Meninjau Ulang Sistem Pembiayaan Kesehatan

Meninjau Ulang Sistem Pembiayaan Kesehatan
Novi Widiastuti, SST.,M.Kes.

Sejak awal para pengamat yang jeli sudah mengingatkan bahwa kebijakan BPJS ini hanyalah pemalakan terhadap rakyat berkedok jaminan sosial.

Namanya memang terdengar bagus Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetapi isinya hanya mengatur tentang asuransi sosial yang akan dikelola oleh BPJS. Artinya ini hanya nama lain dari upaya privatisasi pelayanan sosial khususnya dibidang kesehatan.

Iklan Pemkot Baubau

Dengan slogan “Gotong Royong Semua Tertolong “ BPJS dipandang mampu membantu rakyat yang tidak mampu untuk mendapatkan layanan kesehatan dengan murah bahkan gratis. Tapi kenyataan dilapangan banyak menimbulkan polemik dan banyak sisi gelap yang bersifat sistemik pada badan tersebut.

Berbagai masalah muncul akhirnya membuat defisit BPJS kesehatan. Dalam 4 tahun terakhir defisit keuangan yang ditanggung BPJS kesehatan mencapai Rp 49,3 triliun sejak 2015 (Jakarta,kompas.com), dengan dalih tersebut solusi yang ditawarkan pemerintah adalah akan menaikan iuran hingga 100 persen. Pemerintah mengasumsikan bahwa kenaikan iuran ini akan mengurangi defisit yang telah terjadi selama bertahun tahun.

Padahal kenaikan iuran justru akan memunculkan masalah baru salah satunya masyarakat akan malas membayar karena besarnya iuran. Kenaikan iuran hanya akan menambah beban masyarakat, slogan dengan gotong royong semua tertolong tak terbukti. Kenyataannya BPJS Kesehatan adalah ladang bisnis yang alamiahnya tak mau rugi, jika rugi rakyat yang harus menanggung tak ubahnya rentenir.

Konsep BPJS merupakan asuransi sosial yang didanai melalui kontribusi peserta selain subsidi pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip asuransi. Ia bukan jaminan Negara atas kebutuhan dasar rakyatnya yang murni didanai APBN. Kebijakan BPJS  ini telah mengalihkan kewajiban pemerintah untuk menanggung biaya kesehatan yang seharusnya dipikul oleh negara akhirnya menjadi tanggungjawab rakyat, maka rakyat makin sengsara

Sistem jaminan sosial sejatinya lahir akibat kegagalan Negara-negara Kapitalis dalam menciptakan kesejahteraan untuk rakyatnya.

Oleh karena itu solusi yang ditempuh adalah rakyat harus ikut berkontribusi untuk membiayai jaminan sosial yang akan mereka dapatkan. Negara yang seharusnya bertanggungjawab menjauhkan segala aspek komersial pada sistem dan pelayanan kesehatan justru bertindak sebaliknya.

BPJS merupakan upaya tambal sulam, khususnya memasukkan model pembiayaan ala asuransi kesehatan wajib kedalam sistem kesehatan terbukti gagal  dan semakin memperdalam kezaliman dan pengabaian hak publik.

Islam telah mengatur sistem kesehatan agar dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Rasulullah SAW telah menjadikan dokter yang dihadiahkan oleh raja Muqauqis untuk melayani kaum muslimin secara gratis. Umar bin Khaththab menetapkan pembiayaan bagi para penderita Lepra di Syam dari Baitul Mall.

Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan adalah bagian dari kebutuhan primer masyarakat dimana Negara wajib menyediakan dengan gratis, mudah diakses dan professional.

Baitul mal mendapatkan dana dari sumber-sumber yang telah Allah SWT tetapkan yaitu sumber pemasukan dari fai’, kharaj, sumber daya alam, dan shadaqah, dll. Ketentuan pembiayaan dalam Islam kesehatan ini tentu jauh berbeda dengan pola BPJS yang lebih mirip dengan pajak.   

Jika kita mengharapkan adanya jaminan kesehatan yang benar-benar sesuai syariah maka kita tidak dapat berharap lagi kepada Negara yang tidak menerapkan syariah. Kita hanya bisa mengharap kepada Negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Hanya Daulah Khilafah Allla minhaj Nubuwwah yang benar-benar menerapakan Islam secara kaffah. Wallohu a’lam bi ash shawab.

NOVI WIDIASTUTI, SST.,M.KES