Apapun Masalahnya China

Apapun Masalahnya China
Sumarni.

“Apapun masalahnya China diisinya.” Ungkapan tersebut cukup tepat untuk menggambarkan kondisi negeri ini, dimana akhir-akhir ini setiap upaya menyelesaikan permasalahan bangsa selalu melibatkan asing.

Sebagai contoh, pernyataan Menko Kemaritiman terkait dengan penyelesaian masalah listrik padam, meminta PLN Menyerahkan proyek ke swasta. Dia mengatakan “PT PLN tidak usahlah banyak berperan dan mengurusi membangun pembangunan listrik, biarkan sektor privat yang bermain”(OkeFinance,24/08/19).

Iklan Pemkot Baubau

Sebelumnya di bidang pangan, pemerintah disebut telah mengimpor berton-ton cabai  dari Cina yang  tersebar di wilayah Jawa Timur. Padahal produksi cabai dalam negeri melimpah ruah. (Detikfinance, 22/02).

Pada saat yang sama juga, investor Tiongkok siap bangun pabrik semen senilai 1 miliyar USD, sementara ratusan ribu pekerja didalam negeri terkena PHK, akibat produk semen dalam negeri gulung tikar, kala saing dengan produk semen China.  (Korankaltim.com).

Lalu, kini pemerintah berencana meminta pihak asuransi terbesar di China untuk memberikan masukan dan arahan terkait devisitnya sistem BPJS  Kesehatan Indonesia.  Adalah Ping An perusahaan asuransi terbesar di China itu di anggap sebagai ladang perbaikan atas asuransi BPJS Indonesia agar mengikuti Ping An dalam kesuksesannya mengelola asuransi.

Keberadan Ping An seolah menjawab buruknya dan divisit BPJS Kesehatan Indonesia, berharap  pihak asuransi itu dapat  ikut membenahi  BPJS kesehatan negeri ini yang tengah mengalami devisit.

Seolah membawa angin segar untuk manajemen tata administrasi BPJS kesehatan. Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan berharap perusahaan ini bersedia berbagi pengalaman mereka yang telah sukses mengelolah asuransi kesehatan untuk diterapkan di Indonesia.

Dilansir dari situs CNBC Indonesia, (26/8), Luhut menyatakan untuk memperkecil devisit BPJS yang jumlah pesertanya hari ini mencapai lebih dari 222 juta. Beliau menyarankan agar pihak Ping An bertemu langsung dengan BPJS Kesehatan untuk membicarakan apa saja yang bisa diterapkan atau ditingkatkan lagi untuk efisiensi. Kata dia.

Saking serius dalam merespon besarnya devisit yang anjlok beberapa tahun belakangan ini, Jokowi segera keluarkan Perpres iuran BPJS naik dua kali lipat (Jurnalislam.com).

Lain Jokowi, lain pula Moeldoko. Dia memastikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan diberlakukan untuk semua kelas. Karena kata Dia “sehat itu mahal”(bisnis.tempo.com).

Keterbukaan pihak jasa asuransi Ping An dalam niatnya memberikan bantuan kepada BPJS Kesehatan Indonesia memberikan sinyal adanya kepentingan negeri yang terkenal dengan tirai bambunya itu. Terlebih sejauh ini, pemerintah Tiongkok telah banyak menjalin kerjasama dengan negeri ini.

Tentu ini bukan hanya proyek kerjasama semata, sebab dalam Kapitalisme “No Free Lunch” .  Artinya ada target yang ingin dicapai oleh China dibalik kerjasama ini. Sudah tentu ini semakin menumbuh suburkan hegemoni China atas Indonesia. Jika dibiarkan dapat dipastikan akan semakin langgeng penjajahannya di bumi pertiwi ini.

Inilah posisi Indonesia sebagai negara pengekor. Negara tak mampu menentukan arah kebijakannya secara mandiri. Yang segalanya bergantung pada asing dan akhirnya dijajah oleh asing.

Akibatnya menimbulkan ketidakberdayaan bangsa ini, Ideologi Pancasila yang dijadikan panutan tak mampu menjadikan Indonesia mandiri dan berdaya dihadapan hegemoni global. Negara selalu bergantung asing saat menenhtukan arah kebijakannya disertai dengan campur tangan asing, baik itu Amerika dan Eropa maupun China.

Ini pula yang membuat semangat, mengapa para  negara kapitalisme berlomba-lomba menjalin kerjasama dengan negeri ini.

Maka untuk mengakhiri campur tangan asing, kapitalisme timur (China) dan kapitalisme barat (Amerika dan Eropa) adalah dengan menutup keran kerjasama yang melibatkan kedua hegemoni tersebut. Namun,  akan sulit bagi negeri ini  selama masih menerapkan sistem kapitalisme  sekuler sebagai peraruran hidup.

Semua persoalan itu, hanya ideologi Islam yang mampu menyelesaikan dan membangkitkan negara ini dari hegemoni global yang mencengkram saat ini. Islam sebagai ideologi melahirkan peraturan yang mampu menyelesaiakan seluruh problem yang dialami manusia.

Bukti empiris  akan keberhasilan Ideologi Islam dalam peradaban Islam telah  masyhur. Negara Islam mampu menciptakan negara yang mandiri tanpa ada intervensi dari negara lain dan  disegani oleh musuh-musuhnya. Sebut saja pada masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, masyarakat hidup dengan tingkat kemaslahatan yang paling agung, sehingga satupun tidak ditemukan warganya yang sakit untuk mendapatkan pengobatan.

Tingkat kesehatan sangat baik, hampir minim kita menemukan warga yang mengeluh akan buruknya kesehatan mereka.

Karena memang, kebutuhan tiap individu dalam keluarga dijamin oleh sang Khalifah. Fungsi ra’in (pengurus)  dan pengatur  pemimpin atas umat benar-benar tercapai. Bahkan negara membantu memberikan modal untuk mempermudah bagi warganya yang menikah, melunasi hutang bagi  keluarga  memiliki hutang.

Bahkan ketika berdiri negara Islam di Madinah, Rasul mengirimkan tabib (dokter) kepada warga yang sedang dilanda suatu penyakit untuk mendapatkan layanan kesehatan dengan penanganan yang tepat. Pelayanan kesehatan dalam negara Islam menjadi perkara urgen dan  dijamin bagi setiap warganya secara cuma-cuma (gratis).

Saking memperhatikan layanan kesehatan, masa Khilafah Abasiah banyak menghasilkan Ilmuwan Islam yang berjasa dalam bidang kesehatan. Ilmuwan seperti Ibnu Sina telah mampu menyembukahkan berbagai penyakit. Abu Kasim Al-Zahrawi sampai menciptakan 30 lebih alat bedah. Penemuan paling fenomenal adalah ia orang pertama melakukan operasi sessar.

Semua pelayanan kesehatan  itu diberikan kepada semua warganya tanpa memilah-milah golongan dan warna kulit. Pengobatan dan pelayanan kesehatan murah tanpa penarikan biaya yang mahal oleh negara.

Tidak ada keluhan akan mahalnya biaya pengobatan. Berbeda dengan hari ini, fasilitas kesehatan sangat mahal dan dijadikan ladang bisnis yang menguntungkan bagi lidah  para kapitalis.

Indonesia bisa mengikuti jejak masa-masa kejayaan negara Islam, jika mau mengambil Islam sebagi peraturannya dalam mengatur roda pemerintahan. Wallahu’alam bi ash sawwab.

SUMARNI