Seorang mahasiswa di Kampus IAIN Kendari, Hikma Sanggala dikeluarkan dari kampus karena tuduhan tidak jelas. Pengacara Hikma dari LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan mengatakan bahwa kliennya dikeluarkan karena dituding berafiliasi dengan aliran sesat dan paham. ( Kiblat.Net, 03/09/2019).
Sementara itu, Abdul Aziz, seorang Doktor lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengungkapkan tentang akad atau perjanjian hubungan intim di luar nikah yang dinilainya tidak melanggar hukum Islam.
Dia menyampaikan disertasi bertema hubungan intim tanpa nikah dengan konsep Milk Al-Yamin dari Muhammad Syahrur tersebut pekan lalu. Aziz pun lulus menjadi doktor dari UIN Yogya dengan nilai yang memuaskan. ( Tempo.co, 03/09/2019).
Viralnya dua pemberitaan tersebut, tengah menyajikan pemandangan bahwasanya arus liberalisasi dunia pendidikan tengah bergejolak. Di bungkamnya suara kritis aktivis islam, dengan dibumbui isu radikalisme. Sementara, disertasi sampah dibolehkannya seks bebas, justru diapresiasi dan diberi penghargaan.
Yang menjadi sorotan ialah, hal ini terjadi dalam dunia kampus islami. Tak usah heran melihat wajah buruk dunia pendidikan saat ini, Sebab liberalisasi pendidikan toh mampu menembus dinding pendidikan kampus islami. Walhasil suara kritis mahasiswa sebagai aktivis islam dibungkam, disisi lain penikmat aktivitas liberal diberi tempat dan di apresiasi.
Liberalisme Sebagai Asas Pendidikan Sekuler
Kasus Hikma Sanggala hanyalah satu dari sebagi dampak diterapkannya pendidikan sekuler. Begitu halnya dengan kemunculan disertasi sampah yang melegalkan seks bebas diluar nikah. Hal tersebut bukan tak lain adanya paham liberalisme yang dijadikan sebagai kerangka berpikir orang-orang liberal.
Asas inilah yam memicu kelompok maupun individu dalam mengambil kebijakan, mengekspresikan pikiran maupun perasaannya serta tak memandang hal tersebut apakah bertentangan dengan aturan islam atau tidak.
Liberalisasi dalam dunia pendidikan, bukanlah momok baru apalagi dalam dunia perkampusan. Asas ini pula melahirkan mahasiswa kritis dan anti kritis begitu halnya intelektual kampus dengan segala kebijakan yang mematikan civitas akademik maupun dengan segala pemikiran yang menciderai dunia pendidikan.
Bukan tak lain bila hal ini adalah bagian dari proyek barat, yang bertujuan merusak islam melalui pendidikan khususnya menyusupkan pemikiran-pemikiran tersebut ke dunia pendidikan.
Metode inilah yang dikenal sebagai hermeneutika. Hermeneutika adalah proyek liberalisasi pendidikan tinggi Islam, khususnya di Indonesia.
Barat menggelontorkan uang untuk membiayai proyek ini dengan berbagai program seperti beasiswa pendidikan, riset keagamaan dan sosial. Targetnya adalah liberalisasi kaum intelektual di kampus-kampus Islam.
Dengan proyek inilah banyak kaum intelektual muslim yang terpapar liberalisme pemikiran. Bahkan di antara mereka dengan bangganya menjadi agen perusak Islam dengan berbagai gelar akademik yang diberikan oleh Barat. Mereka begitu alergi dengan Islam, namun begitu bangga dengan Barat. Kaum liberal ini tak ubahnya sebagai “pelacur” intelektual.
Walhasil, akibat dari proyek barat inilah asas liberalisme melahirkan intelektual-intelektual liberal yang melemahkan pergerakan aktivis islam di lingkungan kampus, mematikan suara kritis mahasiswa, anti terhadap ajaran islam dengan satu tembakan isu radikalisme. Tak hanya itu, pelanggaran syari’at islam pun dijadikan sebagai pembenaran atas pemikirannya.
Inilah dampak sekulerisasi dunia pendidikan, kampus islami yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai islam namun justeru ditiadakan. Dan nampak terlihat bahwa proyek barat tersebut sukses mencuci otak kaum intelektual islam agar membenci dan menjauhi ajarannya sendiri.
Amat disayangkan, perguruan tinggi Islam yang sejatinya merupakan tempat pembekalan diri pada kajian islam, sebagai gudang dai yang membawa keaslian ajaran Islam yang Kaffah (menyeluruh) ataupun perguruan yang sejatinya didirikan untuk mengcounter dan mesterilkan pemahaman yang menyimpang dan pemikiran kaum orientalis di tubuh ummat. Namun justeru didominasi oleh orang-orang yang mencederai nilai-nilai Islam melalui ide-ide nakal bahkan sesat.
Saatnya Kembali ke Pendidikan Islam
Sistem pendidikan sekuler terbukti gagal dalam mencetak intelektual muslim yang berfikir idealis. Hal itu telah kita saksikan sendiri lahirnya intelektual-intelektual liberal dengan segala kebijakan zolimnya maupun dengan karya yang menyimpang dari ajaran islam.
Karenanya kita benar-benar harus melawan arus sekularisasi tersebut dengan menerapkan aturan islam dan menjadikan islam sebagai asas dalam mengembangkan pendidikan islam itu sendiri.
Sebagaimana islam memiliki konsep-konsep pendidikan islami Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib. Ketiga hal tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan dari pendidikan Islam. Selain itu dengan menjalankan konsep tersebut makan nilai-nilai islami dapat dijalankan secara keseluruhan dalam dunia pendidikan.
Selain itu adapun tujuan dari pendidikan islam adalah untuk membentuk karakter manusia agar senantiasa taat dan patuh terhadap aturan Allah swt.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Allah SWT berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. ( QS. Az-Zariyat: 56).
Dan Ali’ Imran ayat 102, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Dengan menerapkan islam secara kaffah inilah maka konsep serta tujuan dari pendidikan islam tersebut dapat dijalankan secara menyeluruh. Dan hal ini hanya akan terwujud tatkala negeri ini benar-benar menerapkan sistem islam sebagai aturannya. Dan dengan sistem islam inilah yang mampu memangkas asas-asas liberalisme dalam dunia pendidikan. Wallau A’lam Bishshowab.
HAMSINA HALISI ALFATIH