Islam Tuntas, Memberantas Narkoba

Kembali dunia kepolisian dihebohkan dengan tertangkapnya seorang aparatur negara karena mengkonsumsi narkoba jenis Sabu. Dilansir dari Zonasultra.com Salah satu anggota Kepolisian Resor (Polres) Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) Ipda Abdul Rasak dinyatakan positif mengonsumsi narkotika jenis sabu usai menjalani tes urine bersama 128 personel Polres Konawe, Jumat (19/7/2019).

Hal ini kemudian dibenarkan oleh Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat (Penmas) bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sultra Kompol Agus Mulyadi. Polda Sultra Kompol Agus Mulyadi menerangkan, hasil pemeriksaan terhadap polisi yang bertugas sebagai Kepala Seksi Hubungan Masyarakat (Kasi Humas) Polsek Sampara tersebut, urinenya positif mengandung ampetamine dan metampetamine. “Yang bersangkutan mengaku menggunakan narkoba jenis sabu pada awal Juli 2019 di Kota Kendari. Namun, setelah dilakukan penggeledahan di dalam mobilnya, tidak didapatkan barang bukti alias nihil,” beber Kompol Agus dalam rilis tertulisnya, Jumat (19/7/2019).

Iklan Pemkot Baubau

Maraknya penggunaan narkoba di kalangan kepolisian maupun masyarakat pada umumnya tidak lain adalah adanya faktor lingkungan, mudah dalam mengakses barang tersebut biasanya melaui selundupan dan ketiga hukuman yang diberi kepada pengguna narkoba masih tergolong lemah hukum. Dari beberapa faktor inilah maka tidak mengherankan jika tak hanya pelajar ataupun masyarakat bahkan sekelas aparatur negara bisa terjerat kasus narkoba.
Sekulerisme Memicu Maraknya Penggunaan Narkoba.

Penggunaan narkoba di tubuh para oknum aparat negara sebenarnya bukan kali ini saja terjadi, terutama di Sulawesi Tenggara. Ditahun 2015 dua oknum anggota Polres Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra), positif mengonsumsi narkoba jenis sabu. Hal itu berdasarkan hasil tes urine terhadap 13 anggota Polres Muna.(google.com/amp/s/amp.kompas.com/regional/read/2015/02/11/15214901/Positif.Narkoba.Dua.Polisi.di.Sultra.Diancam.Penundaan.Kenaikan.Pangkat).

Kemudian di tahun 2018 ratusan personel Polda Sulawesi Tenggara mengikuti tes urine yang digelar secara acak di satuan kerja dari Bidang Propam Polda Sultra. Hasilnya, empat anggota terindikasi positif mengonsumsi narkoba (m.detik.com/news/berita/d-4319217/4-anggota-polda-sultra-positif-narkoba).

Maraknya tingkat penggunaan narkoba diranah kepolisian justru menjadi tamparan bagi para penegak hukum. Pasalnya kepolisian sendiri merupakan aparatur sipil negara yang bertugas untuk mengamankan serta memberantas peredaran serta penggunaan narkoba.

Namun di sisi lain justru pihak dari tubuh kepolisian sendiri menjadi bibit rusaknya kalangan remaja atau masyarakat pada umumnya dengan penyalahgunaan obat-obat terlarang.
Padahal perlu diketahui bahwa dalam UU No. 2 Tahun 2002 pasal 13 telah tertuang Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu;

  1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
  2. Menegakkan hukum, dan
  3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Maka dari sini patut kita pertanyakan kinerja kepolisian yang teridentifikasi positif narkoba, bagaimana mereka mau menjaga, melindungi serta memberi rasa aman kepada masyarakat jika hal tersebut mereka langgar. Inilah urgensinya dari pemahaman yang memisahkan agama dari kehidupan (Fasluddin ‘anil hayah) dimana urusan agama tidak diberlakukan dalam kehidupan baik urusan ekonomi, politik, sosial dan lain-lain.

Hukum sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) inilah yang tidak mengindahkan halal dan haram yang ditetapkan syariah. Akibatnya hawa nafsu dan berbagai kepentingan manusialah yang mengatur urusannya sendiri bahkan mengatur negara sekalipun. Maka tidak heran liberalisme (paham kebebasan) menggurita dikalangan kepolisian bahkan sampai ke masyarakat untuk melakukan tindak kejahatan. Bahkan sekalipun dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, namun hal ini tidak mampu memberi efek jera kepada pelaku tindak kriminal.

Selain itu adanya pemisahan agama dari kehidupan, akan semakin memicu adanya tingkat kejahatan di tengah-tengah masyarakat. Maka disinilah warning nya, ketiadaan sanksi hukum yang mampu memberi efek jera selain dengan menerapkan islam sebagai aturan hidup. Karena itu tidak mengherankan jika kasus penggunaan serta peredaran narkoba sampai saat ini masih menjadi PR besar bagi pihak kepolisian. Begitu pun halnya dalam membongkar sindikat atas penyelundupan obat-obat terlarang yang masuk di Indonesia.

Islam sebagai Solusi Tuntas Dalam Memberantas Narkoba
Islam tak hanya sebuah agama spiritual belaka yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliq nya. Islam hadir di dunia ini sebagai Rahmatan lil’alamin yaitu sebuah ideologi yang memiliki seperangkat peraturan untuk mengatur seluruh kehidupan manusia.

Sebagaimana pandangan islam tentang narkoba dan bahayanya, maka menurut para ulama, narkoba adalah sesuatu yang bersifat mukhoddirot (mematikan rasa) dan mufattirot (membuat lemah). Selain itu, narkoba juga merusak kesehatan jasmani, mengganggu mental bahkan mengancam nyawa. Karena itu, hukum penggunaan narkoba diharamkan dalam islam.

Dalam kitab al-fatawa al-kubra, ibnu taimiyah juga mengatakan bahwa segala sesuatu yang bisa menghilangkan keasadaran akal itu adalah haram, meskipun tidak sampai memberi efek memabukkan. Mengonsumsi sesuatu yang menghilangkan akal adalah haram berdasarkan ijma’ kaum muslimin.
Sebagaimana hal itu diperkuat pula dengan Firman Allah SWT :

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).
Oleh karena itu, dibutuhkannya sistem hukum yang mampu memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan narkoba baik pencandu, pengedar apalagi bandar. Sebuah sistem hukum yang kebal uang dan berfungsi sebagai pemberi efek jera kepada pelaku kejahatan tanpa terkecuali. Sistem hukum seperti ini bisa kita dapatkan jika kita menginduk kepada aturan Islam.

Syaikh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-‘Uqûbât menyatakan, tidak ada pemaafan atau pengurangan hukuman. Beliau juga menyatakan, jika vonis telah ditetapkan maka hal tersebut mengikat seluruh masyarakat sehingga tidak boleh dibatalkan, dihapus, dirubah atau diringankan ataupun yang lain, selama vonis itu masih berada dalam koridor syariah. Wallahu A’lam Bishshowab.

Hamsina Halisi Alfatih

Komentar