“Dalam Al-quran diperintahkan untuk tidak boleh berpecah belah, mewajibkan bersatu. Nah, memisahkan diri dari negara itu termasuk memecah belah, itu haram. Maka siapa pun penguasa yang mengizinkan untuk melepaskan Papua itu haram hukumnya dan termasuk penghianat, itu secara hukum ya.“ (K.H Ali Bayanullah, Al-Hafidz, Pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an Darul Bayan Sumedang)
Indonesia saat ini tengah berada dalam krisis identitas, pasalnya beberapa minggu kemarin gejolak di Bumi Cendrawasih kian memanas. Isu rasisme sampai tuntutan referendum mencuat ke permukaan. Saat bara Papua belum lagi padam, kipas Pancasila yang seharusnya bisa menjadi angin ajaib untuk mendinginkan, malah berpindah arah ke negara Gingseng.
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sekaligus sebagai Pembina Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) berada di Seoul dalam rangka mengikuti DMZ International Forum on the Peace Economy, yang digelar pada 28-29 Agustus. Ia menjadi salah satu pembicara dalam forum tersebut dan menyampaikan keinginannya mendorong Korea Selatan dan Korea Utara agar segera bersatu. Megawati menawarkan konsep Pancasila kepada kedua negara sebagai jalan mewujudkan perdamaian. Selain usulan mengenai menyatukan kesamaan kebudayaan dan ekonomi. (Detik.com, 28/8/2019)
Miris rasanya di tengah kasus Papua yang masih tertutup tabir upaya pemisahan diri dari negeri khatulistiwa kian memuncak. Pada kasus ini teriakan “Saya Pancasila” seolah senyap tak terdengar lagi. Pada faktanya Pancasila belum bisa meredam bara api yang menyala di tanah Papua, namun anehnya kini pancasila ditawarkan sebagai solusi konflik Korea, mencoba memberi solusi ditengah ancaman disintegrasi, sungguh sesuatu yang ironi dan menyakitkan hati.
Wacana disintegrasi Indonesia bukan kali ini saja terjadi, meski ada upaya untuk disikapi dan diantisipasi, namun nyatanya tumbuh subur bak jamur di musim penghujan. Hal ini nampak dari munculnya gerakan serupa di berbagai daerah seperti Aceh dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)-nya, lalu Maluku dengan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) dan terakhir yang sedang panas adalah gejolak dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM itu sendiri muncul dan tercetus sejak 26 Juli 1965 yang diawali oleh banyaknya pengibaran Bintang Kejora yang dilarang berkibar di tanah Papua oleh pemerintah, aksi ini menjadi awal dari pemberontakan bersenjata tersebut. Kejadian itu dimotori oleh Mandatjan dan Awom bersaudara dengan dukungan politikus senior John Ariks. Adanya tuntutan ini, menjadi bukti indikasi campur tangan asing untuk membantu kelompok separatisme Papua. (Buletin Kaffah, edisi 105. 6/9/2019)
Perpecahan sejatinya akan menghancurkan kesatuan suatu bangsa, disintegrasi ini bertujuan agar negeri muslim terbesar ini semakin remuk dan hancur berkeping-keping. Oleh karena itu seluruh kompenen bangsa, khususnya umat Islam di negeri ini harus selalu waspada terhadap makar pihak asing yang ingin memecah belah negeri ini.
Konflik yang terjadi di gunung Papua, justru menjadi bukti bahwa bangsa ini butuh solusi ideologi lain. Yaitu ideologi yang mampu menjadi pemersatu hakiki. Serta mampu melahirkan aturan yang berkeadilan. Seharusnya, kaum muslimin yang saat ini terkotak-kotak dalam wadah nasionalisme menyadari betul bahwa sesungguhnya mereka adalah satu negara, satu aqidah. Ini karena dahulu negara Islam yang begitu besar dan luas dalam naungan Khilafah mampu menaungi berbagai suku bangsa, ras dan golongan. Hingga beragam dan berbeda-beda.
Ideologi Islam bisa dijadikan sebagai solusi atas berbagai konflik sosial baik pada pada masa Rasulullah dan para sahabat serta Khalifah sesudahnya, pada masa kini ataupun masa yang akan datang. Resolusi konflik perspektif Islam telah dengan indah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Islam hadir justru di tengah bangsa Arab yang telah ratusan tahun mengalami konflik sosial berupa perang suku. Islam hadir dan mampu menciptakan perdamaian diantara pihak-pihak yang bertikai saat itu.
Hakekat ideologi adalah cara pandang menyeluruh tentang kehidupan (akidah) yang melahirkan aturan bagaimana mengatur kehidupan tersebut. Agama Islam adalah ideologi yang benar dan akan melahirkan aturan kehidupan yang benar dan berkeadilan. Namun, hal ini dapat terwujud hanya dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu ‘alam bi-Ashawab
SITI AISAH, S. PD (Member Akademi Menulis Kreatif Regional Bandung)