Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim telah dirundung jeratan Islamophobia yakni ketakutan terhadap paham-paham Islam. Menganggap bahwa siapa saja yang menggaungkan ide penerapan Islam secara menyeluruh dalam setiap bingkai kehidupan adalah paham yang sesat dan menyesatkan bahkan di juluki paham yang radikal dan intoleran. Sehingga siapa saja yang dianggap menganut paham radikal dan intoleran tersebut dilarang untuk menyebar luaskan bahkan mendapatkan ancaman dan kecaman.
Dilansir dari republika.co bahwa Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mendata nomor telepon dan media sosial dosen, pegawai, dan mahasiswa pada awal tahun kalender akademik 2019/2020.
Hal ini dilakukan untuk menjaga perguruan tinggi dari radikalisme dan intoleransi. Ia juga menjelaskan, Kemenristekdikti berencana bekerjasama dengan BNPT dan juga BIN terkait menjaga kampus dari radikalisme dan intoleransi. Apabila nantinya ada mahasiswa yang terdeteksi melakukan radikalisme atau intoleransi maka akan diberi edukasi. Tidak serta merta dikeluarkan namun diedukasi bahwa NKRI Pancasila sebagai ideologi negara (Republika.co).
Nampak jelas ketakutan kepada Islam yang dimaksud adalah ketakutan terhadap kedudukannya sebagai ideologi. Ketakutan rezim sekuler terhadap penerapan syariat dalam setiap sendi kehidupan terlihat jelas dalam setiap kebijakan yang mendiskreditkan Islam. Seperti pelarangan terhadap konten-konten ceramah yang dianggap mengandung unsur-unsur radikal dan intoleran, bahkan para ustad dan ulama yang mendakwahkan Islam ideologis dicekal.
Namun tak dipungkiri bahwa semakin besar usaha rezim sekuler dan para antek-anteknya terus menggencarkan Islamophobia, semakin banyak pula umat yang mulai sadar akan kedzaliman rezim dan kerusakan sistem kapitalisme-sekularisme yang memisahkan antara agama dan kehidupan.
Hanya Islamlah satu-satunya ideologi yang akan membawa umat dalam kemuliaan karena berasal dari Allah SWT Yang Maha Mulia. Merupakan janji Allah SWT dan kabar gembira Rasulullah SAW yang penerapannya merupakan konsekuensi dari keimanan sebagaimana firman-Nya:
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”(TQS. An-Nisa:65).
Penerapan Syariat Islam (agama) dalam negara tak dapat terpisahkan sebagaimana asas sekularisme yang berusaha untuk memisahkan keduanya. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’Ulumuddin, Hujjatul Islam mengatakan bahwa agama dan negara laksana saudara kembar. Agama sebagai landasannya dan negara sebagai penjaganya. Sesuatu tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang.
Demikianlah yang terjadi saat ini, ketidakadaan Islam sebagai ideologi negara menjadikan Islam terdiskreditkan, sehingga menjadi tugas kita yang telah sadar untuk tak henti-hentinya berjuang mendakwahkan Islam menyadarkan ummat agar mau menjadikan Islam sebagai satu-satunya yang mengatuir kehidupan dalam bingkai Sistem Penerapan Islam Khilafah Rasyidah Ala Minhaj Nubuwwah. Wallahua’lam bi ash-shawab.
FATMAWATY,
S. SI (PEMERHATI SOSIAL)
Komentar