Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PB HMI Layosibana Akhirun menilai tindakan represif Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) sudah di luar batas. Terbukti, 2 mahasiswa UHO Kendari kehilangan nyawa, satu ditembak mati. Sementara, satunya lagi karena terkena benturan benda tumpul di kepala.
Menurut dia, polisi juga tidak memahami persoalan sosial yang akhir-akhir ini marak terjadi di Nusantara. Padahal, aksi unjuk rasa para mahasiswa tersebut adalah respon sosial atas UU KPK, RKUHP, dan beberapa RUU lainnya.
“Pihak Kepolisian tidak perlu merasa terancam. Secara substantif, isu-isu aksi para mahasiswa tidak menjadi ancaman bagi eksistensi kepolisian, Kok malah mereka yang reaktif dan merasa terancam dengan melakukan tindakan-tindakan represif di luar batas hingga menimbulkan korban jiwa,” semprot Yos melalui pesan WhatsApp, Jumat (27/9/2019).
Dewan Pendiri Kopi Butur ini juga menambahkan bahwa pascareformasi 98 kepolisian dipisahkan dari TNI karena polisi bukanlah aparat militer tapi aparat sipil.
“Artinya bahwa kepolisian adalah bagian dari masyarakat sipil itu sendiri, jika mereka melakukan kekerasan pada masyarakat sipil maka mereka sedang melukai diri mereka sendiri,” kata Yos.
Menurut dia, perlu ada upaya-upaya perbaikan prosedural secara konsep dan praktik pada kepolisian dalam menanggapi aksi massa menyampaikan aspirasinya.
“Kepolisian perlu meningkatkan sisi humanis dan profesional dalam bertindak ke depannya. Bahkan reformasi kepolisian bisa menjadi isu penting bagi gerakan masyarakat sipil ke depan,” tutup Yos.
SYP