Siapa tak kenal Papua, negeri Cendrawasih yang menyimpan sejuta potensi didalamnya. Dari darat hingga lautan, bahkan dibawah permukaan bumi, semua menyimpan warisan alam nan kaya raya.
Mulai dari tambang dan energi, bahkan Papua menjadi produsen emas terbesar di dunia, serta terdapat Uranium yang merupakan bahan baku pembuatan nuklir. Tak hanya itu, potensi pariwisata, hingga kekayaan lautnya pun tak bisa dipandang sebelah mata.
Ironisnya, kekayaan sumber daya alam di tanah Papua seharusnya mampu menyejahterakan masyarakat yang tinggal didalamnya, namun nihil, kehidupan masyarakat Papua justru jauh dari kata sejahtera.
Sebagaimana diungkap dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan LIPI, masyarakat Papua menghadapi sederet permasalahan, diantaranya Peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pemgakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia, ketidakoptimalan pembangunan ingrastruktur sosial, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pelanggaran HAM hingga siklus kekerasan politik yang belum tertangani.
Kondisi inilah yang menyebabkan timbulnya emosi akibat kesenjangan sosial yang dihadapinya hingga berujung isu pemisahan diri. Puncaknya, tuntutan Papua Merdeka kian membara bahkan tuntutan referendum ini sudah dibawa ke kancah internasional/PBB oleh ULMWP (cnnindoensia.com, 31/08/2019).
Salah siapa?
Tanah Papua ibarat seorang wanita cantik yang diperebutkan. Karenanya, kondisi kesenjangan Papua nyatanya dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk menjarah kekayaan Papua lewat tuntutan referendum tersebut.
Gagalnya Pemerintah mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran, hukum yang tidak tegas diperlihatkan oleh rezim saat menghadapi Organisasi Papua Merdeka, ketidakberdayaan Pemerintah mengahadapi kaum separatis, serta ketidakseriusan Pemerintah dalam melindungi warga disana dari para provokator yang ingin memisahkan diri dari Indonesia
Pada dasarnya, berbagai persoalan di Papua baik persoalan ekonomi maupun persoalan rasisme, terjadi akibat sikap abai pemerintah serta pengaturan negara diserahkan pada sistem Kapitalis Sekuleris.
Akibatnya, kapitalis melalui UU sebagai payung hukum dengan seluas luasnya mengakses dan mengeksploitasi kekayaan alam bahkan dibidang pendidikan. Pendidikan didesain sedemikian rupa agar masyarakat tidak terdidik sehingga tidak mampu mengelola SDA sendiri.
Dengan fakta seperti ini, maka persoalan Papua tidak akan pernah bisa terselesaikan jika negeri ini tetap menerapkan sistem Kapitalis bahkan akan menambah persoalan baru jika Papua merdeka menjadi wacana untuk menyelesaikan persoalannya Papua, karena semakin memudahkan kapitalis asing mencengkram dan menguasai Papua tanpa ada penghalang dari penduduk Indonesia lainnya.
Dan tentunya Persatuan Indonesia dalam sila ke-3 Pancasila telah tercabik-cabik dengan lepasnya salah satu wilayah Indonesia.
Solusinya?
Pemerintah pusat harus menerapkan hukum yang adil tanpa diskriminasi kepada seluruh rakyat, termasuk rakyat di Papua. Juga memberlakukan Politik ekonomi dengan menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi.
Pengelolaan keuangan terpusat. Seluruh harta benda milik umum dan milik negara menjadi pemasukan Baitul Mal.
Seluruh anggaran belanja baik untuk keperluan pemerintahan pusat maupun daerah, akan dipenuhi tanpa melihat pemasukan daerahnya kecil atau besar. Baik daerahnya miskin atau tidak, desa atau kota, maka pembangunan tidak berdasarkan pendapatan daerah, tapi sesuai kebutuhan.Termasuk di sini pembangunan infrastruktur. (Sistem Keuangan dalam Negara Khilafah, Abdul Qadim Zallum, hlm 65).
Karenanya, solusi yang terbaik untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang tersistem ini termasuk permasalahan di Papua, yakni dengan mencampakkan sistem sekuler kapitalis, lalu mengadopsi sistem terbaik dan benar yaitu sistem Islam.
Sistem Islam yang diterapkan dalam sebuah negara khilafah akan menghasilkan pemimpin yang bertanggung jawab penuh terhadap amanahnya sebagai pelayan rakyat, mengurusi seluruh urusan rakyat, secara maksimal dan profesional sesuai hukum-hukum Islam dalam mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan keamanan yang menjadi hak rakyat.
Menerapkan peraturan dan sanksi yang tegas terhadap masyarakat yang memberontak dan memprovokasi untuk memisahkan diri dari kekhilafahan. Kekhilafahan akan menjaga dengan ketat wilayah daulah dari masuknya para penjajah. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga pemikiran rakyat dalam kekhilafahan dari pemikiran sesat yang disebarkan oleh para penjajah. Wallahu a’lam.
SITI HARTANTI