Pemimpin Dambaan Umat

Pemimpin Dambaan Umat
Wida Eliana.

Pemimpin adalah orang yang mengemban tugas dan bertanggung jawab untuk memimpin dan bisa mempengaruhi orang yang dipimpinnya.

Dengan menjadi seorang pemimpin di masyarakat berarti ia harus siap untuk mengayomi rakyat. Artinya bukan hanya menjadi pemimpin tetapi juga ia akan berupaya keras ikut ambil bagian dalam mensejahterakan dan memberi pengurusan yang adil terhadap rakyat.

Iklan Pemkot Baubau

Sebentar lagi Kabupaten Bandung serentak akan mengadakan pemilihan kepala desa (Pilkades), hajatan yang diikuti 199 desa di Kabupaten Bandung ini sangat diharapkan berlangsung aman, lancar, dan kondusif.

Hal ini diungkapkan Sekda Teddy Kusdiana saat Rapat Koordinasi Forum Komunikasi dan Koordinasi Kecamatan (Forkopimcam) Soreang dalam rangka kewaspadaan dan deteksi dini terhadap potensi konflik sosial Pilkades. Bertempat di Aula Sabilulungan Porles Bandung beberapa waktu lalu.

Pilkades serentak dari 30 kecamatan terkecuali Baleendah akan digelar tanggal 26 Oktober 2019, lima desa di kecamatan Cileunyi yang menggelar Pilkades yakni desa Cinunuk, Cibiru Wetan, Cimekar, Cileunyi Wetan.

Sebelumnya pada pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bandung kita mendapat apresiasi dari KPU (Komisi Pemilihan Umum) karen nol gugatan. Untuk itu melalui Rakor ini mari kita sabilulungan menyukseskan Pilkades nanti dengan aman, lancar, tertib dan kondusif.

Pada kesempatan itu Sekda pun menyebutkan pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran sebesar 18,5 miliar rupiah dan diungkapkan hajatan nanti berlangsung aman. (bandungkita.id, 12/9/2019).

Pilkades dan ajang pemilihan-pemilihan pemimpin yang lainnya sudah semestinya dapat menjadi sarana untuk menjaring sosok terbaik pilihan masyarakat. Selain dijadikan sebagai ajang silaturahmi, masyarakat diharap menyambut gelaran Pilkades ini dengan suka cita penuh kekeluargaan dan gotong royong hingga terjalin kerukunan antar masyarakat, saat digelarnya Pilkades nanti.

Pilihan terbaik masyarakat tentu alangkah baiknya jika disandarkan bukan pada kriteria duniawi semata, namun juga memandang kriteria ukhrawi yang semestinya dimiliki oleh sosok pemimpin. Bukan juga hanya jargon-jargon saja, seperti bisa mengayomi kebutuhan dan aspirasi masyarakat mulai dari lapisan masyarakat level atas, menengah, hingga terbawah.

Pemimpin juga diharapkan dekat dengan masyarakat, memperhatikan setiap kebutuhan dan juga urusan rakyat. Pemimpin yang jujur dan amanah dalam menjalankan tugasnya, tidak mendahulukan kepentingan yang hanya menguntungkan pihak tertentu sementara pada akhirnya masyarakat justru menjadi korban.

Hal ini karena tak jarang rakyat menjadi tertipu dengan janji-janji calon pemimpin yang sebelum dipilih banyak menjanjikan kepentingan mereka, namun kemudian kecewa kepada pemimpin yang telah dipilihnya.

Faktanya memilih pemimpin di era sekuler dalam sistem demokrasi telah menghantarkan kepemimpinan hanya bernilai dari sisi duniawi saja. Bahkan ketika menjelang pemilihan pemimpin tidak sedikit para paslon (pasangan calon) rela mengeluarkan uang banyak hanya demi mereka akan dipilih oleh rakyat dan menjadi pemenang.

Tentu hal semacam ini sudah menjadi bahan pemikiran sebelumnya bahwa sebesar apapun dana yang telah dikeluarkan kelak wajib terbayarkan ketika mereka berhasil meraih kursi kepemimpinan, bahkan boleh jadi akan berupaya mendapatkan lebih dari dana yang sudah dikeluarkan.

Sementara Islam sebagai agama komprehensif memiliki seperangkat aturan terkait hal ihwal kepemimpinan dan kriteria yang wajib dimiki oleh pemimpin. Selayaknya umat mengetahui siapakah orang yang paling layak untuk posisi setiap jabatan.

Secara spesifik pemimpin pemerintahan dari level terendah hingga penguasa negeri dalam Islam harus memiliki tujuh kriteria yang wajib terpenuhi, yakni muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, dan mampu.

Ketujuh kriteria ini merupakan syarat mutlak bagi penguasa pasalnya, ketujuh kriteria ini telah ditetapkan oleh dalil syariah sebagai kriteria yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin. Jika salah satu dari ketujuh kriteria ini tidak ada, maka kepemimpinan secara syar’i dinyatakan tidak sah. Selain itu bahwa ketujuh kriteria ini akan menghantarkan proses kepemimpinan menghasilkan kemaslahatan dan keberkahan dunia dan akhirat.

Sebagaimana yang tergambar demikian indah dari rangkaian sejarah ketika Islam dijadikan pedoman dalam urusan kepemimpinan. Salah satunya adalah bagaimana seorang Umar bi Khattab ketika ia dipilih menjadi khalifah inilah bagian pidato yang ia ungkapkan,

“Hai orang banyak semuanya, ‘Aku diangkat mengepalai kalian, dan aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Jika aku membuat kebaikan, maka dukunglah aku. Jika aku membuat kejelekan, maka luruskanlah aku. Kebenaran itu suatu amanat dan kebohongan itu suatu khianat. Yang terlemah di antara kalian aku anggap yang terkuat sampai aku mengambil dan memulangkan haknya. Yang terkuat di antara kalian aku anggap yang terlemah sampai aku mengambil hak si lemah dari tangannya. Janganlah seorang pun di antara kalian meninggalkan jihad. Kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Bila aku mendurhakai Allah dan Rasul-Nya tidak ada kewajiban patuh kepadaku. Kini marilah kita melakukan salat. Semoga Allah melimpahkan rahmatnya pada kalian.”

Ternyata apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika sudah memimpin benar-benar tidak keluar dari apa yang ia pidatokan dan janjikan di awal. Dia menjadi salah seorang khalifah yang dikenal demikian memperhatikan setiap urusan rakyatnya saking ia memahami betapa kepemimpinan adalah amanah yang kelak akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.

Sungguh Islam telah memiliki standar terbaik dalam menetukan kriteria sosok pemimpin  yang Allah jadikan standar bagi setiap orang yang menjadi penentu hukum bagi masyarakat. Hal ini bukan hanya sebatas dalam memilih pemimpin skala kepala desa, melainkan semua level pemimpin hingga pemimpin tertinggi dalam pemerintahan, dimana dalam sistem Islam dinamakan khalifah.

Hal ini hanya dapat terwujud ketika aturan Allah diterapkan secara sempurna dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.

Jika kriteria pemimpin yang akan menduduki tampuk pemerintahan benar-benar disandarkan pada kriteria hukum syara, niscaya akan didapat sosok pemimpin yang mencintai rakyat, rakyat pun mencintainya dan senantiasa mengurus seluruh urusan dan kepentingan didasarkan pada rasa takutnya kepada Allah yang telah memberinya amanah kepemimpinan tersebut. Wallahu a’alam bi ash-shawab.

WIDA ELIANA