Film Dua Garis Biru yang baru tayang beberapa waktu lalu menuai kontroversi. Sehingga, memunculkan petisi untuk menolak film tersebut. Petisi ini digagas oleh Gerakan Profesionalisme Mahasiswa Keguruan Indonesia (Garagara guru) di change. org. Mereka menilai ada beberapa scene di trailer yang menunjukkan situasi pacaran remaja yang melampaui batas. Menurut mereka tontonan tersebut dapat mempengaruhi masyarakat khususnya remaja untuk meniru apa yang dilakukan adegan di film.
Namun, berbeda dengan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani, ia mengatakan film dua garis biru dapat menjangkau remaja Indonesia lebih luas dengan generasi berencana (genre), (ANTARA ). Hal Senada juga disebutkan oleh Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Reproduksi Dwi Listyawardani, mengatakan bahwa film tersebut bisa menjadi edukasi kesehatan reproduksi remaja yang menonton.
Namun, berbeda pula saat kita menempatkan film dua garis biru tersebut dengan standar Islam. Tentunya film tersebut dinilai merusak generasi muda. Karena sejatinya manusia sudah diberikan potensi naluri berkasih sayang, sehingga tidak perlu diberikan tontonan seks edukasi pun mereka mampu menjalankan tugasnya dengan naluri tersebut melalui cara yang halal yaitu pernikahan.
Propaganda liberalisme
William Ewart Gladstone ( 1809 – 1898 ), mantan perdana Menteri Inggris mengatakan percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu menguasainya selama di dada pemuda-pemuda Islam bertengger Alquran. Tugas kita sekarang adalah mencabut Alquran dari hati mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad dari pada seribu meriam. Oleh karena itu tanamkan ke dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks”.
Jadi, tujuan utama propaganda liberalisme penjajah adalah untuk melemahkan kekuatan Iman kaum muslim khususnya remaja.
Dalam sistem kapitalis sekuler yang begitu menggaungkan kebebasan (liberalisme ) tidak mengherankan jika pergaulan bebas, pacaran, campur baur, bahkan hamil diluar nikah merupakan sesuatu yang lumrah terjadi. Hamil diluar nikah pun tidak lagi dianggap tabu karena seks bebas adalah sebuah kewajaran dilakukan oleh muda-mudi yang berpacaran. Mereka tidak lagi menghiraukan batas dan norma-norma yang dilarang oleh agama, begitu pula dalam film dua garis biru tersebut. Sudut pandang agama tidak lagi dijadikan sebagai tolak ukur dalam menghukumi sebuah perbuatan.
Masyarakat Indonesia yang merupakan mayoritas muslim, menjadi sasaran empuk bagi penggiat liberalisme. Masyarakat digiring untuk meninggalkan tuntunan agama dan lebih cenderung untuk meniru apa yang mereka lihat ( ditontonya).
Disadari atau tidak, gambar, termasuk film, mempunyai kesempatan yang lebih baik, dan jauh lebih cepat ditangkap pesannya oleh masyarakat dibandingkan dengan membaca buku. Film lebih mudah diterima masyarakat untuk membuat orang memahami pesan-pesan tertentu. Maka, tidak heran jika film kerap kali dijadikan sebagai sarana propaganda liberal dalam hal ini adalah propaganda pergaulan bebas.
Jika para remaja tidak memiliki pondasi keimanan yang kuat untuk menyaring gempuran tontonan yang disodorkan oleh media, maka akan dengan mudah mereka terjerumus ke dalam kemaksiatan. Dengan demikian, kaum kafir penjajah akan lebih mudah menaklukkan kaum muslim dan menguasai sumber daya manusia. Sehingga, paham liberalisme yang mereka bawa akan tertanam kuat dalam jiwa para generasi muda.
Yang menjadi salah satu faktor keberhasilan propaganda liberalisme adalah mereka menanamkan kecintaan terhadap materi dan seks. Selain itu, ada faktor internal, yaitu lemahnya iman para generasi muda. Sehingga, mereka terbuai cinta dengan pacaran yang menggiring mereka dalam tindakan mendekati zina.
Padahal Allah telah mengingatkan kepada manusia dalam firmannya Dan janganlah kamu mendekati zina.’ sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan sesuatu jalan yang buruk. ( QS. AL isra 32).
Zina termasuk salah satu dosa besar miliki sanksi keras bagi para pelakunya perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali Dera. Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah jika beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang” (QS. An Nur (24).2.
Islam Punya Solusi
Remaja adalah tonggak perubahan bangsa. Dipundaknya lah kemajuan satu bangsa dibebankan. Namun, apa jadinya jika generasi penerus kepemimpinan bangsa ini rusak? Tentunya masa depan bangsa tersebut akan suram. Untuk itulah Islam memberikan beberapa cara supaya para penerus generasi bangsa tidak terperosok ke jurang kehancuran dikarenakan pergaulan bebas.
Pertama: Memahamkan kepada mereka pergaulan sehat ala Rasulullah, yang takut akan azab Allah. Sehingga, menghindari khalwat (berdua-duaan)
Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat (berdua-duaan) kecuali jika wanita itu disertai mahramnya (HR Bukhari).
Kedua : Menghindari ikhtilat(campur Baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom). (QS. Al-ahzab 53)
Ketiga : Menutup aurat. Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangannya. (QS. Al-ahzab, 59).
Keempat : Menundukkan pandangan. Dengan menundukkan pandangan, maka para generasi akan mampu memfokuskan diri kepada hal-hal positif, dan terhindar dari pergaulan bebas. (an-Nur( 24): 30 – 31 ).
Kelima : Menjadikan sifat malu sebagai Perisai Diri menanamkan rasa takut kepada Allah dalam kondisi sendiri atau di tempat umum serta menjadikan halal-haram sebagai tolak ukur dalam melakukan perbuatan.
Dengan terbentuknya kepribadian Islami dalam diri remaja muslim maka mereka akan tumbuh menjadi generasi yang tangguh, cerdas, bertanggung jawab. Dalam hal ini perlu adanya perhatian dari orang tua, kontrol masyarakat dan peran negara untuk menerapkan aturan Allah dan mencegah sumber maksiat lainnya, salah satunya adalah dengan mencegah tayangan-tayangan yang dapat merusak moral, akhlak dan Aqidah para generasi muda. Wallahu A’lam Bishawab
DEWI SARTIKA
Komentar