Modal Asing: Cengkeraman Ekonomi Bangsa

Modal Asing: Cengkeraman atas Ekonomi Bangsa
Ilustrasi.

“Di era globalisasi ekonomi modern seperti saat ini, tentunya tidak bisa menolak pengaruh dan terhindar dari perdagangan internasional. Bangsa Indonesia akan jauh tertinggal bahkan kesulitan ekonomi apabila menolak masuknya investasi asing”. Itulah ucapan yang demikian lantang dan kerap dilontarkan para pengamat ekonomi, bahkan pejabat pemerintah Indonesia yang pada intinya sedang dalam posisi membela pihak asing.

Dominasi asing memang sudah merasuk ke dalam tubuh bangsa dan negara ini. Tidak hanya dalam penguasaan sektor ekonomi, yang kemudian melahirkan pengelolaan sistem ekonomi neoliberalisme. Akan tetapi, merambah pada berbagai bidang yang sangat vital seperti, pendidikan, budaya, dan gaya hidup. Serbuan asing ini tidak semata-mata karena hitungan ekonomis dan kebutuhan, tetapi lebih kepada sebuah tren pasar global yang konon mampu meningkatkan perekonomian nasional.

Iklan Pemkot Baubau

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah tengah giat dalam upaya memancing Penanaman Modal Asing (PMA) untuk masuk ke dalam negeri. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan diantaranya menyederhanakan proses perizinan dengan mengurangi kendala untuk memulai usaha, merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI), serta meningkatkan insentif pajak.

Sederet paket kebijakan yang diluncurkan tahun lalu ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tengah lesu dalihnya.

Seperti yang dilansir dari DaraBandung.co.id, Dinas Penanaman Modal Satu Pintu Terpadu (DPMPST) Kabupaten, Jawa Barat, kini tengah membina sekitar 700 Penanam Modal Asing (PMA).

Pembinaan diberikan agar para Penanam Modal Asing “betah” di daerah ini, Kepala DPMPTS Kabupaten Bandung Jawa Barat, H Yudhi Heryanto mencatat hingga kini jumlah perusahaan PMA di daerah mencapai 4.700 perusahaan dengan kualifikasi 4.000 perusahaan Penanam Modal Dalam Negeri (PMDM) dan sisanya perusahaan PMA. Yudhi mengatakan penanaman modal itu harus dipertahankan, jangan sampai lari dari Kabupaten Bandung.

Menurutnya, PMA mempunyai banyak kelebihan antara lain:  sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, dan membuka lapangan pekerjaan baru. Lapangan kerja ini sangat penting bagi negara sedang berkembang, mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan, Kamis (29/8/2019).

Realitas yang ada saat ini, sekecil apapun investasi asing yang ditanamkan bisa dipastikan di dalamnya ada pendiktean melalui nota kesepahaman yang diajukan. Sebagaimana watak kapitalistik yang rakus, investor asing tidak akan pernah cukup dengan sedikit profit.

Kenyataannya investasi asing secara gamblang menjadikan Indonesia bergantung kepada negara lain alias tidak berdaulat. Negara berdaulat harus memiliki kewenangan tertinggi dalam hal wilayah geografis, kependudukan, dan pemerintahan, juga tidak bergantung pada kekuatan negara lain.

Namun faktanya, Indonesia yang memiliki kekayaan yang berlimpah ruah tidak mampu mengelolanya dengan optimal, bahkan dengan tangan terbuka pemerintah memberikan hak pada asing untuk mendominasi hasil kekayaan negeri. Sehingga kewibawaan bangsa Indonesia bukan hanya tergadaikan, bahkan hilang pada titik terendah.

Sayangnya, pemerintah melupakan hal yang terkait dengan Penanaman Modal Asing yang pada dasarnya liberal, sehingga menyebabkan penguasaan asing terhadap aset negara menjadi tak terkendali ketika pintu bagi asing semakin terbuka lebar. Bahkan para pelaku usaha dalam negeri akan kehilangan porsi dan asing yang memiliki dana cukup tidak akan mampu disaingi oleh pelaku usaha lokal.

Apabila ditelusuri cengkraman asing mulai muncul sejak awal Orde Baru. Barat terutama AS diikuti Eropa telah gencar mengeruk kekayaan negeri ini.

Caranya melalui investasi korporasi-korporasi mereka, khususnya di sektor hulu pengelolaan sumber daya alam seperti tambang, migas, hutan dan sebaginya. Bagaimana bisa perusahaan asing menguasai begitu dahsyat pasar di Indonesia sementara pemilik yang sesungguhnya yaitu rakyat Indonesia hanya menjadi penonton atau pembeli.

Perusahaan asing diberi pintu gerbang sehingga leluasa membeli saham mayoritas perusahaan lokal. Swasta asing bahkan menguasai 100 persen saham bidang usaha strategis yang menguasai hajat orang banyak, atau saham bidang usaha yang strategis yang merupakan kepentingan keamanan negara.

Maka hal ini sama saja menggadaikan nyawa negeri ini pada asing. Bahkan sejak keran asing (PMA) dibuka lebar pada jaman Orde Baru maka Indonesia seolah for sale .

Untuk itu, agar bisa terlepas dari ketergantungan asing, Indonesia harus keluar dari sistem kapitalistik global. Secara mendasar, kebijakan-kebijakan Indonesia mestinya tidak lagi berbasis pada kesepakatan internasional. Sehingga tidak mudah ditekan dan didikte. Sebagai negeri muslim terbesar, Indonesia dapat mengulang sejarah kegemilangan perekonomian Islam dengan menerapkan syariat Islam secara holistik melalui institusi khilafah.

Prinsip dasar khilafah dalam bekerjasama dengan negara lain adalah tidak memberikan jalan masuk bagi asing untuk menguasai kaum muslimin dan bertujuan semata-mata demi kemaslahatan warga negara khilafah.

Khilafah yang dikenal independen dalam menjalankan roda perekonomian mandiri sesuai Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia. Termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.

Islam tidak hanya menjalankan prinsip-prinsip dasar mengenai berbagai aspek kehidupan manusia, tetapi juga memberikan aturan yang rinci. Sebagai contoh, dalam aspek ekonomi terdapat sejumlah ketentuan syariah yang mengatur tanah pertanian, riba, mata uang, kepemilikan umum, dan berbagai pendapatan negara.

Di dalam negara khilafah, Bayt al-Mal merupakan institusi khusus menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslim yang berhak menerimanya. Sistem keuangan negara di dalam pengaturan Islam telah terbukti berhasil mewujudkan kemakmuran rakyat, kesejahteraan, dan keadilan bagi kaum muslim dan non muslim.

Pos-pos pendapat dalam sistem keuangan Bayt al-Mal terdiri dari tiga pos, yaitu:

Pertama, bagian fa’i dan kharaj. Fa’i adalah salah satu bentuk rampasan perang, dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukan tersebut membayar kharaj kepada negara Islam.

Kedua, bagian kepemilikan umum yang meliputi segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan oleh individu, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas.

Ketiga, bagian sadaqah, yang terdiri atas zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.

Kebijakan fiskal Bayt al-Mal akan membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat berinvestasi untuk hal-hal yang produktif.

Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj , pos kepemilikan umum, dan pos zakat.

Abdul Qadim Zallum dalam sistem keuangan negara khilafah mengemukakan bahwa kebutuhan dana negara yang sangat besar dapat ditutupi dengan penguasaan atau pemagaran oleh negara atas sebagian harta milik umum, gas alam, maupun barang-barang tambang lainnya.

Semua ini tentu akan terwujud dan terlaksana jika elit politiknya berkemauan kuat untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri dan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh sebagai satu-satunya aturan bagi manusia, alam semesta, dan kehidupan. Serta menghempaskan sejauh-jauhnya sistem kapitalisme yang merusak dan menyengsarakan kehidupan, dan menutup ruang dari campur tangan pihak asing dan menjauhkan bangsa ini dari mental terjajah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

INE WULANSARI