Mimpi buruk bagi inovator di negeri yang memimpikan negaranya bisa maju kedepan dengan hasil karya sendiri. Seperti yang dialami Tengku Munirwan, malang nian nasib kepala desa ini, Beliau sukses mengembangkan benih padi unggul namun berujung jeruji besi. (Tribunjabar.Id, 26 Juli 2019). Sebagaimana yang di lansir dari media Desapedia.Id, Muksalmina Asgara selaku ketua DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia(APDESI) Provinsi Aceh menjelaskan bahwa bibit padi IF8 sebenarnya telah di launching pada tahun 2017 oleh Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh saat itu. Kemudian benih ini di kembangkan oleh Tengku Munirwan dan menjadi andalan produk unggulan desanya yang dipasarkan melalui BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). Namun sayangnya, saat ini kemampuan BUMDES masih terbatas dalam akses, khususnya perizinan Pemda dan Pemprov Aceh melalui dinas terkait. Dimana dinas terkait tidak pernah berupaya memfasilitasi agar mereka mampu. Yang terjadi malah sebaliknya, penanganannya langsung dititik beratkan pada proses hukum.
Jika hal ini terus berlangsung maka dapat membunuh kreatifitas masyarakat dan dapat menciptakan rasa khawatir dikalangan masyarakat untuk berinovasi. Menurut Alfian, Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh. Ia menduga, pelaporan terhadap Munirwan ini karena ada kepentingan menyingkirkan bibit IF8, padahal Dinas Pertanian semestinya sebagai regulator dan fasilitator dalam pengembangan benih ini. “Pengembangan bibit ini [IF8] bikin ada yang terancam,” kata Alfian kepada reporter Tirto, Selasa (30/7/2019).
Bagai buah simalakama, begitu diibaratkan nasib para inovator dinegeri ini. Hendak hati ingin menjadi tulang punggung ekonomi bangsa melalui karyanya, malah harus mendapat persekusi. Padahal tujuan utama Tengku Munirwan mengembangkan bibit unggul jenis IF8 tersebut adalah supaya petani terutama di desa Meunesah Rayauk dan sekitarnya mampu meningkatkan hasil produksinya. Sehingga dapat menambah pendapatan petani yang bermuara pada kesejahteraan dan kemakmuran petani. Mengapa ini bisa terjadi?
Kasus diatas seharusnya menjadi wewenang pemerintah. Pemerintah yang bertanggung jawab melakukan pendampingan untuk pengembangan kemajuan di sektor pertanian. Namun, cengkeraman korporasi asing untuk menguasai dan memonopoli pasar agar dieksploitasi demi keuntungan mereka terlihat jelas didepan mata. Jika kita berharap pada negara untuk memajukan dan memakmurkan petani dengan masih menggunakan paradigma berpikir rezim kapitalis neolib dalam mengatur kehidupaan rakyat tentu akan nihil hasilnya. Negara terkesan gagal dan menutup ‘kran’ kreatifitas rakyat untuk mengembangkan kemampuannya. Harapan untuk mendirikan ekonomi kreatif melalui kreatifitas anak bangsa yang dimasifkan oleh rezim saat ini hanya mimpi belaka. Hal ini akan membuka kran impor seluas-luasnya bagi korporasi kapitalisme untuk mendominasi produksi di pasar. Kapitalisme sama sekali tidak memikirkan orang-orang yang dengan segala keterbatasannya terpaksa tersingkir keluar dari rantai distribusi.
Kapitalis Sekularisme pangkal Kerusakan sebagai warisan penjajah Barat, kapitalis sekularisme merupakan paham yang rusak karena jelas-jelas menolak peran agama dalam kehidupan khususnya politik. Sekularisme melenyapkan aspek spiritual dan hanya menonjolkan pertimbangan materi. Akibatnya , kekuasaan pun hanya dijadikan alat untuk meraih keuntungan materi, bukan untuk melayani kepentingan rakyat dan mewujudkan kemaslahatan mereka sebagaimana yang Islam perintahkan. Sekularisme yg lahir dari rahim kapitalisme menipu rakyat dengan konsepnya bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Faktanya, pemilik modalah yang mengendalikan para penguasa akibatnya penguasa sering abai terhadap rakyat. Mereka lebih banyak memperkaya diri dengam perilaku yang koruptif.
Di dalam Islam, Inovasi dari ilmuan diapresiasi bukan malah dikriminalisasi, baik dibidang sains maupun teknologi. Pertanian merupakan sektor yang mendapat perhatian besar dalam Islam. Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam membangun pertanian di masa kejayaan Islam kala itu. Faktor tersebut di antaranya :
Faktor Ruhiah
Islam memberikan dorongan ruhiah yang besar untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam bebijian atau pepohonan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon atau menanam pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tarmidzi dan Ahmad)
Dari hadits tersebut mamacu kaum muslimin berlomba-lomba untuk turut serta menjadi individu yang memberikan manfaat bagi makhluk lainnya. Dorongan keimananlah yang berperan pada aspek ruhiah, sehingga kaum muslimin kala itu tidak hanya mengejar keuntungan semata namun juga membentuk kehidupan yang bermanfaat dengan didasarkan pada keimanan yakni memperoleh pahala.
Peran Kebijakan Negara
Peran negara yang menjalan sistem ekonomi Islam juga amat penting dan berperan besar. Hasilnya kaum muslim berhasil meraih kegemilangan di sektor pertanian serta memberi kontribusi besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia selama berabad – abad. Negara khilafah memberi dukungan kepada para inovator untuk mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi, termasuk di bidang pertanian dengan membangun banyak laboratorium, perpustakaan dan lahan-lahan percobaan. Para ilmuwan diberi berbagai dukungan berupa dana penelitian, selain penghargaan atas karya mereka. Lalu lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor di bidang pertanian. Salah satunya adalah Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan, tinggal di Seville. Ia menulis buku Kitab al-Filanah yang menjelaskan tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan; hama dan penyakit serta penanggulangannya; teknik mengolah tanah; sifat-sifat tanah; karakteristik dan tanaman yang cocok; juga tentang kompos
Tujuan sistem pemerintahan Islam dalah untuk beribadah kepada Allah SWT dibawah kepemimpinan seorang khalifah. Sistem Islam inilah yang akan mewujudkan ketenteraman dengam menjamin keamanan, jaminan kebutuhan pokok dan keadilan di dalam negeri. Wallahu a’lam bishowab.
JUMRIATI FATHIA
Komentar