Example floating
Example floating
Opini

Nalar Kritis Terpenjara Dalam Jeruji Kekuasaan

×

Nalar Kritis Terpenjara Dalam Jeruji Kekuasaan

Sebarkan artikel ini
Nalar Kritis Terpenjara Dalam Jeruji Kekuasaan
Mariana.

KIBLAT.NET, Seorang mahasiswa di Kampus IAIN Kendari, Hikma Sanggala dikeluarkan dari kampus karena tuduhan tidak jelas. Pengacara Hikma dari LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan mengatakan bahwa kliennya dikeluarkan karena dituding berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme.

“Diantara yang menjadi dasar pemberhentian tersebut yaitu diantaranya adalah berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam dan nilai-nilai kebangsaan dan terbukti sebagai anggota, pengurus dan/atau kader organisasi terlarang oleh Pemerintah,” katanya kepada Kiblat.net melalui siaran persnya pada Senin (02/09/2019).

Iklan KPU Sultra

“Kemudian atas dasar apa Pimpinan Kampus IAIN Kendari menjatuhkan sanksi berat kepada mahasiswa sementara tidak ada satupun keputusan Pemerintah, Putusan Pengadilan, dan norma Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang defenisi ‘radikalisme’,” pungkasnya.

Radikalisme Alat Kekuasaan Membungkam Suara Kritis Mahasiswa

Definisi radikal menjadi multitafsir bahkan kata radikalisme bisa jadi alat kekuasaan untuk menindas atau membungkam siapapun yang bertentangan dengan kepentingan kekuasaan. Padahal secara defenisi kata radikal sesungguhnya tidak menjadi persoalan.

Hanya saja opini yang di gaungkan justru berkonotasi negatif sehingga kata radikal pun kehilangan makna aslinya, ditakuti bahkan dijadikan stigma negatif untuk memberangus gerakan mahasiswa yang kritis terhadap kebobrokan sistem dan nalar pengusanya.

Mahasiswa yang cerdas dan berprestasi sekalipun ketika mencoba menggunakan nalar kritis dan bergerak sesuai dengan idealismenya harus terhalang dengan tembok beton kekuasaan. Kata radikalisme menjadi payung hukum untuk menindak siapapun yang bereaksi atas kezaliman yang terjadi.

Mesehati dan melakukan koreksi terhadap kebijakan keliru tampaknya sangat mahal di era kekuasaan saat ini. Padalah kekuasaan tanpa kritik dan nasehat justru rawan terjadinya pelanggaran, sebab pada akhirnya kebenaran dan kesalahan itu tergantung dari persepsi penguasanya.

Kata radikalisme dapat menjadi senjata kekuasaan untuk memberangkus siapapun  yang bertentangan dengan status quo kekuasaan yang sedang berlangsung.

Maka tak heran, julukan baru pun bermunculan, kekuasaan anti kritik, anti nasehat, dan mau berbuat seenaknya main gebuk dan main hantam ketika tidak sesuai dengan kepentingannya. Sebab banyak pula kemaksiatan yang nyata tapi dibiarkan, Disertasi legal zina oleh salah satu doktor universitas justru malah diapresiasi, di fasilitasi dan bahkan diberikan reward, tapi yang kebenaran justru dibelenggu dengan alasan radikal seolah apapun yang tidak sesuai dengan kemauan penguasa adalah sebuah kesalahan dan tidak boleh dilakukan.

Pada akhirnya mahasiswa dipaksa untuk tunduk pada aturan yang ada dengan dalih melanggar kode etik, padahal tidak jelas kode etik seperti apa yang dilanggar, masuk dalam organisasi terlarang? Sementara secara peraturan organisasi terlarang itu hanya PKI. Melanggar tata tertib mahasiswa, tata tertib seperti apa padahal mahasiswanya pernah mendapatkan piagam sertifikat penghargaan sebagai mahasiswa dengan IPK terbaik se-fakultas.

Nampaknya ada upaya melakukan sabotase terhadap suara kritis mahasiswa supaya mereka bergerak sesuai arahan kepentingan kekuasaan, bahkan kampus juga menyasar mahasiswa yg kritis terhadap kebijakan penguasanya. Jika terus terjadi ketidakadilan maka nalar kritis mahasiswa akan terpenjara dalam jeruji kekuasaan.

Padahal kampus, memang seharusnya berfungsi untuk mencetak generasi yang cerdas, berprestasi dan kritis. Kampus tidak memiliki hak untuk mengekang gerakan mahasiswa, selama apa yang diperjuangkannya adalah sebuah kebenaran, tidak melakukan tindakan anarki dan perbuatan destruktif.

Mahasiswa memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya sesuai dengan realita yang dirasakan masyarakat. Tuduhan bergabung dengan organisasi terlarang juga harus dapat di buktikan secara konstitusional, jangan sampai hanya sebuah asumsi akibat dari opini publik yang masif dimediakan oleh kekuasaan, padahal secara undang-undang organisasi terlarang yang dimaksud justru tidak pernah terbukti.

Karena itu harus ada pembuktian secara konstitusional tentang keterlibatan dalam organisasi terlarang dan memberikan kesempatan pada mahasiswa yang tertuduh untuk melakukan pembelaan diri dengan fasilitas hukum yang disediakan, sebelum di drop out atau dikeluarkan. Sebab tanpa adanya bukti dan pembelaan yang dilakukan oleh mahasiswa justru akan menunjukkan bahwa Kampus melakukan tindakan sewenang-wenang dan tidak adil pada mahasiswa.

Kampus bukanlah lembaga pencetak generasi yang taat pada kekuasaan, tapi kampus itu membangun generasi supaya jadi agent of change, perubahan menjadi lebih baik, yang kecerdasannya tidak teramputasi oleh kekuasaan, yang gerakannya tidak dikontrol oleh bayang-bayang penguasa, tapi mahasiswa adalah pemikir yang independen yang bergerak sesuai dengan kebenaran yang menjadi realita.

Akan sangat disayangkan jika ada penguasa tertinggi sebuah universitas yang bernuansa islam pula, asal gebuk mahasiswanya yang berprestasi dengan alasan terpapar radikalisme, padahal mahasiswa berprestasi adalah aset kampus yang dapat meningkatkan mutu kampus itu sendiri.

Phobia dengan kata radikalisme ini juga berlebihan, sebab ini hanyalah sebuah ide. Yang tertuduh radikalisme selama ini juga tidak pernah bawa senjata, narkoba, bahkan pergaulannya tidak bebas, perilaku dan bicaranya pun santun, tidak pernah buat makar untuk menggulingkan kekuasaan, tidak melakukan provokasi pemisahan dari Negara, tidak memiliki benteng perang, tidak memiliki kapal dan pesawat tempur. Lalu apa yang ditakutkan dari mereka? Pemikirannyakah atau suara kritisnya terhadap kezaliman penguasa?

Padahal ada yang lebih penting yang harus di pikirikan, misalnya perilaku maksiat pergaulan bebas, korupsi, pemberontak bersenjata papua yang nyata mau memisahkan diri  NKRI, kapitalisme yang semakin bercokol dan mencengkeram negeri ini, komunisme yang semakin berani menampilkan simbol dan idenya. Lalu kenapa terlalu sibuk dengan kata radikal sementara kejahatan yang nyata terlihat justru dibiarkan.

Negeri ini bukan dihuni dengan orang-orang tidak berakal, sebab bagaimapun mau di opinikan pada masyarakat agar takluk dibawa kekuasaan dengan menjual ide-ide menyesatkan yang membuat rakyat bingung tetap saja manusia dengan nalar yang cerdas itu akan lahir.

Boleh lah hikmah sanggala dikeluarkan tapi idealisme dan pemikiran hikmah akan hidup disetiap universitas negeri ini, setiap mahasiswa yang terzalimi dengan tindakan penguasanya akan menuntut keadilan di dunia maupun diakhirat.

Melakukan Kritik Adalah Sebuah Kewajiban

Islam telah mewajibkan melakukan koreksi terhadap penguasa (muhasabah li al-hukkaam). 
Allah swt telah mewajibkan kaum Muslim untuk mengoreksi penguasa, mencegah kemungkarannya, mengubah kezalimannya, dan menasehatinya, jika mereka menzalimi hak-hak rakyatnya, menelantarkan kewajiban-kewajibannya, mengabaikan urusan rakyat, menyimpang dari syariat Islam,atau berhukum dengan aturan-aturan kufur. 

Imam Muslim telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

“Akan datang  para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa  saja yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)”.

Para shahabat bertanya, “Tidaklah kita perangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka masih menegakkan sholat” Jawab Rasul.” [HR. Imam Muslim].

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan, bahwa mengingkari penguasa yang melakukan tindak kezaliman dan kemaksiatan adalah fardlu.  Sedangkan berdiam diri dan rida terhadap kezaliman dan kemaksiatan penguasa adalah dosa.  

Mengoreksi penguasa zalim serta mengubah kemungkarannya bisa dilakukan dengan lisan, tangan, dan hati.  Seorang Muslim diperbolehkan mengoreksi penguasa dengan tangannya; akan tetapi ia tidak diperbolehkan mengangkat pedang, atau memeranginya dengan senjata.  Seorang Muslim juga diperbolehkan mengingkari kezaliman penguasa dengan lisannya secara mutlak. 

Ia boleh mengeluarkan kritik baik tertulis maupun disampaikan secara terang-terangan.   Ia juga boleh mengingkari kemungkaran penguasa dengan hatinya, yakni dengan cara tidak bergabung dalam kemaksiatan yang dilakukan oleh penguasa.

Di samping itu, nash-nash yang berbicara tentang amar ma’ruf nahi ‘anil mungkar juga berlaku bagi kepala negara dan aparat-aparatnya. Sebab, nash-nash tersebut datang dalam bentuk umum, mencakup penguasa maupun rakyat jelata.  Al-Quran telah menyatakan kewajiban ini di banyak tempat.

“Hendaknya ada di antara kalian, sekelompok umat yang mengajak kepada kebaikan, serta menyeru pada kemakrufan dan mencegah kepada kemungkaran.”[Ali Imron:104]

Demi Dzat yang jiwaku dalam genggamanNya, hendaknya kalian benar-benar memerintahkan pada kemakrufan, serta mencegah dari perbuatan mungkar, atau sampai Allah betul-betul akan memberikan siksaan untuk kalian dari sisiNya, yakni meskipun kalian berdoa kepadaNya dengan sungguh-sungguh, niscaya Dia tidak akan mengabulkan (doa) kalian.”[HR. Ahmad dan Tirmidziy].

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengadzab orang-orang secara keseluruhan akibat perbuatan mungkar yang dilakukan oleh seseorang, kecuali mereka melihat kemungkaran itu di depannya, dan mereka sanggup menolaknya, akan tetapi mereka tidak menolaknya.  Apabila mereka melakukannya, niscaya Allah akan mengadzab orang yang melakukan kemungkaran tadi dan semua orang secara menyeluruh.” (HR. Imam Ahmad).

Tidak hanya itu saja, Rasulullah saw juga menyatakan dengan spesifik kewajiban serta keutamaan melakukan muhasabah (koreksi) kepada penguasa.  Al-Thariq menuturkan sebuah riwayat:

“Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw, seraya bertanya, “ Jihad apa yang paling utama.” Rasulullah saw menjawab,’ Kalimat haq (kebenaran) yang disampaikan kepada penguasa yang zalim” (HR. Imam Ahmad). Wallahu a’lam.

MARIANA

Example 120x600
error: Jangan copy kerjamu bos