena anak bermain internet sudah banyak ditemukan. Mereka dengan mudah mengakses apa saja yang mereka sukai. Terlebih lagi sesuatu yang bentuknya hiburan. Mereka juga menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berselancar mencari game.  Namun itu semua tidak diiringi dengan kontrol orang tua. Banyak orang tua menjadi lepas kendali dalam mengawasi anaknya berselancar di dunia maya.

Di tambah lagi, orang tua yang tak paham, terhadap pengaruh buruk internet bagi anak. Orang tua dengan senang hati memberikan apa saja yang diinginkan anak, dengan dalih mereka juga butuh hiburan. Orang tua terlalu leluasa memberikan kebebasan anak untuk berselancar terlalu lama, tanpa ada proses pendampingan pada anak.

Munculnya iklan rokok yang belum layak dilihat anak-anak, kini membuat orang tua khwatir. Pasalnya pengaruh negatif dari konten tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kepribadian seorang anak. Bisa saja, iklan rokok tersebut menjadi pemicu anak-anak penasaran terhadap rasa rokok, bagaimana cara merokok, dan hal lainnya . Faktanya dalam ilmu psikologi, anak usia dini sangat mudah mencontoh apa yang telah dilihatnya. Tentu ini mengundang keresahan yang berarti.

Tapi mengapa iklan rokok hanya digunakan sebagai standar internet layak anak, padahal bukan hanya iklan rokok yang meresahkan orang tua, beredarnya konten porno, kebebasan, sipilis dan syirik di dunia maya menjadi momok menakutkan terhadap tumbuh kembang dan perilaku  anak nantinya. Hal tersebut harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah.  Diperlukan tindak tegas dalam menangani kasus yang meresahkan masyarakat, khususnya anak-anak.

Mirisnya, inilah yang terjadi pada negeri ini. Negeri ini masih menggunakan paradigma sekuler, yaiu pemisahan agama dari kehidupan sebagai standar kebijakan, bukan halal dan haram yang ditetapkan Allah SW, sehingga hal ini semakin menjauhkan umat dari solusi yang hakiki.

Moral generasi semakin rusak, akibat pengaruh signifikan dari konten media sosial. Budaya pacaran dan hidup pragmatis, indivdualis, sekuler, sejatinya paling gencar disebarkan oleh media sosial.  Remaja saat ini  terkontaminasi dengan racun sekularisme yang disebarkan melalui sosial media. Kita tak lupa kasus gamer online yang ditangkap  karena membobol bank sebesar Rp. 1,85 miliar hanya untuk membeli fasilitas yang ada di Mobile Legend.

Kurangnya pendidikan agama yang dimilikii orang tua dan anak, menambah ruwet permasalah ini. Ditambah lagi, masyarakat yang abai karena sifat individual yang mereka pelihara. Semuanya ini menjadi penyebab maraknya generasi muda yang hilang identitas Muslimnya.

Sudah kewajiban negara untuk mengurus semua biang masalah ini. Iklan tak mendidik, konten porno, sipilis, dan syrik yang tidak baik, mestinya segera di blokir dari situs pencarian.  Apakah  selama ini pemerintah bertanggung jawab atas rusaknya generasi saat ini.?

Selain itu, kita perlu memahami  akar masalah ini sesungguhnya tidak lepas dari sistem kapitalisme yang memuja kebebasan. Sehingga generasi muda saat ini sangat mudah terpapar dengan godaan maksiat di dunia maya.

Dalam mata sekularisme segala sesuatu  dinilai dengan materi. Kecanggihan teknologi hanya digunakan sebagai cara untuk meraup pundi-pundi keuangan. Menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan, tak peduli apakah konten yang disebarkan tersebut merusak generasi atau tidak. Orientasinya hanya semata-mata mendapatkan manfaat.

Peran Negara untuk Melindungi Generasi

Islam menjelaskan bahwa ini merupakan tugas besar bagi negara untuk menjaga warga negaranya dari serangan budaya kafir yang kental dengan racun sekularisme.  Islam dengan peraturannya yang tegas akan menghalau segala virus yang masuk untuk merusak kepribadian seorang Muslim. Termasuk didalamannya mencegah, adanya konten-konten maksiat yang disebar melalui media sosial.

Negara  Islam  akan menutup  rapat celah masuknya sesuatu yang haram tersebut, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.  Semua ini hanya akan terwujud manakala berhukum kepada syariat Allah.

Peran orang tua sebagai sekolah pertama bagi anak juga dibutuhkan. Kontrol masyarakat menjadi tameng kedua terlindunginya generasi dari pengaruh lingkungan. Yang terpenting adalah bagaimana peran negara dalam melindungi generasi. Ketiga sinergi ini saling bekerja sama dan mendukung terciptanya generasi produktif.

Penguasa juga wajib memfilter apa saja yang masuk dalam negeri, yang mempunyai potensi untuk merusak generasi, baik bentuknya pemikiran, akhlak, gaya hidup maupun hiburan lainnya.  Negara harus memberikan sanksi tegas terhadap pelaku yang yang menyebarkan konten negatif di ruang media maya.

Hal tersebut akan terpenuhi jikalau penerapan Islam dilakukan secara kafah oleh penguasa. Memahami Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan, spiritual maupun muamalah, termasuk perkara individu, masyarakat dan pemerintahan. Menerapkan syariat Islam pada lini kehidupan baik pendidikan, sosial, budaya, termasuk didalamnya perekonomian. Pastilah rasa khawatir orangtua akan sirna. Tak ada lagi dilema yang menghantui apabila diterapkannya Islam secara Kaffah. Wallahu ‘alam bi ash shawwab.

RIMA SEPTIANI

Komentar