Proyek Liberalisasi Global, Indonesia Jadi Tumbal ?

Proyek Liberalisasi Global, Indonesia Jadi Tumbal
MASITA

Bermula pada 1998, krisis keuangan yang terjadi di kawasan Asia berdampak pada stabilitas makroekonomi dunia. Ketika itu, organisasi tujuh negara ekonomi maju atau dikenal sebagai G7 dinilai gagal mencari solusi untuk meredam krisis ekonomi global. Kekecewaan komunitas internasional terhadap G7 melahirkan aksi lanjutan. Saat itu, negara-negara berpendapatan menengah dan memiliki pengaruh ekonomi sistemik diikutsertakan dalam perundingan internasional guna mencari solusi permasalahan ekonomi global. Pada akhirnya, perundingan tersebut menjadi cikal bakal lahirnya organisasi-organisasi Group of Twenty (G20) pada tahun 1999. G20 merupakan kelompok 20 ekonomi utama yang terdiri dari 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa.

Sebagai forum ekonomi utama dunia, G20 memiliki posisi strategis, lantaran secara kolektif mewakili sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia. Setelah terbentuk, G20 rutin mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tiap tahunnya, dimulai dari KTT G20 perdana tahun 2009 di Pittsburgh, AS.

Kapitalisme Akar Masalahnya

Indonesia patut di acungi jempol, dari seluruh Negara di Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu Negara yang masuk dalam kelompok G20 tersebut. Karena Indonesia selain memiliki sumber daya alam yang melimpah termasuk dalam deretan Negara terbesar yang memiliki jumlah penduduk yang banyak. Sehingga sangat pas jika laju perekonomiannya menjadi terdepan. Keberadaan G20 ini di usulkan untuk membahas tentang pusat perekonomian dunia yang digawangi oleh sistem kapitalisme sebagai tolak ukur aturannya. Jika ditelaah dengan seksama, keberadaan G20 ini justru membuka peluang besar bagi para investor masuk dan mengelola sumber daya alam yang ada.

Pasalnya, meski Indonesia masuk dalam kondisi baik dalam pertumbuhan ekonomi sedangkan dari segi PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia dalam keadaan stagnan. Beberapa tahun terakhir, peringkat PDB Indonesia tak bergerak dari posisinya sekarang. Indonesia mempunyai jumlah penduduk besar, dengan yang demikian Indonesia seharusnya bisa naik peringkat. Sayangnya, Negeri Katulistiwa masih kalah dengan beberapa negara berkembang lainnya. Guna menggenjot kekuatan ekonomi ini, Indonesia bisa berkaca kepada negara maju anggota G20 seperti Jepang dan Korea Selatan. Dan salah satu kunci utama keberhasilan negara maju, adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini yang perlu menjadi fokus Indonesia, sebab tak ada lagi negara maju yang hanya bertumpu kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), tetapi lebih mengandalkan kekuatan SDM.

Pendidikan menjadi sangat penting untuk diperhatikan, untuk menciptakan sumber daya manusia yang berdaya guna yang mampu mengembangkan berbagai macam teknologi industri produk barang dan jasa yang mampu bersaing di pasar bebas. Yang akan menjadikan suatu Negara menjadi maju dengan perekonomian yang baik.

Akan tetapi selama sistem kapitalisme masih di gunakan, dengan mengimingi berbagai macam dana bantuan baik sosial maupun pendidikan hingga pembangunan dalam suatu Negara, menjadikan Negara tersebut tidak akan mandiri dan percaya diri dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya yang dimiliki. Sebab, kapitalisme hanya menjanjikan kehancuran bagi para pemujanya. Karena aturan kapitalisme hanya ilusi bagi Negara berkembang.

Jika di lihat kembali, sudah sangat lama kapitalisme memimpin peradaban dunia, namun tak ada dampak yang baik bagi para pengikutnya. Yang terjadi hanya kerusakan bangsa, peperangan antar Negara dan yang terparah ialah merusak kepribadian individu atau masyarakat di dalamnya. Faktanya terjadi pada konflik antara Yaman dan Arab Saudi yang mana pengusung sistem ini lebih memilih berada di pihak yang menguntungkan dibanding mengatasi krisis di Yaman. Ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme hanya berlaku pada siapa yang memiliki kepentingan dan seberapa besar hasil yang diperoleh dari kepentingan tersebut.

Selain itu, kapitalisme tidak mampu menyelesaikan persoalan kehidupan yang ada. Justru membuka lebar bagi para Negara imperealis untuk mengobrak-abrik kekayaan alam yang ada dalam suatu bangsa untuk mengeruk sebanyak-banyaknya dengan dalih kerjasama bagi hasil dalam pengelolaannya. Dan ini membuka peluang untuk masuknya beragam budaya yang mengancam tumbuh generasi muda. Karena sebagian besar budaya liberalisasi milik asing akan menjadi contoh untuk kaum muda melaksanakan. Akhirnya akhlak mereka hilang tergadai oleh tipuan dunia dengan huru-hara kehidupan bebas ala barat. Serta pertahanan dan keamanan Negara akan semakin menurun, karena membuka peluang juga bagi bermacam kriminalitas mulai dari narkoba, perdagangan organ atau manusia, dan yang lainnya. Apalagi Indonesia dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat menjadikan ia sangat menarik di mata para kawanan elit. Alhasil berbondong-bondong pula para imperealis untuk masuk dan menawarkan bermacam produk di Indonesia, sehingga impor barang ataukah jasa semakin meningkat, dan produk buatan sendiri menjadi kalah dalam pasaran.

Islam Punya Solusi

Potret seperti ini menjadi catatan yang sangat jelas bahwa aturan menjadi dasar yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Kapitalisme sudah terbukti tidak mampu mewujudkannya, yang ada justru merusak tatanannya. Apalagi komunisme yang sudah lama tak bersuara karena keruntuhannya. Dan hanya islam satu-satunya yang mampu menyelesaikan persoalan yang ada. Islam mengatur tata cara mengelola sumber daya alam yang ada sebagaimana dalam hadist “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).” Begitu pun SDM yang tersedia, dengan memberikan pendidikan yang layak dan tidak menjauhkan individu dari aturan pencipta sehingga terciptalah individu yang jujur dan bertanggung jawab dalam bekerja.

Islam mampu mengatur perjanjian perdagangan antar Negara dengan seadil adilnya tanpa mementingkan individu ataukah kelompok semata. Islam meminimalisir terjadinya kesenjangan atau ketidaksejahteraan bagi rakyatnya efek dari perjanjian internasional yang dibuatnya. Sepatutnya islam menjadi pedoman bagi alam semesta raya yang menjadi rahmat atas seluruh alam baik muslim maupun non-muslim. Menjaga seluruh hubungan dan mengelola sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyatnya. Menebas kebathilan yang telah lama merajalela dan mengganti dengan syariat-Nya.

Dengan demikian tidak bisa disangkal, meski secara teoritis politik luar negeri Indonesia dilakukan dengan prinsip bebas dan aktif, dan turut serta menciptakan perdamaian dunia, tapi selama beberapa dekade terakhir politik luar negeri Indonesia senantiasa tunduk kepada kepentingan Amerika Serikat. Semua itu dilakukan dengan mengorbankan kepentingan rakyat, khususnya umat Islam. Padahal, yang dipakai oleh pemerintah untuk melayani kepentingan AS adalah sumberdaya milik rakyat.

Alhasil, daulah Khilafah akan mengakhiri politik luar negeri yang penuh nuansa kelemahan dan ketertundukan ini, diganti dengan pola baru dengan dasar Islam. Berdasarkan syariah Islam, Khilafah akan membangun hubungan dengan negara-negara lain baik di bidang ekonomi, politik, budaya atau pendidikan. Dalam seluruh urusan luar negeri, Khilafah akan memastikan bahwa dakwah Islam bisa disampaikan kepada seluruh umat manusia dengan cara yang terbaik. Wallahu a’lam

MASITA

Komentar