Dari Detiknews.com Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri akan mendorong Korea Selatan dan Korea Utara segera bersatu. Megawati akan menawarkan konsep Pancasila kepada kedua negara sebagai jalan mewujudkan perdamaian.
Megawati menyampaikan hal tersebut kepada wartawan di Lotte Hotel, Seoul, Korea Selatan, Rabu (28/8/2019). Dia akan menjadi pembicara kunci pada forum DMZ International Forum on the Peace Economy di lokasi yang sama pada Kamis (29/8).
Menyikapi hal tersebut, maka Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum Badan Pembina Ideologi Pancasila ( BPIP) seharusnya lebih condong kepada perdamaian Papua yang saat ini tengah bergejolak.
Menjadi bagian dari BPIP yang digaji langsung dengan menggunakan uang rakyat. Maka sebagai pengurus BPIP, mengapa lebih sibuk mementingkan perdamaian negara lain. Lantas, Bagaimana dengan nasib Papua sendiri?
Disintegrasi Papua, Pemerintah Seolah Acuh
Pasca kerusuhan papua beberapa waktu lalu, tak sedikitnya meninggalkan beberapa kerugian materil. Diantaranya, kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) di Abepura dirusak dan dibakar oleh massa. Tower telekomunikasi nirkabel atau Base Transceiver Station (BTS) milik PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) di Jayapura juga dibakar.
Kerusuhan di Papua disinyalir dari akumulasi kemarahan masyarakat Papua terhadap banyak persoalan. Salah satunya Tindakan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya.
Hal ini pula diungkapkan oleh Anggota Tim Kajian Papua LIPI, Aisah Putri Budiarti. Beliau mengatakan, ada 4 akar masalah yang menjadi penyebab konflik di Papua. Salah satunya, yakni diskriminasi.
Selain masalah diskriminasi yang disampaikannya, 3 masalah lain yang menyebabkan terjadinya konflik di Papua. Yaitu:
1. Penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Papua. Persoalan itu berlarut sejak Orde Baru hingga ke era reformasi saat ini.
2. Masalah berikutnya, yakni terjadinya kegagalan pembangunan. Menurut Aisah, masalah yang satu ini juga sudah berlarut hingga saat ini atau setidaknya sampai tahun 2018 lalu.
3. Yakni terkait dengan status politik Papua dan sejarah politik Papua. Aisah menuturkan, persoalan besar yang seharusnya diperhatikan justru kerap dihindari oleh pemerintah Indonesia. Menurutnya, ada perbedaan pandangan tentang status politik dan integrasi Papua masuk ke Indonesia.
Deretan konflik yang memanas di Papua selama ini yang tak kunjung terselesaikan oleh pemerintah. Hal ini menjadi bukti sikap apatis pemerintah dalam penyelesaian segala bentuk konflik panas di Papua. Maka sangat menjadi mungkin jika Papua ingin melakukan referendum agar terbebas dari Indonesia.
Dari disintegrasi dan referendum Papua inilah yang dimanfaatkan oleh pihak luar, yaitu Amerika untuk menguasai sumber daya alam di wilayah tersebut. Salah satu bukti besarnya adalah pertambangan freeport.
Jika kita kembali ke pernyataan Megawati Soekarnoputri, yang begitu gigih ingin mendamaikan Korea Utara dan Korea Selatan. Yaitu dengan menawarkan konsep pancasila sebagai jalan perwujudan perdamaian, lalu kenapa hal itu tidak diterapkan untuk konflik Papua?
Permasalahan gejolak yang memanas di Papua sangat ini seharusnya menjadi acuan utama bagi pemerintah. Terlebih lagi bagi para pengusung BPIP yang telah banyak mengenyam uang rakyat.
Pengusung BPIP yang bekerja atas nama rakyat, dan digaji melalui uang rakyat. Namun menjadi apatis atas permasalahan di Papua, inilah buruknya sistem demokrasi liberalisme. Mengaku wakil dari rakyat, membela atas nama rakyat namun urusan permasalahan didalam negeri seolah-olah bukanlah ancaman bagi bangsa.
Padahal jika Papua mengajukan referendum atas Indonesia, hal ini justeru membawa dampak kerugian yang sangat besar bagi Indonesia sendiri. Sebab, Papua terhitung sebagai wilayah dengan sumber kekayaan alam terbesar di dunia.
Jika terlepas di tangan kapitalis asing, lenyaplah sudah SDA yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat, terutama bagi orang-orang Papua.
Akhiri Konflik Papua dengan Islam
Permasalahan Papua bukanlah perkara kecil yang harus di abaikan, apalagi masyarakat Papua merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang harus dilindungi dan dijamin keadilan, keamanan serta kesejahteraannya. Maka hal ini tidak cukup dengan mengandalkan pancasila sebagai solusi untuk mewujudkan perdamaian atas disintegrasi serta pengajuan referendum atas Indonesia.
Dikutip dari tulisan Agung Wisnuwardana, bahwa, ketika berbicara solusi masalah Papua, selain masalah keamanan, masalah intervensi AS dan Australia adalah dengan mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan.
Hal itu hanya bisa diwujudkan melalui penerapan syariah Islam secara total. Dalam hal pengelolaan ekonomi dan kekayaan, Islam menetapkan bahwa hutan dan kekayaan alam yang berlimpah depositnya seperti tambang tembaga dan emas yang dikuasai Freeport, dan gas tangguh yang dikuasai British Petroleum, merupakan harta milik umum seluruh rakyat tanpa kecuali.
Kekayaan itu tidak boleh dikuasakan atau diberikan kepada swasta apalagi asing. Kekayaan itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat dan keseluruhan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, diantaranya dalam bentuk berbagai pelayanan kepada rakyat. Dengan itu, tambang Freeport, gas Tangguh dan kekayaan alam lainnya akan benar-benar menjadi berkah untuk rakyat.
Hasil dari pengelolaan berbagai kekayaan alam itu ditambah sumber-sumber pemasukan lainnya akan dihimpun di kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat.
Dalam hal itu, hukum asalnya bahwa setiap daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang berapa besar pemasukan dari daerah itu. Dalam hal menetapkan besaran kebutuhan itu, yang menjadi patokan adalah kebutuhan riil mulai dari yang pokok seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan infrastruktur, lalu kebutuhan pelengkap dan seterusnya.
Dengan itu, masalah pemerataan pembangunan dan kemajuan bagi semua daerah akan terjawab. Semua daerah akan terpenuhi pelayanan dan insfrastruktur dasarnya. Semua daerah bisa merasakan kemajuan dan kesejahteraan secara merata dan berkeadilan.
Hal itu ditegaskan oleh Islam dengan mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan atau di daerah tertentu saja.
Sikap penguasa dalam hal perlakuan kepada rakyat, Islam mewajibkan berlaku adil kepada seluruh rakyat bahkan kepada semua manusia.
Dalam Sistem Islam tidak boleh ada diskriminasi atas dasar suku, etnis, bangsa, ras, warna kulit, agama, kelompok dan sebagainya dalam hal pemberian pelayanan dan apa yang menjadi hak-hak rakyat.
Islam pun mengharamkan cara pandang, tolok ukur dan kriteria atas dasar suku bangsa, etnis, ras, warna kulit dan cara pandang serta tolok ukur sektarian lainnya. Islam menilai semua itu sebagai keharaman.
Maka dengan syariah Islam yang diterapkan oleh pemerintah yang paham betul bahwa tugasnya adalah sebagai pelayan umat. Islam menegaskan bahwa tugas dan kewajiban pemerintah adalah menjamin terpeliharanya urusan-urusan dan kemaslahatan rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas urusan rakyatnya. Nabi saw bersabda:
Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadist lain dijelaskan, Rasulullah SAW bersabda:
وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
Sungguh jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Kiamat nanti, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil jabatan itu dengan haq dan menunaikan amanah itu yang menjadi kewajibannya (HR Muslim). Wallahu A’lam Bishshowab.
HAMSINA HALISI ALFATIH