Kritik Konsep Milkul Yamin Disertasi Abdul Aziz

Kritik Konsep Milkul Yamin Disertasi Abdul Aziz
Yuliyati Sambas.

“Dan bila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’. Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. (TQS. al-Baqarah:11).

Ayat di atas ditujukan Allah bagi orang-orang munafik yang senantiasa melakukan kerusakan. Mereka berpikir perbuatan itu sebagai perbaikan. Padahal aktivitas mereka menabrak ketentuan Allah. Mereka mengaku tengah melakukan kebaikan, namun nyatanya menjerumuskan masa depan umat ke arah kerusakan.

Iklan Pemkot Baubau

Baru-baru ini tengah beredar luas kasus disertasi doktor yang luar biasa nyeleneh. Ditulis oleh seorang dosen yang tengah menjalani studi S3 di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogjakarta. Abdul Aziz namanya, belakangan menjadi viral karena mengangkat tema terkait legalisasi aktivitas seksual di luar institusi pernikahan yang sah (non marital).

Setelah menuai kecaman dari berbagai kalangan, akhirnya penulis memohon maaf atas disertasi tersebut. Ia berjanji akan merevisi judul dan sebagian isi disertasinya. Publik dapat menilai betapa sesat pemikiran yang tampak di benak calon doktor ini. Ironisnya, disertasi ini justru mendapat apresiasi di kalangan tim penguji  universitas Islam tersebut. Buktinya ia mendapatkan nilai memuaskan untuk disertasinya tersebut. (Tirto.id, 3/9/2019).

Disertasi itu merujuk pada buah pikir seorang pemikir liberal Syiria yakni Muhammad Syahrur. Abdul Aziz menyokong pandangan Muhammad Syahrur ketika mengutip penafsiran Alquran surat al-Mukminun ayat 5 dan 6 yang berbunyi,

 وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”. (QS. al-Mukminun ayat 5-6).

Ayat di atas ditafsirkan oleh Abdul Aziz sebagai adanya dua jalan yang diperbolehkan bagi seorang lelaki untuk menyalurkan naluri biologisnya (berhubungan seksual). Pertama dengan istri yang dinikahi (أَزْوَاجِهِمْ) dan kedua dengan perempuan lain di luar pernikahan sah (مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ) atau dengan istilah milkul yamin.

Lebih jauh ia menjelaskan bahwa konsep ini telah ditetapkan oleh Allah dalam Alquran sebagai jalan halal hubungan seksual di luar pernikahan dengan syarat dilakukan tanpa paksaan, di ruang privat, tidak dengan wanita yang memiliki hubungan darah (incest) , dan bukan dengan sesama jenis (homo).

Jika dikaji satu persatu, akan kita temukan logika sesat yang dibangun calon doktor ini. Ia telah memutarbalikkan makna sesungguhnya.

Pertama, terkait dengan adanya pelegalan menyalurkan naluri seksual pada pasangan di luar pernikahan sejatinya bukanlah apa yang dimaksud oleh ayat tersebut.

Para ulama mufasir rahimahullah telah menjelaskan makna dari malakat aimanuhum atau milkul yamin adalah budak wanita yang dimiliki, sangat jauh sekali jika disamakan dengan makna pasangan di luar pernikahan.

(Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, Imam Fakhrurrazi dalam Tafsir Fakhrurrazi, Imam al-Alusi dalam Rouhul Ma’ani dan lain-lainnya). Sungguh tampak upaya menjauhkan makna yang sebenarnya, dilakukan secara serampangan oleh seseorang yang seharusnya memiliki kapabilitas sebagai akademisi, namun faktanya demikian minim kemampuan logikanya.

Para mufasir rahimahullah melanjutkan betapa arahan dari ayat tersebut bukanlah untuk menghalalkan zina, melainkan keharaman melakukan onani, lebih-lebih lagi untuk perilaku zina.

Maka jelas sekali apa yang disampaikan Abdul Aziz yang mengaku tengah menafsirkan ayat Alquran tersebut sangat kontradiktif dengan maksud yang dituju.

Kedua, jika dipandang dari sisi dalil muhkamatnya (dalil yang menunjukkan hukum yang jelas dalam Alquran), jelas Islam datang untuk menghalalkan pernikahan dan mengharamkan perzinaan. Bahkan dalam Alquran Surat al-Isra diungkapkan:

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا

Artinya: “Dan janganlah kalian mendekati zina, sungguh zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan”. (QS. al-Isra: 32).

Untuk perkara-perkara yang akan mendekatkan pada perzinaan saja sudah Allah larang, apatah lagi untuk aktivitas zina itu sendiri. Sementara zina yang dimaksud adalah berhubungan intim dengan pasangan di luar pernikahan.

Bahkan Islam memiliki ketegasan bagi siapa saja yang melanggar dengan menghukumi mereka sebagaimana difirmankan oleh-Nya dalam Alquran surat an-Nur ayat 2. Bagi pezina yang belum menikah maka sanksi berupa dicambuk seratus kali, sementara bagi yang telah menikah mereka dikenai sanksi rajam.

Ketiga, dari sisi bahaya yang ditimbulkan tak kalah mengerikan. Jika wacana Abdul Aziz dalam disertasinya dijadikan rujukan, kelak akan ada satu masa dimana seks bebas/zina dilegalkan, bermunculannya anak tanpa nasab yang jelas, merebaknya kasus aborsi, HIV-AIDS sungguh tak akan terbendung.

Apakah ini kondisi yang diimpikan oleh sang calon doktor? Apakah ini tidak menjadi bahan renungan para dosen promotor dan siapapun yang telah memuluskannya, bahwa disertasi ini justru kontraproduktif dengan cita-cita mewujudkan masyarakat yang bahagia, sejahtera dan bertakwa?

Sungguh sesat pikir yang dibungkus dengan label hasil penelitian telah menampakkan, betapa liberalisasi yang demikian akut telah merambah hingga ke dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini terjadi karena sistem demokrasi sekuler yang tengah menaungi negeri ini, memberi kebebasan setiap insan untuk berpendapat dan berekspresi, hatta untuk hal yang melanggar norma moral dan agama sekalipun.

Adapun Islam sebagai agama paripurna, sejatinya memiliki rambu dan aturan dalam menyeleksi setiap potensi berbahaya yang dapat menimpa umat.

Pemerintah, dalam hal ini khilafah akan melakukan upaya-upaya preventif dengan menutup setiap pintu yang akan menimbulkan kerusakan, baik ranah akidah, pemikiran, maupun fisik dengan mekanisme yang disandarkan pada hukum syara. Hal ini akan menjadikan masyarakat secara keseluruhan akan terjaga.

Kasus semisal disertasi yang penuh kontroversi dan berpotensi merusak di atas, tidak akan dibiarkan lolos apalagi hingga disebarkan di tengah masyarakat.

Maka dari uraian di atas dapat disimpulkan, betapa hadirnya disertasi kontroversi yang mengandung unsur berbahaya dan hal semisalnya, wajib ditolak dan tidak diberi ruang untuk tumbuh. Apalah daya, kita tidak dapat berharap banyak pada sistem sekuler demokrasi yang menjadikan liberalisme sebagai pilar kehidupan.

Hanya sistem Islamlah yang dapat diharapkan bisa memberangus kebusukan-kebusukan yang dikemas cantik ala liberal. Suatu sistem yang datang dari Zat yang Maha Menciptakan alam semesta, manusia, dan kehidupan. Ia adalah Daulah Khilafah Islam ‘ala Minhaj an-Nubuwah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

YULIYATI SAMBAS