Kesetaraan Gender Ancam Tatanan Keluarga

HASRIANTI (MAHASISWI P. KIMIA UHO)


“Perempuan Harus Setara dengan Laki-laki. Bunyi kampanye di atas digaungkan para aktivis feminis melalui pajangan poster tepatnya pada hari perayaan Women March Day. Sejak hegemoni Barat mulai bercokol di negeri kaum muslimin sedikit demi sedikit dominasi syari’at islam bergeser ke ranah privat dan hanya diminati oleh kaum minoritas.   

Di antara produk pemikiran Barat yang tengah giat disosialisasikan yakni kesetaraan gender. Isu yang menghendaki hancurnya batas-batas peran antara perempuan dan laki-laki, baik dalam status sosial serta peran di masyarakat. Hal ini dijajakan oleh para aktivis feminisme yang tidak lain adalah anak kandung liberalisme, yaitu sebuah ideologi kebebasan secara mutlak.

Iklan Pemkot Baubau

Sesungguhnya perempuan dalam pusaran industri kapitalistik, hanya dijadikan komoditi penghasil materi yang menguntungkan para pemodal. Keberadaanya seolah menjadi kelas nomor wahid di kehidupan sosial masyarakat, nampak seperti barang ekonomi menggiurkan.

Keliru Memandang Kesetaraan Gender

Hasil pertemuan PBB mengemukakan adanya ketidaksetaraan gender dalam lingkup keluarga. Mereka menilai bahwasanya kemajuan perempuan dunia mampu mengembangkan ekonomi, dengan jargon ‘Perempuan Dunia Harus Berubah’ yang berisi kebijakan memeriksa transformasi setiap anggota keluarga, hak-hak perempuan, dan kebijakan negara yang ramah keluarga (www.unwomen.org 25/6/2019).

Rapat tersebut dihadiri oleh Shara Razavi Kepala Riset dan Data UN Women, Phumzile Mlambo Ngcuka Direktur Eksekutif PBB  Perempuan, dan Marwa  Sharafeldin aktivis gerakan internasional kesetaraan dan keadilan keluarga. Salah satu tokoh dalam rapat tersebut beranggapan solidaritas dalam keluarga tetap terwujud, namun tak dapat dipungkiri keluarga merupakan tempat pelanggaran hak asasi manusia yang kerap terjadi. Untuk itu, menurutnya kesetaraan gender harus ada.

Isu kesetaraan gender rupanya disinggung juga oleh Presiden Jokowi  mengangkat isu terkait akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan saat berbicara pada Sesi III KTT G20. Ia juga mengatakan bahwa akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan merupakan elemen penting untuk mencapai target Sustainable Development Goals. Osaka, Jepang   (www.kemlu.go.id 29/6/2019).

Asumsi tersebut sangatlah keliru, kesetaraan gender yang di tawarkan Barat ialah usaha untuk mengekspos kaum perempuan dalam dunia kerja. Hal ini lah yang menjadi asas kaum feminis yang terus merecoki pemikiran kaum perempuan saat ini.

Lalu benarkah dengan adanya kesetaran gender mampu membebaskan kaum perempuan dari belenggu penderitaan? Pada kenyataannya tidak, di tengah kampanye kesetaraan gender yang dianggap berhasil, seperti kasus pelecehan, pemerkosaan, pencabulan, perceraian, human trafficking dan mutilasi tak bisa menutup cela kaum perempuan belumlah terbebas dari belenggu derita.

Justru dengan adanya kesetaraan gender semakin menambah ego kaum perempuan untuk menghasilkan uang secara mandiri. Ide yang merusak tatanan keluarga yaitu seorang istriabaidari tanggngjawabnya sebagai manajer rumah tangga yang mengurus anak dan suami.Begitupulaangka perceraian tak dapat dihindari dan kebanyakan dari pihak istri yang menjadi pemohon.

Masalah lemahnya keyakinan dan dangkalnya wawasan keagamaan menjadi pemicu awal yang menyebakan ide-ide luar dengan mudah masuk hingga tak lagi difilter. Pemikiran Barat yang menebar ide bebas nilai ini tidak jarang berbicara atas nama pembaharuan agama islam, modernisasi kaum perempuan, hak asasi manusia dan jargon  lainnya.

Selain itu tuntutan zaman modern semakin bertambah. Himpitan ekonomi dalam keluarga serta kemiskinan menjadi salah satu faktor utamamemaksa kaum perempuan terseret keluar  bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal, masalah kemiskinan ini merupakan tanggungjawab negara dalam mensejahterakan rakyat.

Tak dapat dipungkiri di pundak kaum perempuan terdapat tugas mulia mengurus ranah domestik (rumah tangga), merawat, mendidik, membesarkan, dan menjaga putra-putrinya. Namun, Barat sangat tau bahwa perempuan bisa menjadi sasaran empuk untuk dijerumuskan ke dalam ranah publik demi mencapai target politis dan ideologis. Setelah terjun ke dalam jebakan atas nama kesetaraan gender, mereka justru menjadi korban yang kerap disalahkan.

Pemikiran feminis Barat kian merajalela. Amerika merupakan negara pengusungpemberdayaan kaum perempuan, bahkan menggelontorkan dana besar agar misi tersebut terwujud. Dunia sistem kapitalistik sangat mengkondisikan kesetaraan gender, berharap dari kampanye tersebut akan menjajah pemikiran kaum perempuan secara total untuk bangkit dan mendobrak norma-norma agama dan sosial

Feminisme adalah sebuah faham yang menginginkan kesetaraan peran laki-laki dan perempuan. Awal mula munculnya ide feminis ini beriringan dengan revolusi industri di Eropa. Hal demikian, membuat para perempuan barat, merasa didiskriminasi dan dimarjinalkan. Inilah asal muasal hadirnya perjuangan kesetaraan gender. Bahayanya, paham ini bertolak belakang dengan islam dan menganggap syariat menjadi dinding penghalang untuk kebebasan kaum perempuan.

Islam Memandang Kesetaraan Gender

Islam adalah diinul haq. Sistem kehidupan yang selaras dengan fitrah manusia. Islam datang memberikan jawaban atas segala persoalan kehidupan umat, termasuk mengatur hak dan kewajiban kaum perempuan dan laki-laki secara adil.

Berbeda dengan Barat, islam melakukan pemenuhan hak terkait kebutuhan ekonomi yaitu hajat hidup setiap manusia. Islam tidak mengenal pemberdayaan perempuan sebab kebijakan ini merupakan upaya ‘komersialisasi’. Islam juga tidak mengenal adanya kesetaraan gender antara kaum perempuan dan laki-laki, melainkan hanya ada kesetaraan dalam kewajiban beribadah dan meraih pahala.

Perkara ibadah serta ketaatan laki-laki secara khusus dibebankan adanya kewajiban jihad, shalat jum’at dan berjamah di masjid. Disyariatkan bagi mereka adzan dan iqamah. Syariat juga menetapkan pengucapan talaq perceraian berada di tangan laki-laki, dan bagian harta waris bagi laki-laki adalah seperti bagian dua anak perempuan dan bagian harta waris duapertiga bagian bagi perempuan.Pembagian warisan pada harta waris laki-laki mendapatkan lebih dibandingkan perempuan. Akan tetapi laki-laki memiliki tanggungjawab kebih sebagai kepala keluarga, kakak, dan juga sebagai anak, sehingga hikmahnya harta warisnya lebih banyak dibandingkan perempuan.

Adapun hukum-hukum yang khusus untuk perempuan juga banyak, baik dalam ibadah maupun muamalat. Perempuan juga diberi kebebasan menuntut ilmu, berprestasi, dan menghasilkan karya-karya gemilang selama masih berada dalam kemampuannya.

Secara umum, posisi perempuan dan laki-laki adalah sama, tanpa ada perbedaan diantaranya. Hampir seluruh syariat islam dan hukum-hukumnya berlaku secara seimbang. Masing-masing memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah sebagai hamba-hamba-Nya. Allah swt, berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan (Qs. Nahl:97)

Menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak ini melanggar fitrah. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan-perbedaan mendasar. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. 

Dengan catatan, kepemimpinan atau kekuasaan seorang laki-laki atas perempuan itu bermakna sebagai penjagaan, perhatian dan pengaturan, bukan dalam arti kesewenang-wenangan, otoritarian, penyiksaan, penganiyayaan, dan tekanan.

Posisi laki-laki sesuai dengan tabiat dan kodrat penciptaannya, dalam rumah tangga, laki-laki secara maskulin kuat, berfokus mengandalkan ketajaman berfikir. Begitupula laki-lakiadalah pemimpin yang bertanggungjawab menjaga dan memelihara urusan orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya dari para istri dan anak-anak.

 Sementara bagi seorang perempuan diberikan sifat feminim yang cenderung memilki kelembutan. Begitupula seorang istri tidak diwajibkan bekerja, karena ada tugas yang lebih penting yakni mengurus keluarga dan mencetak generasi akhlakul karimah untuk mencapai visi syurga.

Upaya mencegah adanya kesetaraan gender oleh ide Barat dimulai dari individu yang difahamkan pemahaman islam sejak dini. Keluarga memiliki peran yang sangat penting.

Negara juga bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat secara menyeluruh. Salah satunya pemenuhan fasilitas infrastruktur dan penyediaan lapangan pekerjaan. Ekonomi harus stabil untuk meminimalisir kaum perempuan terjun ke dunia kerja.

 Islam melalui peradabannya yang unggul telah membuat jutaan perempuan rindu atas payung keadilan islam yang meneduhkan dan memberi kehangatan. Kejayaan peradaban islam dahulu telah terbukti melindungi kaum perempuan dengan baik tanpa ada perbedaan peran dengan kaum laki-laki.

Sudah saatnya mengembalikan masa kegemilangan islam  untuk menjamin seluruh hak perempuan dengan kesejahteraan hakiki. Hanya dengan hukum-hukum islam dalam sistem pemerintahan islami semua itu dapat terwujud.  Wallahualam bishowab -.

HASRIANTI (MAHASISWI P. KIMIA UHO)

Komentar