Bagai
ayam mati di lumbung padi_ peribahasa
Bila ada yang bilang Indonesia negeri dengan
potensi sumber daya manusia yang besar, tentu tiada yang bisa
meragukannya. Tentu wajar pula bila angkatan kerja alias penduduk dengan
usia produktif cukup besar di negeri zamrud khatulistiwa ini.
Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra menunjukkan jumlah
angkatan kerja Februari 2019 sebanyak 1.296.494 orang. Angka ini bertambah
9.871 orang atau 0,77 persen dibanding Februari 2018, serta bertambah 35.046
orang atau naik 2,78 persen dibanding Februari 2017.
Dari data itu, sebesar 64,07 persen penduduk bekerja pada kegiatan informal dan 37,15 persen penduduk bekerja tidak penuh dengan jam kerja kurang dari 35 jam seminggu mencakup 11,24 persen setengah penganggur dan 25,91 persen pekerja paruh waktu.
Sayangnyaangkatan kerja pada sektor formal di Sulawesi Tenggara (Sultra) saat ini baru mencapai 36 persen. Sehingga, ada sekitar 67 persen masyarakat di Sultra bekerja pada sektor informal.
Angka ini menurut Prof Muhammad Syarif, pengamat ekonomi dari Universitas HaluOleo masih sangat minim. Sebab, untuk menjadi daerah yang maju minimal angkatan kerja di sektor formal harus berada di angka 40 hingga 50 persen. (zonasultra, 18/9/2019).
Gemah ripah loh jinawi. Berlimpah sumber daya alam(SDA), slogan yang hingga kini masih lekat disandang penjuru negeri ini. Tak terkecuali di Sultra. Jika SDA dikelola dengan baik dan benar,idealnya lahan pekerjaan terbuka lebar.
Realita vs Idealistis
Faktanya tak demikian tersaji.Alih-alih memberikan solusi mengatasi pengangguran anak negeri, pemerintah justru menggelar karpet merah menyambut tenaga kerja asing. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing justru ditandatangani.
Dengan tanpa tedeng aling-aling Perpres ini dari awal justru ditujukan untuk mempermudah tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia. Di bawah bayang-bayang 7,04 juta warga yang butuh pekerjaan, pemerintah berdalih terbitnya Perpres adalah untuk peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi nasional serta transfer pengetahuan dan teknologi.
Menteri Perindustrian, AirlanggaHartarto menyebut, semakin banyak investor atau pemodal yang berinvestasi di Indonesia maka semakin banyak pula lapangan kerja baru yang bisa dibuka oleh mereka. (kompas.com, 30/4/2018).
Persoalannya, benarkah demikian? Lagi- lagi kenyataan berlaku sebaliknya. Fenomena pekerja asal China yang membludak di Morowali Industrial Park, Sulawesi Tengahmisalnya, ternyata bukan rahasia lagi.Mereka menempati posisi mulai dari level manajer hingga janitor. Di mana angkatan kerja Indonesia? Entah.
Parahnya lagi peneliti AssociateINDEF Zulfikar Rakhmatmenilai fenomena itu tidak mengherankan. Bahkan ia nyata-nyata mengungkap bahwa hal itu merupakan bagian dari softpower pemerintah China. (cnbcindonesia.com, 7/2/2019).
“Mengenai isu pekerja China membludak, menurut data Kemenaker (Kementerian Ketenagakerjaan) ada 26 ribu. Ini tidak mengherankan, China begitu adanya, China gunakan pekerjanya sendiri saat investasi di luar negeri,” kata Zulfikar.
Walhasil dengan Perpres ini kedatangan TKA disambut hangat kedatangannya bagaikan tamu agung. Padahal masih tertera jelas sebagai amanat UUD 1945 pasal 27 ayat (2), “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Maka bagaimana mungkin melapangkan jalan bagi TKA sementara tak sedikit tenaga kerja dalam negeri yang membutuhkan?
Gamblang sudah, butuh solusi tuntas untuk mengurai masalah ini. Berharap pada aturan buatan manusia sering kali hanya menuai kekecewaan. Karena galibnya manusia di sepanjang masa bisa berubah sudut pandang dan kepentingannya.
Hal yang diletakkan para foundingfather dalam UUD 1945 terkait kewajiban negara menjamin tersedianya lapangan kerjakini seolah tak lagi demikian. Berubahbahkan tanpa melalui proses revisi.
Apa pun Masalahnya, Islam Solusi
Jujur, sekularisme telah lama mencengkeram bumi Pertiwi. Akibatnya aturan Tuhan dipinggirkan di sudut-sudut langgar dan masjid.
Padahal bagaikan bumi dan langit,aturan
yang lahir di tangan manusia tentu sangat berbeda dengan Islam. SyariatIslam datang
dari Zat Yang Maha Pencipta segala makhluk.
Zat Yang Maha Mengetahui kebutuhan manusia.Sehingga syariat tersebut tak lekang
oleh zaman. Berlaku di segala kondisi.
Terkait solusi terhadap masalah pekerjaan, sejak dulu telah dicontohkan oleh Rasul saw. di Madinah.
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Anas bin Malik ra, Suatu ketika ada seorang pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya kepada pengemis tersebut, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?”
Pengemis itu menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian yang biasa dipakai sehari-hari dan sebuah cangkir.” Rasul lalu berkata, “Ambil dan serahkan ke saya!” Pengemis itupun pulang mengambil satu-satunya cangkir miliknya dan kembali lagi pada Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW kemudian menawarkan cangkir itu kepada para sahabat, “Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?” Seorang sahabat menyahut, “Saya beli dengan satu dirham.” Rasulullah SAW menawarkannya kembali, “Adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?”
Lalu ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham. Rasulullah SAW memberikan dua dirham itu kepada si pengemis lalu menyuruhnya menggunakan uang itu untuk membeli makanan untuk keluarganya dan sisa uangnya digunakan untuk membeli kapak.
Rasulullah SAW berkata, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu.” Sambil melepas kepergiannya Rasulullah SAW pun memberinya uang untuk ongkos. Dua minggu kemudian pengemis itu datang kembali menghadap Rasulullah SAW sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu.
Demikianlah Rasul saw menyelesaikan masalah seorang yang mengemis karena tak memiliki pekerjaan. Mencontoh beliau dalam hal ini saja pastinya belum bisa menyelesaikan masalah seluruhnya.
Karena yang diperintahkan bagi kita adalah mengambil Islam secara kaffah. Firman Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208). Wallahua’lam
Ummu Zhafran (Pegiat Opini, Member Akademi Menulis Kreatif)