Salah satu penunjang majunya sebuah bangsa adalah ketika generasi mudanya terdidik dan berakhlakul karimah. Namun apa jadinya suatu bangsa jika hampir seluruh generasi mudanya terpapar liberalisme-sekulerisme?.
Tercatat setidaknya 12 kasus pernikahan anak di camp pengungsian korban gempa dan tsunami yang tersebar di Palu, Sigi, dan Donggala di Sulawesi Tengah, korban gempa ini disebut sebagai “fenomena gunung es”, mengingat terdapat 400 titik pengungsian yang tersebar di lokasi bencana dan belum semuanya ‘terjamah’ oleh Pegiat Hak Perempuan dan Perlindungan Anak, (kompas.com).
Kasus yang tak kalah mencengangkan pula terjadi di Balikpapan. Seorang remaja tega membunuh bayinya, dengan alasan belum siap nikah dan punya anak. Pembunuhan terhadap anaknya sendiri yang dilakukan oleh remaja berinisial SNI (18) di dalam toilet Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Beriman pada Rabu 24 Juli mendapat kritikan pedas dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan mengapa pelaku bisa tega membunuh dengan keji terhadap buah hatinya yang ia lahirkan. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tewas setelah mulutnya disumpal tisu toilet dan tali pusarnya dicabut. Setelah tewas, jasad bayi dimasukkan kedalam kantong plastik dan berencana membuangnya di luar. Aksinya pun ketahuan petugas rumah sakit saat hendak melarikan diri, (Okezone.com).
Inilah potret buram akibat tidak diterapkannya sistem islam yang mengatur kehidupan manusia, sehingga liberalisme kian menggurita sampai menggilas kehidupan generasi muda sebagai tombak kemajuan bangsa. Apakah cukup mengherankan? Tidak sama sekali, sebab kebebasan berprilaku amoral dalam dunia remaja telah terjamin dalam sistem demokrasi sekuler. Kebebasan berprilaku tersebut merupakan asas atas jaminan dari demokrasi sekuler, bahwasanya melanggar aturan agama bukan lagi sebuah ketakutan melainkan hal yang wajar dan sah-sah saja. Namun faktanya hal ini justru menghilangkan fitrah manusia sebagai makhluk Sang Pencipta yang lemah dan terbatas.
Maka lihatlah, dengan tidak diterapkannya aturan Islam saat ini, kebebasan berperilaku hingga menjerumus ke pergaulan bebas semakin mengintai generasi bangsa. Sehingga remaja semakin kehilangan jati dirinya sebagai agen pembawa perubahan bagi negara dan agama. Dan hal ini tentu merupakan sebab akibat dari gagalnya pemerintah dalam mendidik generasi muda di negri ini.
Negara Gagal Mendidik Generasi Muda
Apa yang terjadi dengan generasi muda kita saat ini, tak lepas dari kegagalan negara dalam melakukan penjagaan serta pembinaan terhadap mereka. Negara membiarkan adanya pemikiran dan gaya hidup Sekular-Liberal yang mengepung generasi melalui berbagai sarana. Bahkan negara terkesan menfasilitasi masuknya pemikiran-pemikiran dan budaya-budaya Barat yang dapat merusak pemikiran dan gaya hidup para generasi muda.
Faktor lain yang menjadi penyebab makin langgengnya Sekulerisme-Liberalisme dikalangan remaja adalah tersedianya informasi bebas akses seperti situs-situs porno, serta pengaruh globalisasi dari budaya Barat yang memicu rusaknya pribadi generasi muda. Contohnya saja pengaruh Koreanwave, bagai arus gelombang, pengaruh Koreanwave seperti drama, film serta musiknya yang seakan-akan menghipnotis remaja-remaja di negeri ini untuk berkiblat kepada para idolanya. Alhasil akibat pengaruh akses informasi yang begitu mudah, serta pengaruh Koreanwave dan sebagainya, kemaksiatan dikalangan remaja pun tak terhindarkan. Lihat bagaimana kebebasan remaja dalam pergaulan bebas, melakukan seks bebas hingga hamil diluar nikah tanpa ikatan pernikahan yang syar’i. Narkoba, tawuran, pembegalan, dan tindakan-tindakan anarkis lainnya yang kebanyakan pelakunya adalah dari kalangan remaja.
Lalu, bagaimana peran Negara dalam membentengi pergaulan remaja? Mungkin negara bisa menjera dengan hukuman atau pasal yang berlaku, tetapi hal ini tidak akan mampu mengurangi tingkat kejahatan maupun pengaruh pergaulan bebas dikalangan remaja. Oleh karena itu negara haruslah meminimalisir hal ini dengan cara membatasi informasi terkait situs-situs porno, meniadakan adanya pengaruh budaya Barat salah satunya adalah Koreanwave kemudian menekankan Pendidikan Islam berbasis akidah di sekolah-sekolah. Karena jika negara berlepas tangan untuk permasalahan generasi muda yang terpapar sekulerisme-liberalisme ini, maka karakter anak bangsa yang bertanggung jawab akan suslit terbentuk sesuai dengan apa yang diharapkan.
Solusi Islam Mengatasi Pengaruh Liberalisme-Sekularisme
Sekularisme merupakan sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan, maka tak heran liberalisme (paham kebebasan) menjamur dikalangan generasi muda. Sehingga kemaksiatan bukan lagi hal yang tabu untuk dibahas maupun dipertontonkan. Maka hadirnya Islam sebagai agama dan juga Ideologi memberi batasan serta aturan dalam bertingkah laku. Hal ini tentu untuk memuliakan fitrah manusia, terlebih lagi bagi kalangan generasi muda yang merupakan aset bangsa dan juga agen pembawa perubahan. Mari kita tengok sejarah keemasan Islam yang melahirkan generasi/pemuda tangguh yang mendedikasikan hidupnya untuk kegemilangan Islam.
Sebut saja Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang ksatria berkuda muslimin paling berani di saat usianya baru menginjak 17 tahun. Dikenal sebagai pemanah terbaik, sahabat utama yang pertama kali mengalirkan darahnya untuk Islam. Ada lagi Zaid bin Tsabit, ia mendaftar jihad fi sabilillah sejak usia 13 tahun. Seorang pemuda jenius yang mahir baca-tulis. Hingga Rasulullah memerintahkannya menghimpun wahyu ketika usianya 21 tahun. Yang lebih fenomenal lagi adalah sosok pemuda yang saat itu masih berusia 12 tahun sudah diangkat sebagai Sultan. Dan disaat usianya mencapai 21 tahun beliau telah menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Dialah sosok Sultan Muhammad Al Fatih selain merupakan panglima perang beliau juga memiliki kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika dan menguasai 6 bahasa.
Ini hanya contoh beberapa pemuda dari banyaknya sosok pemuda-pemuda yang dilahirkan oleh Islam. Maka untuk memiliki karakter serta kepribadian layaknya pemuda-pemuda tersebut, generasi muda ini haruslah dididik dengan kepribadian Islam, menanamkan pemahaman akidah Islam agar pola pikir dan pola sikapnya sejalan. Maka dengan begitu pengaruh Sekularisme-Liberalisme tidak akan mudah merusak pemikiran serta akhlak mereka. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah.” (HR Ahmad, Thabrani dalam al-Mu`jamul Kabir dan lainnya).
Mengenai kata shabwah dalam hadis di atas, dijelaskan dalam kitab Faidhul Qadir (2/263) sebagai pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya. Hadist ini menjelaskan setidaknya menjadi pemuda yang diharapkan oleh bangsa dan agama serta memiliki nilai dimata Allah SWT adalah mereka yang mampu mengalahkan hawa nafsunya. Dan pentingnya lagi adalah negara sebagai pemegang andil atau kekuasaan wajibnya menerapkan Islam sebagai aturan hidup. Karena hanya Islamlah yang mampu membentuk karakter generasi/pemuda yang berkepribadian Islam, bertanggung jawab, terdidik serta memiliki kiyadah fikriyah Islam dan al-fikrual mustanir. Wallahu a’lam bishshowab.
HAMSINA HALISI ALFATIH (KORDA MUSLIMAH KARIM KENDARI)
Komentar