BPJS Naik, Rakyat Kian Tercekik

BPJS Naik Rakyat Kian Tercekik
Yuliyati Sambas, S.Pt.

Sudah jatuh tertimpa tangga, peribahasa ini nampaknya demikian tepat dilekatkan pada apa yang dirasakan oleh masyarakat secara umum saat ini. Ketika hampir semua kebutuhan asasi wajib mereka tebus dengan uang yang tak sedikit, sementara lapangan pekerjaan untuk mengais rezeki makin sempit untuk mereka dapatkan.

Kewajiban pajak makin hari kian beragam jenisnya, ditambah kebutuhan kolektif lainnya seperti pendidikan dan keamanan sulit untuk diraih. Kini salah satu urusan vital berupa kesehatan pun akan segera dinaikkan level pembayarannya. Sungguh kemalangan yang dirasakan terus menimpa rakyat ini tanpa mereka tahu kemana akan mengadu.

Iklan Pemkot Baubau

Dilansir oleh CNN Indonesia Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan merilis peraturan presiden (perpres) kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Rencananya, kenaikan iuran yang diatur dalam perpres tersebut akan mengacu pada usulan kenaikan yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Komisi XI DPR.

Saat itu, Sri Mulyani mengusulkan iuran BJKN kelas Mandiri I naik 100 persen dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per peserta per bulan mulai 1 Januari 2020 mendatang. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp 59.000 menjadi Rp 110.000 per peserta per bulan.

Kemudian, iuran kelas Mandiri III naik Rp 16.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per peserta per bulan.

Kesehatan sebagai bagian dari kebutuhan setiap pribadi tentu wajib diupayakan keberlangsungannya. Terjaminnya kualitas kesehatan menjadi hal yang didamba oleh setiap insan.

Di negara Indonesia mekanisme penjaminan kesehatan masyarakat diberlakukan dengan membentuk badan hukum yang bernama BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang diamanatkan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial berdasarakan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional).

Sejak diberlakukannya sistem penjaminan kesehatan di tahun 2004 hingga kini aktivitasnya  senantiasa menuai pro kontra. Proses perjalanan lembaga nirlaba asuransi kesehatan yang mengurus 224 juta peserta ini tak pernah sepi dirundung persoalan. Fakta terbaru mereka dikabarkan mengalami defisit hingga Rp 32 triliun. (Liputan6.com, 27/8/2019)

Persoalan ini memunculkan beragam analisa musabab beserta solusinya. Salah satu yang mengemuka adalah disebabkan minimnya premi peserta sebagai kucuran segar bagi lembaga ini, sehingga memunculkan solusi termudah dengan menaikkan besaran pungutan bagi tiap peserta.

Analisa lain yang berkembang adalah adanya keburukan sistem teknologi informasi asuransi yang dipakai menjadikan salah satu kalangan mewacanakan dibuatnya alur kerjasama dengan perusahaan asing asal China yakni Ping An Insurance  dalam hal ini datang dari Menko Kemaritiman, Luhut B Panjaitan. (Tribunnews.com, 26/8/2019)

Jika ditelisik setiap analisa yang berkembang memunculkan tanya, apakah tepat kebijakan menaikkan besaran pungutan BPJS bagi masyarakat? Adakah motif tertentu dan kebahayaan dibalik wacana kerjasama dengan pihak asing untuk menyelesaikan karut marut pelayanan  kesehatan rakyat?

Sejatinya kesehatan merupakan salah satu kebutuhan kolektif masyarakat yang pemenuhannya adalah bagian dari amanah bagi pemimpin negeri. Dengan kesadaran yang benar terkait hal ini ditambah adanya keyakinan bahwa kelak di yaumil akhir Allah Swt akan meminta pertanggungjawaban terkait pemenuhannya. Hal ini tentu akan memunculkan energi besar bagi para pemimpin untuk mengupayakan yang terbaik dalam menjalankan amanahnya ini. Sebagaimana apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw,

Dari Ibnu Umar Ra sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.”. (HR. Muslim)

Paradigma berfikir kapitalis sungguh telah menjerumuskan negeri dengan penduduk mayoritas muslim ini ke kondisi pengabaian pemimpin akan tugasnya dalam mengurusi masyarakat. Hal ini menempatkan posisi kebutuhan rakyat adalah bagian dari objek yang diperjualbelikan, pola relasi antara penguasa dan rakyat lebih ibarat penjual dan pembeli. Lebih lanjut pemimpin menempatkan diri sebatas pembuat regulasi sementara kebutuhan rakyat dikembalikan dengan relasi mekanisme pasar, dimana seolah ada ungkapan “kamu ada uang, kita kasih pelayanan”.

Padahal jika merujuk pada pandangan Islam, sebagai agama yang komprehensif dalam mengatur setiap aspek kehidupan, Islam memiliki aturan terkait tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin (imam/Khalifah), sebagaimana hadits Rasulullah Saw,

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Pola relasi antara pemimpin dengan masyarakat ibarat ibu yang akan bertanggung jawab penuh atas terpenuhinya semua kebutuhan anak-anaknya, dengan spirit memberi bukan menjual. Menggunakan mekanisme yang disandarkan pada aturan Allah akan diurus semua kebutuhan asasi dan kolektif masyarakat dengan penuh rasa tanggung jawab.

Sungguh hal ini pernah dilakukan dan dicontohkan dengan teladan yang amat mulia oleh Baginda Rasulullah Saw. dan dilanjutkan dengan gemilang oleh para khalifah sesudahnya. Sebagai kepala pemerintahan beliau mencurahkan segenap perhatiannya untuk melayani dan mengurus setiap kebutuhan rakyat yang ada di bawah tanggung jawabnya.

Pemimpin wajib peduli atas setiap kebutuhan warga negara dan memastikan bahwa mereka tidak menghadapi kesulitan yang tidak pantas seperti kurangnya akses ke pelayanan kesehatan atau bahkan menunggu dengan sangat lama untuk mendapat perawatan. Berbanding terbalik dengan fakta yang dapat diindera dari diterapkannya sistem kapitalis saat ini ketika mengurusi masalah kesehatan.

Masyarakat diarahkan untuk saling menanggung satu sama lain dengan mekanisme asuransi kesehatan, bahkan makin menyedihkan ketika besaran pungutannya kini justru malah dinaikkan ke level yang bagi banyak kalangan demikian mencekik. Sungguh hal ini adalah kezaliman yang demikian nyata.

Ditambah dengan diwacanakannya sistem pelayanan kesehatan publik BPJS ini akan diurus oleh teknologi yang didatangkan dari negeri asing China, sungguh hal ini menjadi sinyal akan menumbuhkan bibit-bibit merosotnya kemandirian negeri yang pada gilirannya akan menjadikan marwah bangsa tergadaikan.

Kemalangan yang dihadapi rakyat sesungguhnya terjadi karena diterapkannya sistem pemerintahan kapitalis demokrasi yang minim pengurusan terhadap rakyat. Maka solusi menyeluruhnya adalah dengan beralih pada sistem yang sudah jelas terbukti telah demikian berjaya dan mulia dalam mengurusi setiap permasalahan kehidupan. Ia hadir dari Zat Yang Maha

Mengetahui hakikat kebaikan dan keburukan. Sistem yang diwariskan oleh insan teladan sepanjang masa Rasulullah Muhammad Saw yakni Daulah Khilafah Rasyidah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

YULIYATI SAMBAS, S.PT

Komentar