Massa Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI menggelar aksi di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Sabtu (28/9/2019) yang diikuti oleh berbagai kalangan baik dari Persaudaraan Alumni 212, Front Pembela Islam (FPI) dan beberapa Ormas lainnya.
Aksi yang menyuarakan sejumlah protes terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini awalnya dinamai Parade Tauhid Indonesia 2019. Namun karena beberapa pertimbangan hingga akhirnya diubah menjadi Aksi Mujahid 212. Seperti dilansir detik.com, (27/9/219).
“Kenapa ada perubahan ini? Ini untuk menyikapi perkembangan yang terjadi. Kami ingin kabarkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa umat Islam ikut dalam arus perubahan, dan kami ingin memberikan kontribusi maksimal untuk perubahan bagi Indonesia yang lebih baik, bagi NKRI yang berdaulat, bagi NKRI yang kokoh dan bermartabat, bagi NKRI yang menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Ketua Panitia Aksi Mujahid 212 Edy Mulyadi.
Berangkat dari kekecewaan yang membuncah di benak umat, melihat berbagai peristiwa yang terjadi di negeri Indonesia tercinta ini, mulai dari kabut asap, kisruh Wamena, pemberontakan Papua, hingga soal RKUHP dan revisi UU KPK. Semua itu nyaris tak ada ujung pangkalnya, entah berakhir seperti apa, yang jelas semua itu tidak menunjukkan sebuah ri’ayah (pengurusan) yang baik oleh penguasa dan para pemangku jabatan.
Masyarakat sudah gerah dan lelah dengan semua problematika yang hampir menguras seluruh tenaga dan pikiran mereka. Di bidang ekonomi, angka kemiskinan masih meningkat dan buruknya distribusi barang dan jasa.
Sistem ekonomi kapitalisme hanya menguntungkan sebagian orang, bagi mereka para kapital, para pengusaha, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin menderita. Di bidang politik, sistem politik demokrasi yang dianut hanya membuahkan para politikus yang korup, perselingkuhan penguasa dan penguasaha makin nampak adanya. Begitupun dalam kebijakan yang diambil hampir semua tidak ada yang pro rakyat, akan tetapi sarat kepentingan asing dan aseng.
Di bidang sosial, negara belum dapat menjaga masyarakat dari maraknya pornografi pornoaksi, narkoba, pergaulan bebas, LGBT, kriminalitas dan lain-lain. Yang pada akhirnya mereka sadar situasi yang demikian parah dibutuhkan perubahan ke arah yang lebih baik.
Situasi ini menuntun mereka untuk turun ke jalan, dimulai dari aksi mahasiswa hingga aksi mujahid yang menuntut keadilan dan perubahan untuk negeri ini.
Hanya saja yang menjadi PR besar buat kita, bagaimana agar kadar berpikir umat tentang Islam tidak parsial dan tidak pragmatis pergerakannya hanya pada satu isu saja, akan tetapi fokus pada isu yang lebih besar lagi yaitu ikhtiar penegakkan syariah secara kaffah atau perubahan yang hakiki.
Perubahan hakiki dalam perspektif Islam adalah perubahan ke arah penegakkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) di setiap aspek kehidupan. Artinya adalah perubahan yang menyangkut rezim dan sistem. Bukan perubahan pada rezim saja, karena kita sudah banyak pengalaman yang mestinya dapat dijadikan pelajaran bahwa pergantian rezim hanya menghasilkan wajah tanpa adanya perubahan kebijakan sedikitpun bahkan semakin parah.
Jika dicermati secara mendalam bahwa segala macam problematika yang ada saling terkait satu dengan yang lainnya. Namun bermuara pada satu sebab yaitu akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler demokrasi yang menafikan peran Allah SWT (agama) dalam mengurusi kehidupan manusia. Dan memberikan hak membuat hukum kepada akal manusia yang bersifat lemah dan terbatas.
Hal itulah yang ditengarai memicu bencana demi bencana, konflik di berbagai daerah hingga kerusuhan yang begitu banyak menelan korban. Akhir-akhir ini begitu terasa negeri kita jauh dari keberkahan.
Alam seakan marah, karena bangsa ini seakan sudah melampaui batas. Hukum-hukum Allah dengan berani dicampakkan. Pun para ulama dan pengemban dakwahnya juga dilecehkan. Umat sengaja dijauhkan dari ajaran Islam yang sesungguhnya, sebaliknya umat digempur dengan pemahaman dan ide-ide Barat yang sejatinya adalah upaya Islamophobia dan deideologisasi dengan berbagai program dan isu-isu yang menyudutkan Islam.
Padahal ideologi Islamlah sesungguhnya kunci kebangkitan Islam. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkanya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.(QS Thaha : 124).
Semua realitas inilah sudah seharusnya memicu keinginan kuat pada diri umat untuk melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud tentunya bukan yang parsial hanya perubahan rezim akan tetapi ke arah sistem. Yaitu merubah sistem sekuler demokrasi menjadi sistem Islam.
Sebagaimana dahulu Rasulullah Saw contohkan, beliau berdakwah melalui pemikiran tanpa kekerasan fisik, memahamkan umat dari penyembahan semula kepada makhluk kemudian dipahamkan agar menyembah hanya kepada Allah saja.
Dimulai dari para sahabat dengan melakukan pembinaan Islam secara bersama-sama, kemudian berkembang dakwahnya kepada masyarakat, hingga pada akhirnya berhasil menyatukan masyarakat dari berbagai kabilah dan menjadikannya sebuah negara Islam di Madinah. Islam terus berkembang dan memperluas wilayahnya, kondisi pasukan yang sangat kuat hingga mampu menggentarkan musuh-musuhnya.
Kehidupan yang mulia dapat dirasakan baik oleh muslim maupun non muslim dengan diterapkannya syariah Islam yang maha adil, baik dari sisi ekonomi, sosial maupun politiknya hingga mencapai masyarakat dengan peradaban yang gemilang.
Oleh karena itu sudah saatnya sistem batil kapitalisme beserta turunannya kita campakkan, dan umat Islam segera kembali kepada aturan Allah SWT dan hukum-hukumNya yang akan membawa keberkahan. Melalui sistem Islamlah perubahan yang hakiki dapat diraih, perubahan yang mendasar sampai akar-akarnya melalui penerapan Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bi ash-sawab.
SRI MURWATI