Faham Liberal Menjangkiti Kampus Islami

Faham Liberal Menjangkiti Kampus Islami
Sarma.

Kekeliruan dalam memahami sebuah kata terkadang menjadi dasar dari sebuah pemahaman, menjadikan background setiap pemiliknya fokus pada titik yang telah menjadi kebiasaan (habit). Seperti halnya makna dari kata radikal.

Jika kita menengok pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata radikal memiliki tiga pengertian. Pertama pemikiran secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip/akar). Kedua, amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan) kritis; Ketiga, maju dalam berpikir atau bertindak.

Iklan Pemkot Baubau

Pada pengertian KBBI tersebut, kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya kata radikal tidak memiliki pengertian yang negatif dan buruk. Justru kata radikal memiliki pengertian yang bisa dibilang positif dan baik. Maka, jika kita benar-benar mengikuti pengertian kata radikal sesuai dengan KBBI, frasa “meningkatnya radikal” dapat diartikan menjadi “meningkatnya pola pikir yang maju”.

Penyakit Islamphobia di Negeri Islam

Berpikir maju dan berprestasi adalah hal yang diharapkan untuk generasi, menciptkan perubahan dan mencapai peradaban. Tentu sesuai syariat atau aturan yang benar.

Hal yang menjadi permasalahan saat ini ketika ada segolongan orang atau seorang mahasiswa yang berpikir maju dan kritis dikecam apabila menyuarakan tentang syariat islam. Disebut-sebut sebagai radikalisme, sedang ia hanya bisa berpikir maju atau mendasar “radikal” bukan yang menganut paham radikalisme.

Jelas negeri saat ini memperlihatkan phobia dalam ranah islam. Menjauhkan diri dari peraturan-peraturan AllAh SWT. Hikma Sanggala, seorang mahasiswa aktivis muslim, berdakwa mengajak untuk kehidupan yang lebih baik, hal yang terjadi adalah malah mendapat surat DO dari kampus, yang notabene kampus tersebut merupakan kampus islam, mestinya mendukung dakwah islam bukan untuk mencekamnya.

Kini pemikiran ideologis dilumpuhkan dengan keputusan secara tiba-tiba dari pemegang kekuasaan tertinggi Universitas Islam. Menggunakan kekuasaaan untuk menghentikan amar ma’ruf nahi munkar. Patut disayangkan, generasi yang memiliki kemampuan dalam menyebarluaskan ajaran islam, mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan.

Tempat sebagai wadah untuk menuntut ilmu yang disediakan negara untuk generasi, telah menjadi harapan kosong bagi pelajar yang telah dikeluarkan karena seorang aktivis  muslim.

Hal ini dapat juga kita temukan pada kasus larangan memakai cadar dikampus islam, seorang muslimah yang memakai cadar diberhentikan karena melanggar aturan larangan bercadar. Tentu apa yang salah pada diri seorang muslimah yang menggunakan cadar untuk menutupi sebagian wajahnya. Bukankah hal ini bagian dari syariat islam.

Hal ini berbanding terbalik dengan pemikiran sekuler yang akhir-akhir ini menggegerkan media sosial mengenai disertasi hubungan intim tanpa nikah, oleh Doktor Abdul Aziz, yang merupakan salah satu dosen IAIN Surakarta. Berlabelkan kampus islam tapi berpemikiran liberal.

Dapat dilihat dengan jelas penemuan ini bersebrangan dengan pemikiran islam. Tetapi mengikuti pemikiran dengan paradigma pendidikan sekuler yang menjadikan liberalisme sebagai asas.

Semestinya sebagai kampus islami, melahirkan pemikiran yang menguatkan aqidah, ibadah, dan akhlak uma; bukan memproduksi pemikir yang kontraproduktif dengan kepentingan dan kemaslahatan umat.

Situasi yang dihadapi saat ini adalah kondisi negeri bebas dengan kegiatan yang dilakukan, tanpa batas sama halnya dengan sistem sekuler. Sekularisme itu adalah suatu prinsip politik yang menegaskan bahwa sistem kenegaraan harus dipisahkan dengan agama.

Jadi negara yang sekuler akan mengesampingkan aspek agama dalam penerapan ketatanegaraannya. Tentu saja ini didasarkan pada pemisahan agama dengan kehidupan. Hasil perolehan pemikirannya ialah kebebasan beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan hak milik, dan kebebasan pribadi.

Terlihat jelas kesamaan yang telah diterapkan dinegeri kita saat ini. Semua terlihat bebas untuk melakukan apa saja yang tentu melanggar peraturan-peraturan yang telah Allah turunkan dalam al-qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat.

Sepatutnya kita kembali pada aturan-aturan Allah, sesungguhnya peraturan yang datangnya dari manusia untuk diterapkan dalam bermasyarakat adalah sesuatu yang akan hancur, dan binasa.

Mengambil sistem kufur adalah bencana untuk kita, ketidakseimbangan telah terjadi pada lingkungan hidup manusia, dimana sebahagian hidup telah bergantung pada materi, sehingga yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, untuk mendapatkan kepuasan materi.

Sungguh kita adalah orang-orang yang rugi dan tidak beruntung, ketika zaman sekarang sudah nampak, pemisahan agama dari kehidupan mengambil ketetapan Allah sebahagian dan meninggalkan sebahagian.

Ketika dihadapkan dengan kondisi seperti ini, harusnya kita takut akan ancaman dan siksaan yang Allah berikan, siksaan yang berat dan azab yang pedih. Tentunya yang kita harapkan adalah kembalinya sistem islam yang mengatur segala aspek kehidupan, baik pendidikan, politik, ekonomi, sosial, ataupun budaya.

Di dalamnya tidak terdapat diskriminasi, kecaman, ataupun jiwa intelektual yang rusak akibat virus dari sekuler.

Kita dapat melihat sistem hukum islam yang diimplementasikan dalam naungan negara khilafah selama lebih dari 1300 tahun, dan terbukti mampu memberikan keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara yang hidup didalamnya.

Kini dunia kembali mengalami berbagai macam kerusakan, kemiskinan, kekacauan, dan teror negara-negara kapitalis. Berbagai kerusakan itu tak lain merupakan akibat buruk dari penerapan suatu pandangan hidup yang dibangun di atas pondasi hukum-hukum buatan manusia yang sangat rapuh.

Kewajiban bagi setiap muslim untuk benar-benar memahami secara rinci dan mendasar dari pandangan hidup yang unik dan sempurna ada pada islam.

Bila kita telah mendapatkan pemahaman yang benar, niscaya kita akan dapat melihat dengan jelas bahwa sistem hukum islam adalah satu-satunya sistem yang dapat memberikan berbagai solusi praktis, bagi problematika umat manusia. Sehingga, kita akan senantiasa merindukan tegaknya sistem islam didunia.

Syariat Islam Sebagai Sistem Hidup

Ketika terdapat peraturan yang seharusnya diterapkan maka peraturan itu datangnya dari sang pencipta manusia dan alam, dan tidak mengambil peraturan yang dibuat oleh manusia mengambil sebahagian ketetapan Allah dan meninggalkan sebahagian yang lain, sesungguhnya siksaan amat pedih bagi orang-orang yang menjalankannya.

Sebagaimana firman Allah yang berbunyi : “ Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan kami beriman kepada sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman dan kafir). Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyiapkan siksaan yang menghinakan untuk orang-orang yang kafir itu.” (QS An-Nisa: 150-151).

Allah Swt berfirman :

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.

Islam sebagai sistem kehidupan yang integral dan komprehensif telah memberikan aturan pada semua aspek kehidupan manusia baik aspek politik, budaya, ekonomi, sosial, hukum, seni, manajemen dsb.

Sistem syariah islam meliputi semua aspek kehidupan manusia untuk menjaga ketertiban, keseimbangan dan kelestarian hidup manusia sehingga tercapai kebahagiaan hidup manusia di dunia sampai di akhirat.

Kesempurnaan islam sebagai pandangan hidup (ideologi) dan sistem nilai menjadi suatu tuntutan manusia di tengah arus globalisasi dan modernitas yang dihadapkan pada berbagai persoalan yang semakin kompleks. Hal ini telah diungkapkan Allah SWT dalam firman-Nya :

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS Al-Baqarah : 208).

Dari ayat di atas secara eksplisit dan implisit terdapat perintah Allah SWT kepada orang-orang yang beriman untuk mengikuti semua aturan-aturan yang telah diturunkan Allah secara totalitas dan jangan mengambil jalan hidup (way of life) dan sistem kehidupan (manhaj) selain dari islam agar hidup manusia mencapai kebahagiaan yang sebenarnya.

Dalam suatu hadist Rasulullah SAW, pernah menyampaikan pesan kepada seluruh umat manusia untuk selalu berpegang teguh kepada syariat islam yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan Assunnah.

“Aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”. (HR Malik).

Kembali kepada islam sebagai pengatur segala kehidupan, telah dipraktekan oleh Rasulullah SAW, diikuti oleh para sahabat dan sungguh tidaklah ada kehancuran didalamnya.

Semua terlihat jelas dari keberhasilan diatas syariat-syriat islam salah satu contoh adalah pemenuhan kebutuhan pokok berupa jasa (Pendidikan, Kesehatan, dan Keamanan).

Pendidikan, kesehatan, dan keamanan, adalah kebutuhan asasi dan harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Berbeda dengan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang, dan papan), saat islam melalui negara menjamin pemenuhannya melalui mekanisme yang bertahap, maka terhadap pemenuhan kebutuhan jasa pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi negara secara langsung kepada setiap individu rakyat.

Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah “pelayanan umum” (ri’ayatu asy syu-uun) dan kemaslahatan hidup terpenting. Islam telah menentukan bahwa yang bertanggung jawab menjamin tiga jenis kebutuhan dasar tersebut adalah negara.

Negaralah yang harus mewujudkannya, agar dapat dinikmati seluruh rakyat, baik muslim maupun nonmuslim, miskin atau kaya. Adapun seluruh biaya yang diperlukan, ditanggung oleh Baitul Mal.

Dalam masalah pendidikan, menjadi tanggung jawab negara untuk menanganinya, dan termasuk kategori kemaslahatan umum yang harus diwujudkan oleh negara agar dapat dinikmati seluruh rakyat.

Beberapa paradigma dasar bagi sistem pendidikan Khilafah:

Pertama, khilafah islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk SDM terdidik dengan pola berfikir dan pola sikap yang islami.

Kedua, pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).

Ketiga, pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.

Keempat, keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw.

Adapun strategi dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita lihat pula dalam kerangka berikut ini:

Pertama, tujuan utama ilmu yang dikuasai manusia adalah dalam rangka untuk mengenal Allah swt. sebagai Al Khaliq, menyaksikan kehadirannya dalam berbagai fenomena yang diamati, dan mengangungkan Allah swt, serta mensyukuri atas seluruh nikmat yang telah diberikanNya.

Kedua, ilmu harus dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia yang hanya takut kepada Allah swt. semata sehingga setiap dimensi kebenaran dapat ditegakkan terhadap siapapun juga tanpa pandang bulu.

Ketiga ilmu yang dipelajari berusaha untuk menemukan keteraturan sistem, hubungan kausalitas, dan tujuan alam semesta.

Empat, ilmu dikembangkan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah swt., sebab Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang, dan segala hal yang terdapat di langit atau di bumi untuk kemaslahatan umat manusia.

Lima, ilmu dikembangkan dan teknologi yang diciptakan tidak ditujukan dalam rangka menimbulkan kerusakan di muka bumi atau pada diri manusia itu sendiri.

Robert L. Gullick Jr. dalam  bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang. Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena dari sudut pragamatis seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”. 

Dengan demikian, agama dan aspek pendidikan menjadi satu titik yang sangat penting, terutama untuk menciptakan SDM (Human Resources) yang handal dan sekaligus memiliki komitmen yang tinggi dengan nilai keagamaannya.

Di samping itu hal yang harus diperhatikan pembentukan SDM berkualitas imani bukan hanya tanggung jawab pendidik semata, tetapi juga para pembuat keputusan politik, ekonomi, dan hukum sangat menentukan. Revolusi terhadap perilaku manusia merupakan basis dari gerakan pembaharuan yang benar.

Oleh sebab itu sangat diperlukan coresponsible for finding solutions. Untuk melakukan revolusi tersebut diawali dengan revolusi pemikiran dan pemahaman manusia terhadap islam

Pendidikan adalah kewajiban bagi seluruh manusia. Sementara itu, negara berkewajiban memberikan fasilitas dan saran-sarana serta tempat-tempat pendidikan untuk memudahkan terlaksanya pendidikan yang berbasis menguatkan islam dan kaum muslim.

Rasulullah saw. bersabda:

 “Mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim” (HR Thabrani).

Al-Badri (1990) juga menceritakan Imam Ibnu Hazm, dalam kitab “Al Ahkaam”, setelah memberikan batas ketentuan untuk ilmu-ilmu yang tidak boleh ditinggalkan, agar ibadah dan muamalah kaum muslim dapat diterima (sah).

Beliau menjelaskan bahwa seorang imam atau kepala negara berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sampai pada ungkapannya:

“Diwajibkan atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan menggaji orang-orang tertentu untuk mendidik masyarakat.”

Mencari ilmu adalah kewajiban yang harus dipikul oleh setiap individu (fardhu ‘ain). Ilmu-ilmu lain yang bersifat fardhu kifayah (fardhu atas sebagian kaum muslim) tidak akan gugur kewajiban mencarinya sebelum sebagian kaum muslim berhasil melaksanakannya dalam batas yang mencukupi. Misalnya, ilmu ekonomi, kedokteran, industri, elektronika, mekanika, dan ilmu-ilmu lain yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan dalam kehidupan kaum muslim.

Dengan terlaksanahya peraturan dan gambaran syariat islam tentu membawa perubahan hidup yang lebih baik. Tidak akan ada kecaman bagi pelajar dan dikeluarkan karena menyeru kepada yang benar dan menyeru mencegah dari yang munkar.

Hikma Sanggala, aktivis muslim, gemar berdakwa yang memiliki jiwa pengorbanan di jalan Allah, semestinya mendapat perhatian khusus. Kondisi yang berada pada sistem yang hancur, dan terdapat pemikir yang kritis, mendakwahkan syariat islam ditegahkan tentu hal ini bertujuan untuk memikirkan kemaslahatan umat.

Sebagaiamana khilafah yang pernah tegak dengan menggunakan pendidikan islam telah melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah, bertanggung jawab dan jujur (berakhlakul karimah). Serta orang yang berilmu dan beramal saleh mengajak kepada yang ma’aruf dan mencegah dari yang mungkar Allah menghadiahkan mereka dengan ganjaran yang tinggi.

Allah Ta’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (Al Mujadilah : 11).

Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki yang mulia.” (Al Anfal 2-4)

Allah Ta’ala berfirman:

وَفَضَّلَ اللّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْراً عَظِيماً دَرَجَاتٍ مِّنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

… dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) kedudukan beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan, serta rahmat. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An Nisaa’ : 95-)

Dalam tiga ayat diatas, dua di antaranya adalah penyebutan pengangkatan derajat bagi ahli iman, yaitu yang memiliki ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Sedangkan ayat yang ketiga adalah penyebutan pengangkatan derajat dengan melakukan jihad.

Dengan demikian seluruh pengangkatan derajat seorang hamba yang disebutkan di dalam Al Qur’an kembalinya kepada masalah ilmu dan jihad, yang dengan dua hal tersebut agama ini akan tegak. ( Miftaah Daaris Sa’adah li Ibnil Qayyim 1/224).

Imam Syaukani rahimahullah menjelaskan bahwa dalam firman Allah (يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ) mencakup pengangkatan derajat di dunia dan di akhirat.

Sedangkan dalam firman-Nya (وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ) maksudnya Allah mengangkat derajat orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat yang tinggi dan kedudukan mulia di dunia serta pahala di akhirat.

Maka barangsiapa menggabungkan iman dan ilmu niscaya Allah akan mengangkatnya beberapa derajat dengan imannya dan mengangkat pula beberapa derajat dengan ilmunya.

Dengan demikian semua pengangkatan derajat tersebut terkumpul dalam majelis ilmu. (Fathul Qadir 767). Wallahu ‘alam bishawwab.

SARMA