“Kita ini akan dijajah Nak. Sedang dijajah. Dan akan dijajah kembali dengan caranya masing-masing oleh kaum lantardo.” (KH. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Ponpes Gontor).
Mendadak jagat maya diramaikan dengan tagar #BoikotFilmTheSantri bahkan viral jadi trending topik penjuru negeri.
Pasalnya film terbaru besutan Livi Zheng baru-baru ini menuai reaksi dari Ketua Umum Front Santri Indonesia (FSI), Hanif Alathas. Menurut Hanif, film itu tidak mencerminkan akhlak dan tradisi santri yang sebenarnya.
Atas faktor tersebut, dia meminta kepada para santri dan para jemaah agar tidak menonton film The Santri yang akan tayang pada Oktober mendatang. (cnnindonesia, 16/9/2019).
Tak hanya FSI yang meradang, sekaliber ulama pun menentang. Siapa tak kenal Buya Yahya? Jauh hari beliau tegas menyatakan film tersebut bisa tergolong fitnah jika tidak mencerminkan suasana hakiki pesantren dan para santri di dalamnya. (albahjahtv, 16/8/2019).
Sebagai informasi, The Santri merupakan film yang diinisiasi PBNU melalui NU Channel bekerja sama dengan sutradara Livi Zheng dan Ken Zheng.
Mengutip dari NU Channel, The Santri bakal dipersembahkan sebagai wahana untuk menginformasikan dan mengkomunikasikan keberadaan dunia santri dan pesantren yang memiliki pemahaman tentang Islam yang ramah, damai dan toleran dengan komitmen cinta tanah air, serta anti terhadap radikalisme dan terorisme.
Sejumput tanya menggelayut. Jika ingin mempromosikan Islam, mengapa menayangkan banyak nilai di luar Islam? Sungguh absurd.
Isu Liberalisasi Picu Kontroversi
Jauh sebelum tayang di layar bioskop, film ini sudah menuai berbagai tanggapan. Sebagian besarnya bahkan berupa kecaman. Mulai dari menyoal sutradara yang tak mengenal mandi junub hingga potret keliru mengenai santri putra maupun putri dalam keseharian.
Kisah diawali dari kehidupan di sebuah pondok pesantren yang sedang mempersiapkan perayaan Hari Santri. Seorang guru menjanjikan bahwa enam orang santri terbaik akan diberangkatkan dan bekerja di Amerika Serikat. (cnnindonesia, 16/9/2019).
Trailer demi trailer pun dirilis. Siapa sangka dirasakan umat layaknya luka gores. Pedih mengiris. Bagaimana tidak, kehidupan santri berlawanan jenis digambarkan penuh dengan ikhtilath alias campur baur tanpa interaksi yang jelas. Sangat berbeda dengan tradisi pesantren selama ini yang dikenal sangat menjaga hubungan antar santri putra dan putri sebatas interaksi yang dibolehkan dalam Islam.
Belum lagi adanya plot mengantar tumpeng ke sebuah rumah ibadah. Tak ayal menyaksikannya bagai mengaduk-aduk rasa keimanan yang merupakan fondasi hidup seorang muslim. Sampai di sini tudingan KH Luthfi Bashori bertemu relevansinya.
“Film ini tidak mendidik, cenderung liberal, ada adegan pacaran, campur aduk laki-perempuan, dan membawa tumpeng ke gereja. Jelas sekali adegan ini melanggar syariat. Bukan tradisi pesantren Aswaja (ahlusunnah wal jamaah),” tutur Pengasuh Pondok Pesantren Ribath Al-Murtadla Al-Islami, Singosari, Malang, Jawa Timur, itu. (gelora.co,16/9/2019).
Lepas dari kontroversi yang mengemuka, liberalisasi jelas perlu diwaspadai. Apalagi yang berkedok islami. Sebab harus diakui sekularisme yang membidani lahirnya liberalisasi. Hingga menjelma sebagai paham yang memuja kebebasan dalam hidup dengan meminggirkan tuntunan Ilahi.
Bila dibiarkan tentu amat berbahaya. Lambat laun dapat mengguncang sendi keimanan dan menumbangkan bangunan syariah yang ada. Termasuk di dalamnya aturan pergaulan, ukhuwah dan toleransi antar umat beragama. Imbasnya pasti pada umat Islam terutama generasi muda.
Lurus vs Menyimpang
Dari Ibnu Mas’ud ra. meriwayatkan, Rasulullah saw. membuat garis dengan tangannya lalu bersabda, “Ini jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, “Ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya.”
Selanjutnya beliau membaca firman Allah swt.,
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintah-kan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (TQS Al-An’am: 153). (HR shahih Imam Ahmad dan Nasa’i)
Di sini jelas pesantren sebagai sokoguru pendidikan Islam memikul amanah mengajarkan Islam dengan lurus benar bersandar pada Alquran dan Sunah Rasul saw. Dengan sendirinya santri pun hadir sebagai representasi pendidikan islami.
Maka dalam hal pergaulan misalnya, mutlak dihindarkan dari hal-hal yang mendekati zina. Tak lain karena Allah swt. tegas ingatkan,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Isra:32).
Demikian pula dengan toleransi atau tasamuh. Islam telah meletakkan batasan yang indah dalam Alquran,
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (TQS Al-Kaafiruun:6).
Maka ibadah berikut dengan simbol-simbolnya terlarang disikapi serampangan seolah tak berkaitan dengan iman. Bahkan dianggap sama dengan tempat lain seperti pasar, salah satunya. Padahal ada adab yang harus dijaga. Ada muru’ah yang harus dipelihara. Lalu atas kepentingan apa adegan masuk gereja membawa tumpeng ditonjolkan?
Demikianlah Islam mengatur dan membedakan yang Haq dari yang batil. Bagaikan hitam dan putih, jelas bedanya. Tak ada celah bagi si abu-abu apalagi liberalisasi yang semu. Tampak bebas secara kasat mata namun hakikinya terjajah. Tunduk pada kepentingan negara asalnya (baca:Barat) dan pihak yang segan Islam bangkit.
Cukuplah peringatan Ar-Rahman dalam Alquran,
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (TQS Al-Baqarah:120).
Mari bersama peluk erat generasi sambil bergandeng tangan menyuarakan kebenaran Islam. Sebab tak cukup tagar #BoikotFilmTheSantri yang melindungi mereka. Melainkan Allah azza wa jalla dengan terterapkannya syariah Islam secara kaffah. Wallaahu a’lam.
UMMU ZHAFRAN