Idul Qurban Dan Persatuan Umat Dengan Islam

Idul Qurban Dan Persatuan Umat Dengan Islam
HANAA UMM KARIMAH

Idul Qurban Dan Persatuan Umat Dengan IslamLabbaika allahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaik…

Seruan talbiah bergema di seantero bumi haram. Tepatnya 9 dzulhijjah 1440 H seluruh kaum muslimin berkumpul di Arafah. Pada hari 10 dzulhijjah melaksanakan puncak ibadah haji yaitu wukuf di padang Arafah,  menengadahkan doa-doa dan ampunan kepada sang pemilik hidup, berharap ibadah yang dilakukan oleh jamaah di terima di sisi RabbNya menjadi haji mabrur. Seluruh kaum muslim berkumpul di padang arafah sebagai tuntunan rangkaian terakhir ibadah haji yang merupakan rangkaian haji tamattu. Wukuf di Arafah adalah rangkaian ibadah haji yang harus di lewati sebagai syarat sahnya ibadah haji.

Iklan Pemkot Baubau

Lebih dari 2 juta umat islam berkumpul di padang Arafah bersatu dalam ibadah yang sama memenuhi panggilan Allah untuk datang ke Baitullah. Seluruh jamaah haji datang dari berbagai negara, ras, warna kulit serta bahasa dan bersatu di padang Arafah. Di sana mereka di satukan dalam nuangsa yang satu, berkumpul beribadah semata mengharapkan keridho’an yang sama di sisi rabbNya. Pada hari itu umat islam bersatu dalam persatuan hakiki, yaitu menghamba dan mengabdi kepada Allah semata. Tak ada perbedaan dan perselisihan sama sekali. Masing-masing menanggalkan urusan dunianya, dan memiliki tujuan yang sama, mengabdi kepada Allah swt.

Belajar Pada Pengorbanan Nabi Ibrahim-Ismail

Setidaknya 2,5 juta jamaah dari berbagai penjuru dunia pada Sabtu, 10 Agustus kemarin memenuhi Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf. Pelaksanaan rukun inti ibadah haji ini sempat diwarnai turunnya hujan deras. Tak sedikit pula jamaah bergerak menuju puncak Jabal Rahma, yang merupakan salah satu tempat Nabi Muhammad SAW, menyampaikan khotbah wada’ atau perpisahan sebelum wafat. Cuaca yang semula terik perlahan berubah mendung. Menjelang ashar, hujan deras pun mengguyur.  

Bagi jamaah asal Indonesia, pelaksanaan wukuf di Padang Arafah berjalan lancar. Wukuf dipimpin langsung Amirul Haji Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Rangkaian wukuf diisi antara lain dengan khutbah wukuf dan salat. Sebagian jemaah lain mengikuti proses tersebut di tenda masing-masing. Ibadah ini terdiri dari serangkaian ritual keagamaan yang diselesaikan selama lima hari di kota paling suci umat Islam dan sekitarnya di bagian barat Arab Saudi. “Semua petugas terkait negara telah dikerahkan (dan) kami bangga melayani sebagai ‘tuan rumah di Rumah Tuhan’,” kata juru bicara pasukan keamanan Bassam Attia seperti dikutip dari Channel News Asia, Jumat (9/8/2019). 

Total sekitar 2,5 juta umat, mayoritas dari luar negeri, diprediksi melakukan ibadah haji tahun ini, menurut media setempat. “Lebih dari 1,8 juta visa dikirimkan secara online tanpa perlu perantara. Ini sebuah kesuksesan,” kata pejabat Kementerian Haji Hatim bin Hassan Qadi. “Kami merasa dibersihkan dengan mencapai pilar Islam ini dan bertemu orang-orang dari seluruh dunia. Ini luar biasa,” kata Mohamed Jaafar, seorang jemaah berusia 40 tahun dari Mesir.

Kaum Muslimin Tercerai Berai Tanpa Islam

Idealnya Hari Raya Idul Adha adalah hari sukacita. Hari Raya Idul Kurban sejatinya adalah hari kegembiraan. Namun sayang, bagi sebagian umat Islam, sukacita itu masih terkubur oleh dukacita. Kegembiraan masih tertutupi oleh kabut kesengsaraan. Perayaan Hari Raya Kurban masih diselimuti oleh ragam penderitaan. Lihatlah umat islam hingga hari ini terkotak-kotakkan. Kaum muslimin terpisah-pisah tidak hanya perbedaan bahasa, ras serta warna kulit namun juga kaum muslim terpisah-pisah karena sekat-sekat nasionalisme. Fakta kaum muslimin hari ini berada dalam penderitaan dan tekanan mayoritas penguasa di manapun berada. Kaum muslimin dihinakan, direnggut hak-haknya, di dzolimi bahkan dijauhkan dari aturan aqidahnya atas nama HAM. Sungguh tak adil.

Miris, di sisi lain kondisi ekonomi, politik, sosial masih di dominasi oleh sistem kehidupan sekulerisme liberal, melahirkan orang-orang hipokrit yang menjauhkan kehidupannya dari aturan agama. Lihatlah negeri-negeri islam seperti Palestina di bawah agressor yahudi durjana, Suriah dalam tekanan penguasa Bassar Asad, Yaman masih dalam konflik negara teluk dan barat, Iran, Rohingya menderita, Uighur masih tersiksa, Kashmir dan negeri muslim lainnya masih berada di bawah dominasi negara-negara adikuasa. Masih terjajah secara fisik oleh pemerintahan setempat maupun terjajah secara pemikiran dan ideologi.   Di negeri ini, kaum Muslim masih tetap terpinggirkan. Masih menjadi korban ketidakadilan. Sekaligus tumbal kebencian para pembenci Islam. Isu radikalisme terus digaungkan. Sama dengan isu terorisme sebelumnya. Yang mulai terkuak kedoknya. Nyata penuh dusta. Penuh rekayasa. Hanya jadi alat untuk terus menistakan kaum Muslim di seluruh dunia.

Yang makin mengiris hati, ajaran Islam mulai banyak dipersoalkan. Simbol-simbolnya mulai sering dipermasalahkan, justru oleh mereka yang mengaku Muslim toleran. Jilbab dan busana Muslimah, fenomena artis berhijrah, isu syariah dan khilafah, hingga pengibaran Liwa dan Rayah seolah makin  membuat mereka gerah. Di sisi lain, ragam krisis terus melanda negeri ini, khususnya krisis ekonomi. Kemiskinan tak pernah beranjak pergi. Angka pengangguran makin tinggi. PHK terjadi di sana-sini. Utang luar negeri makin menjadi-jadi.  BUMN terus merugi. Negeri ini pun seolah tak pernah bisa lepas dari jeratan kasus korupsi. Terutama yang melibatkan para pejabat tinggi. Saat yang sama, perusahaan-perusahaan asing terus dibiarkan menjarah kekayaan alam negeri ini. Ironisnya, semua itu terjadi, justru saat penguasa dan para pejabatnya lantang berteriak, “NKRI Harga Mati”!

Persatuan Umat Islam Di Bawah Panji Islam

Selama kurang lebih 1400 tahun yang lampau kaum muslimin pernah berada di bawah payung keadilan serta perlindungan islam, di bawah kepemimpinan khilafah. Umat dilepaskan dari belenggu kejahiliyaan. Umat dimuliakan, diangkat derajatnya oleh islam melalui aqidah, ilmu pengetahuan dan peradaban yang tinggi serta luhur. Setelah islam tiada di tengah-tengah kehidupan umat ini, umat seolah berada di dalam persimpangan jalan, tak tentu arah, tak ada yang menuntun hingga umat terus berada di bawah tirani penderitaan oleh bangsa-bangsa maju. Tentu saja kemuliaan islam bukan suatu hal yang sulit untuk mengembaliknnya, namun juga bukan hal yang mudah membawanya kembali pada pangkuan umat, sebab umat masih dalam cengkeraman kapitalis sekuler yang memisahkan umat dari aturan agamanya.

Maka dari itu, di tengah nestapa dan derita bangsa ini, juga dalam momen Idul Adha yang begitu syahdu tahun ini, kita layak merenung sejenak. Mentafakuri pesan-pesan Nabi saw. saat Khutbah Wada’, di hadapan sekitar 140 ribu jamaah haji. Pesan beliau antara lain:

Wahai manusia, sungguh darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian sama sucinya dengan sucinya hari ini, negeri ini dan bulan ini…Siapa saja yang memiliki amanah, tunaikanlah amanah itu kepada orang yang berhak menerimanya. Ingatlah, semua perkara Jahiliah sudah aku campakkan di bawah kedua telapak kakiku…Urusan (pertumpahan) darah Jahiliah juga sudah dihapus. Sungguh riba Jahiliah pun sudah dilenyapkan…

Wahai manusia…Sungguh aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian suatu perkara yang amat jelas. Jika kalian berpegang padanya, kalian tidak akan pernah tersesat selama-lamanya. Itulah Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Ingatlah, hendaknya orang yang hadir dan menyaksikan menyampaikan pesan ini kepada yang tidak hadir…Demikianlah sebagian isi khutbah Baginda Nabi saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad.

Dari apa yang Baginda Nabi saw. sampaikan di atas, ada sejumlah hal yang beliau nasihatkan kepada kita, yang selayaknya kita renungkan dan sungguh-sungguh harus kita amalkan. Di antaranya:Pertama, kita diperintahkan untuk menjaga darah, harta dan kehormatan sesama.

Tentang amanah kepemimpinan, Rasulullah saw. pun mengingatkan:

Sungguh kalian begitu berhasrat atas kepemimpinan (kekuasaan), padahal kepemimpinan (kekuasaan) itu bisa berubah menjadi penyesalan pada Hari Kiamat kelak (HR al-Bukhari).

Kedua, kita diperintahkan agar meninggalkan semua muamalah, tradisi, hukum dan sistem Jahiliah. Sebab semua itu bertentangan dengan Islam (Lihat juga: QS al-Maidah [5]: 50). Di antara perkara Jahiliah yang telah dihapus oleh Rasulullah saw. sehingga wajib ditinggalkan adalah riba.

Namun sayang, hari ini riba bukan saja merajalela. Riba bahkan telah menjadi pilar utama ekonomi negara. Tidak aneh jika utang luar negeri ribawi, dengan bunga sangat tinggi, berpeluang membangkrutkan negeri ini. Anehnya, kita terus mengabaikan nasihat Baginda Nabi saw. yang mulia ini.  Ketiga, kita diharuskan oleh beliau untuk senantiasa memelihara tali persaudaraan dengan sesama kaum Muslim. Keempat, kita pun diharuskan oleh beliau untuk selalu menyampaikan nasihat kepada orang lain. Di antara nasihat yang paling utama adalah nasihat yang ditujukan kepada penguasa. Agar mereka tidak terus melakukan kezaliman.

Namun sayang, apa yang dipesankan Baginda Nabi saw. 14 abad lalu, tak banyak diindahkan oleh kita hari ini. Al-Quran dan as-Sunnah tak lagi kita pedulikan, kecuali sebatas bacaan. Fakta hari ini berbicara: Banyak keharaman dihalalkan. Banyak pula perkara halal diharamkan. Tak jarang, semua itu dilegalkan oleh undang-undang. Lewat mekanisme demokrasi yang dibangga-banggakan. Riba, misalnya, telah lama dihalalkan. Miras pun dilegalkan meski dibatasi peredarannya. Zina tak dipandang sebagai kejahatan. LGBT pun tak boleh dikriminalkan karena itu melanggar HAM.

Di sisi lain, syariah Islam seolah haram untuk diterapkan. Institusi penerapan syariah, yakni Khilafah, juga terlarang diperjuangkan. Bahkan tak boleh meski sekadar diwacanakan. Padahal jelas, Khilafah adalah bagian penting dari ajaran Islam, yang wajib ditegakkan. Bahkan Khilafah pernah punya kaitan sejarah, juga kontribusi nyata, dalam penyebaran Islam melalui Wali Songo di Bumi Nusantara tercinta ini.

Sungguh hikmah yang terserak di dalam seluruh rangkaian ibadah haji adalah keikhlasan serta pengorbanan, semata mengharapkan keridhoan dari Allah semata. Sebagaimana yang telah di contohkan oleh bapak anbiya Nabi Ibrahim As kepada anaknya Nabi Ismail. Melalui rangkaian ibadah inilah mampu mempersatukan jutaan umat muslim di seluruh dunia. Hal yang menarik adalah jika saja umat islam bersatu tidak hanya melalui ibadah haji, namun juga dalam ketaatan terhadap seluruh aturan Allah swt di bawah payung keKhilafahan islam. Wallahu ‘alam bis shawwab_

HANAA UMM KARIMAH (PEMERHATI SOSIAL)

Komentar