Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) menetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2020.
Penetapan tersebut setelah melalui proses pembahasan antara eksekutif dan legislatif pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) minggu terakhir ini.
APBD pemprov Sultra tahun anggaran 2020 sebesar Rp 4 triliun lebih, meningkat dibandingkan APBD tahun anggaran 2019 sebesar Rp 3 triliun lebih.
Rencananya, Raperda APBD pemprov Sultra tahun anggaran 2020 ini akan diparipurnakan sebelum pelantikan anggota DPRD periode 2019 – 2024.
Usai diparipurnakan selanjutnya akan dikosultasikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dikoreksi yang selanjutnya akan di perdakan.
Sebelumnya, Fraksi-fraksi dalam dewan apresiasi Gubernur dan jajarannya atas kenaikan pendapatan asli daerah (PAD) yang dinilai sangat signifikan, dalam rapat paripurna, Senin (25/9) lalu.
“Komponen sesuai sajian data mengalami kenaikan dengan proyeksi sebesar Rp1,224 triliun. Proyeksi tersebut menunjukkan bahwa PAD naik sebesar Rp218 milyar rupiah dibanding anggaran tahun sebelumnya,”ujar Bustam unsur pimpinan komisi I DPRD Sultra.
Pimpinan Komisi I DPRD Sultra ini menyampaikan bahwa naiknya komponen PAD didukung pada pendapatan sub komponennya yang terdiri dari pajak daerah naik dengan selisih diperkirakan sebesar Rp190 milyar, retribusi daerah naik dengan selisih sebesar Rp387 juta, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berada pada angka stagnan yang sama, dan lain-lain PAD yang sah naik dengan selisih sebesar Rp8,942 milyar dari anggaran sebelumnya.
Namun begitu, ia menambahkan bahwa proyeksi pendapatan daerah mengalami penurunan sebesar Rp920 milyar. Pendapatan daerah tahun anggaran (T.A) 2020 adalah sebesar Rp3,211 triliun, sedangkan tahun sebelumnya sebesar Rp920 milyar.
“Menurunnya pendapatan daerah dipengaruhi oleh beberapa komponen pendukung pendapatan daerah yang mengalami penurunan,” ujar Bustam.
“Pada komponen dana perimbangan T.A. 2020 diproyeksikan sebesar Rp1,908 triliun. Proyeksi tersebut menurun dengan selisih sebesar Rp1,121 triliun jika dibandingkan anggaran tahun sebelumnya. Meskipun menurun, sub komponen berupa dana bagi hasil pajak atau bagi hasil non pajak naik dengan selisih Rp69,450 milyar dari anggaran sebelumnya,” timpalnya.
Ia menambahkan, menurunnya komponen dana perimbangan dipengaruhi oleh dana alokasi khusus (DAK) oleh pemerintah daerah diproyeksikan nihil karena terbentur belum keluarnya peraturan atau keputusan presiden tentang besaran DAK tiap provinsi yang harus diterima.
“Komponen lain-lain pendapatan daerah yang sah diproyeksikan debesar Rp78,426 milyar yang menurun dengan selisih sebesar Rp16,591 milyar dari anggaran tahun sebelumnya,”
Ia menyampaikan bahwa lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan pendapatan hibah yang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya dengan selisih sebesar Rp4,095 milyar.
“Menurunnya komponen lain-lain pendapatan daerah yang sah secara signifikan dipengaruhi oleh sub komponen lainnya berupa dana penyesuaian dan otonomi khusus yang diproyeksikan nihil oleh pemerintah daerah, karena terbentur masalah regulasi yang belum keluar,” pungkasnya.
Fraksi-fraksi dalam dewan menyampaikan pendapatnya mengenai perkembangan angka stunting yang meningkat di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Melalui rapat paripurna mengenai pandangan umum terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sultra 2020, Senin (26/9).
“Berdasarkan data 2018, stunting di Sultra berada pada angka 36% atau setiap 100 balita terdapat 30 balita kategori stunting,” ujar Bustam, pimpinan Komisi I DPRD Sultra.
Pihaknya meminta, agar pemerintah daerah dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat melalui percepatan penurunan stunting dan gizi pada balita yaitu melalui keseriusan dan dukungan pendanaan dari pemerintah daerah yang akan berdampak pada sektor kualitas sumber daya manusia (SDM), pendidikan, dan ekonomi.
Dalam kesempatan lain, Gubernur Sultra, Ali Mazi menyampaikan jawaban atas pemandangan umum seluruh fraksi DPRD Sultra, RAPBD 2020, Selasa (26/9).
Ia menyampaikan bahwa dalam rangka percepatan penurunan kasus stunting, telah dilakukan riset kesehatan dasar pada tahun 2010, prevalensi stunting di provinsi Sultra sebesar 37,8%.
“Tahun 2013 menurun menjadi 33,5% dan tahun 2018 terus mengalami penurunan menjadi 28,8%. Kondisi ini lebih rendah dari angka nasional sebesar 30,8%,” beber Ali Mazi.
Ia menambahkan, bahwa pemerintah provinsi terus menurunkan angka tersebut, dan diharapkan di akhir rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2018-2023, angka stunting di Sultra bisa mencapai kurang dari 25%.
“Pencegahan dan penanggulangan stunting harus dilakukan sedini mungkin yakni mulai di usia kehamilan sampai anak berusia 2 tahun atau 1000 hari pertama kehidupan, bahkan dimulai dari perempuan usia remaja melalui pemberian tablet tambah darah,” jelas Ali Mazi.
Ia menambahkan, bahwa pemerintah pusat bersama dengan pemerintah provinsi, serta kabupaten/kota telah menetapkan lokus penanganan stunting di provinsi Sultra yaitu pada tahun 2018 di kabupaten Buton, pada tahun 2019 di kabupaten Kolaka.
Sedangkan pada tahun 2020, lokusnya bertambah 4 kabupaten yakni di kabupaten Muna, kabupaten Buton Selatan, kabupaten Wakatobi dan kabupaten Kolaka Timur.
“Adapun pembiayaan kegiatan, pencegahan, dan penanggulangan stunting, tidak hanya dari APBD Provinsi, tetapi juga dari APBN pusat, APBN Dekonsentrasi, dan fisik dan non fisik, termasuk bantuan operasional kesehatan (BOK) di puskesmas, bahkan di beberapa kabupaten juga menggunakan dana desa,” pungkasnya.
T I M