Wacana Desa Wisata dalam Arus Liberalisasi

Wacana Desa Wisata dalam Arus Liberalisasi
Foto ilustrasi

Wisata menurut bahasa mengandung banyak arti, akan tetapi istilah ini sekarang lebih lebih dikenal sebagai makna yang hanyamenunjukanrekreasi berjalan-jalan ke suatu tempat atau negara dengan melihat-lihat pemandangan, menikmati olahan kuliner setempat serta menyaksikan berbagai atraksi atau pertunjukan budaya daerah lokal. Di zaman modern seperti sekarang ini, wisata tak hanya ada di kota-kota besar saja. Namun, sudah merambah ke pelosok desa. Wacana adanya wisata di desa menjadi salah satu tujuan untuk menambah pendapatan daerah yang selama ini mengalami defisit, sehingga dengan adanya tambahan devisa kekurangan APBD bisa tertutupi. Oleh karena itu pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan kebudayaan memberikan pelatihan kepada para penggerak desa wisata.

Salah satu desa wisata yang paling melesat adalah desa Lebakmuncang. Wilayah tersebut telah mendapatkan SK (Surat Keputusan) dari pemerintah sebagai desa wisata dan memiliki Web desa tersendiri. Data yang diperoleh dari satu bulan mencapai1000 orang pengunjung danperumahan penduduk yang diubah menjadi homestay. Saat ini Kabupaten Bandung memiliki 10 desa wisata beberapadiantaranya adalah : Desa Cinunuk, Ciburial, Jelengkong, Lamojang, Alamendah dan Lebakmuncang. Hal ini diungkapkan oleh Yoharmansebagai kasi standarisasipemberdayaan masyarakat Kab. Bandungsaat ditemui di ruang kerjanya di Soreang. Beliaupun menambahkan ada sekitar 27 desa se-kabupatenBandung yang sedang mengejar statusnya menjadi desa wisata dan Disparpud akan bersinergi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat desa untuk mendorong program pemberdayaan desa, hal itu bertujuan untuk mendistribusikan wisatawan langsung ke masyarakat.

Iklan Pemkot Baubau

Wacana desa wisata ini menimbulkan masalah yang baru, yakni arus liberalisasi semakin deras karena budaya asing masuk dengan bebas bahkan ritual keagamaanpun seperti dihidupkan kembali meskipun bertentangan dengan Islam dan pemerintah dalam hal ini menganggap biasa ritual semacam itu. Hal ini dilakukan semata-mata untuk meraih sebanyak-banyaknya pengunjung dan meraih keuntungan besar. Para wisatawan yang berkunjung ke desa wisata, sedikit banyaknya mempengaruhi budaya setempat. Misalnya wisatawan asing yang notabene seorang non muslim ingin difasilitasi barang haram dan aktivitas yang mengundang azab Allah yaitu khmar dan Prostitusi.

Agama Islam datang untuk merubah banyak pemahaman keliru yang dibawa oleh akal manusia yang berpikiran pendek. Kemudian manusia akan mengaitkan pemahaman yang ada dengan nilai-nilai islam serta akhlak yang mulia. Wisata dalam pemahaman sebagian manusia liberalisasi hanya dikaitkan dengan gaya hidup berfoya-foya, hedonis dan materialisme semata. Namun dalam pandangan Islam wisata adalah mengaitkan segala aktivitas hanya untuk tujuan mulia ibadah. Seperti safar atau wisata untuk menunaikannya salah satu rukun dalam agama yaitu haji dan umrohserta napak tilas perjuangan Rosulullah dan para sahabat, sehingga semakin memperkuat keimanan dan keistiqomahan perjuangan.

Dengan demikian, arus liberalisasi dalam wacana desa wisata yang digagas pemerintah tidak akan mengubah apapun pola pikir dan pola sikap seorang muslim. Hal ini dikarenakan setiap tingkah laku seorang muslim selalu terikat dengan hukum syara dan pola pemikirannya pun selalu dikaitkan dengan halal haram. Namun, semua itu tidak akan pernah terwujud ketika hukum yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat masih menggunakan hukum buatan manusia. Lantas hukum manakah yang lebih baik dari Sang Pencipta. Wallahua’lambiiashshawwab

WIDA ELIANA (MEMBER AKADEMI MENULIS KREATIF)

Komentar