Ironi Keadilan di Negeri Hukum

Ironi Keadilan di Negeri Hukum
MARIANA, S.SOS (GURU SMPS ANTAM POMALAA- KOLAKA )

Penolakan Mahkamah Agung (MA) atas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril Maknun, 37, mantan guru perempuan asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia menjadi sorotan media-media internasional. Penolakan PK itu membuat Baiq tetap menjalani hukuman penjara. Kasusnya menjadi ironi hukum di Indonesia. Kasus ini bermula ketika dia merekam percakapan telepon dengan kepala sekolah yang jadi atasannya saat dia menjadi guru.

Rekaman itu untuk membuktikan bahwa bosnya melecehkannya secara seksual. Namun, Baiq justru dilaporkan ke polisi pada 2015 atas tuduhan pelanggaran UU ITE. Nuril berpendapat bahwa dia tidak menyebarkan rekaman itu. Menurutnya, ada seorang teman yang mengambil rekaman dari ponselnya. Media internasional yang berbasis di Amerika Serikat, seperti Reuters, Washington Post hingga New York Post ramai-ramai memberitakan kasus yang menjerat wanita tersebut. “Indonesia’s top court jails woman who reported workplace sexual harassment,” bunyi judul Reuters dan New York Post.

Iklan Pemkot Baubau

Terjemah judul itu adalah “Pengadilan tertinggi di Indonesia penjarakan wanita yang melaporkan pelecehan seksual di tempat kerja“.Media ternama Inggris, BBC, mengangkat judul; “Indonesian woman jailed for sharing boss’s ‘harassment’ calls“. Terjemah dari judul itu adalah; “Wanita Indonesia dipenjara karena berbagi penggilan ‘pelecehan’ atasan.” (sindonews.com, Sabtu, 6 Juli 2019).

Ironi, hukum yang seharusnya memberi keadilan pada setiap insan di muka bumi ini harus ternodai dengan kasus Baiq nuril. Baiq Nuril telah tertikam dengan hukuman yang harusnya memberikan keadilan pada dirinya. Senyuman dusta dari penegakan hukum menyertai langkahnya mancari keadilan. Baiq Nuril hanyalah rumput kecil diantara alang-alang dan pepohonan di sabana, daerah tropis yang sejuk tapi hukumnya justru tidak memberi kesejukan pada penghuninya.

Dimana sang korbanlah yang harus menerima hukuman. Ini sebuah kelucuan sepertinya kita tengah hidup dibelantara hutan rimba, dimana yang kuat berhak untuk memangsa yang lemah dan yang lemah harus pasrah menerima takdirnya. Pintu keadilan tidak dapat diketuk ketika yang berbicara adalah insan yang tidak memiliki kekuatan apakah berupa jabatan atau uang yang banyak.

Tragis memang, ketika yang salah justru dibenarkan dan ketika yang benar justru disalahkan. Pada akhirnya, kejahatan akan makin menggila, karena sang korban yang melaporkan kejahatanlah yang akan dituduh bersalah, sebab dia telah menjerit meminta pertolongan tapi justru dialah yang dituduh menyebarkan tindak kejahatan. Sungguh tidak masuk akal di wilayah sekelas manusia dapat terjadi bencana hukum yang melukai nurani dan akal sehat.

Dimana kejahatan menari diatas kebaikan, senyuman mengejek dan merendahkan tersungging dibibir para penjahat sebab mereka telah berhasil mengaburkan citra baik hukum dimata dunia. Tentu pesta kegilaan dan kepongahan yang ditampilkan di depan layar secara transparan tidak dapat terus dibiarkan, berapa juta lagi orang-orang seperti Baiq Nuril menjadi korban dari buruknya hukum yang diterimanya.

Ketika hukum tidak lagi memberi kepastian dan keadilan, lalu kemana rakyat kecil seperti Baiq Nuril mengadu? Kita telah belajar banyak dari berjuta kasus yang bermunculan bahwa legitimasi hukum berdasarkan kekuatan akal manusia cenderung lemah dan tidak memuaskan bahkan terpengaruh dengan kepentingan pembuatnya, meski dengan embel-embel dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Nyatanya perlu dipertanyakan rakyat yang mana yang dimaksud.

Ketika seseorang tidak memiliki modal alias uang dan jabatan kekuasaan maka keadilan itu tidak akan didapatkan. Keadilan itu berpihak pada mereka yang memiliki modal sebaliknya yang tidak memiliki, mereka akan tersingkir. Sistem ini diperparah dengan kedustaan pada agama, ketika penyembahan dan rasa takut pada pencipta itu diserahkan pada individu masing-masing dan dalam ranah privasi tidak boleh diurusi oleh Negara dan tidak berlaku dalam ranah publik. 

Akibatnya, kecurangan dan kejahatan adalah hal biasa, permainan dalam dimensi manusia. Maka wajar jika kejahatan itu menjadi pemenangnya sebab bisa jadi mereka terorganisir dan memiliki kekuatan modal. Menzalimi manusia dan berlaku arogan pun menjadi sah dilakukan ketika agama itu harus dipisahkan dari peraturan manusia. Termasuk kebebasan yang dijamin dalam pengertian asalkan tidak menganggu orang lain. Kenyataannya jika kamu memiliki modal maka dibiarkan bebas untuk melakukan apapun, termasuk melanggar hak orang lain.

Setiap kejahatan pun dapat disembunyikan asalkan memiliki kekuatan modal. Mata rantai kejahatan adalah sistem itu sendiri, karena itu untuk menghentikannya harus memutus mata rantai itu.  Baiq Nuril  dan orang-orang yang sepertinya yang menuntut keadilan, tidak akan pernah tercapai selama sistem kapitalisme sekulerisme liberalis masih tetap bercokol dinegeri sejuta cita bagi penghuninya.

Pada masa Islam ada beberapa kasus hukum yang penting untuk diambil pelajaran bagi manusia yang hidup di zaman modern saat ini. Alkisah pada zaman Ali, terjadi suatu peristiwa yaitu Ali kehilangan baju besinyadalam suatu peperangan. Kemudian setelah masa damai dan aman baju tersebut dilihat oleh Ali dipakai oleh seorang Yahudi. Ali mengadukan kasus ini ke pengadilan dengan tuduhan bahwa Yahudi itu telah mencuri baju besi miliknya.

Pengadilan saat itu dipimpin oleh hakim agung Abu Ubaidah, segera menggelar perkara dengan penggugat Khalifah Ali dan tergugat seorang yahudi. Yahudi itu mengatakan bahwa baju besi itu miliknya.

Sedang Ali sebagai penggugat juga mengatakan demikian, yang jatuh pada suatu peperangan. Hakim berkata kepada Ali : “karena anda yang menggugat, saya minta kepada anda supaya mendatangkan seorang saksi yang dapat membuktikan bahwa baju besi ini milik anda”. Khalifah Ali lantas memanggil anaknya Hasan dan Husein untuk bersaksi bahwa baju besi itu milinya. Kata hakim “Keluarga sendiri tidak dapat dijadikan saksi pada perkara ini”.

Karena penggugat tidak dapat mendatangkan saksi, maka hakim memutuskan bahwa pemilik baju besi itu adalah orang yahudi. Ali sebagai pimpinan tertinggi umat isalm saat itu menerima putusan hakim dengan senang hati, sekalipun beliau yakin seyakinnya, bahwa baju besi itu miliknya. beliau tunduk kepada hakim sekalipun beliau adalah penguasa tertinggi. Jadi hukum pada masa itu tidak pandang kamu siapa, tapi benar-benar ditegakkan keadilannya, tidak ada satu orang pun yang kebal hukum.

Berikutnya, diceritakan dalam ar-Rahiq al-Makhtum karya Syaikh Shafiyurrahman Mubarakfury, bahwasanya ada seorang wanita Arab yang datang ke pasarnya orang Yahudi Bani Qainuqa. Dia duduk di dekat pengrajin perhiasan.

Tiba-tiba beberapa orang di antara mereka hendak menyingkap kerudung yang menutupi wajahnya. Diam-diam tanpa diketahui Muslimah tersebut, pengrajin perhiasan ini mengikat ujung jilbabnya, dan ketika ia bangkit, auratnya seketika itu juga tersingkap. Muslimah ini spontan berteriak dan seorang laki-laki Muslim yang berada di dekatnya melompat ke pengrajin perhiasan itu dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi kemudian membalas dengan mengikat laki-laki Muslim tersebut lalu membunuhnya.

Kejadian ini membuat kesabaran Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam habis ketika sebelumnya mereka berupaya mengadu domba Aus dan Khazraj sehingga hampir saja di antara kedua suku ini terjadi peperangan, mengganggu kaum Muslimin dan mengabaikan nasihat Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam.

Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam bersama pasukan kaum Muslim berangkat menuju tempat Bani Qainuqa dan mengepung mereka dengan ketat.Bani Qainuqa yang pongah dan sombong ini akhirnya bertekuk lutut dan menyerah setelah dikepung selama 15 hari. Allah Subhanahu Wata’ala memasukkan rasa gentar dan takut ke dalam hati orang Yahudi ini.

Hampir saja semua kaum laki-laki Bani Qainuqa ini dihukum mati oleh Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam. Namun keputusan itu berubah ketika dedengkot kemunafikan, Abdullah bin Ubay mendesak Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam untuk memaafkan mereka.

Dan akhirnya Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam bermurah hati dan memerintahkan Bani Qainuqa ini untuk pergi sejauh-jauhnya dan tak boleh lagi tinggal di Madinah. Ini adalah  salah satu contoh perlindungan terhadap perempuan pada masa Islam.

Karena itu, bertahan dengan sistem yang rusak adalah kedunguan yang berlebihan. Manusia yang cerdas dan memiliki nurani harus beranjak dari singgasana kejumudan, ketika dia tidak menemukan cahaya yang terang dalam hidupnya untuk berpijak. Maka dia harus mencari jalan lain, agar menemukan cahaya untuk mengatasi setiap masalah yang dihadapinya. Karena itu Islam menawarkan seperangkat aturan yang memberikan cahaya termasuk keadilan pada manusia. Wallahu ‘alam ( ***)

MARIANA

Komentar