Pasangan sejenis seakan tak malu-malu lagi menunjukkan jika mereka penyuka sesama jenis, terutama di dunia barat. Sementara di dalam negeri pasangan sejenis masih belum berani menampakkan perbuatan tersebut secara terang-terangan.
Sebagaimana penyanyi Mark Westlife bersama dengan pasangannya, Cailean O’Neill, resmi menjadi ayah. Mereka melakukan surogasi alias perjanjian dengan seorang ibu yang mengandung anak mereka untuk nantinya anak itu mereka rawat.
Melansir dari Instagram pribadi Mark Feehily, nama asli Mark Westlife, ia pun menunjukkan foto dirinya dan sang kekasih yang sedang membawa bayi. Dalam keterangan foto, ia menuliskan bahwa bayi Layla lahir dengan selamat pada 1 Oktober 2019 pukul 7.27 malam dan menuliskan bahwa mereka adalah dua ayah yang berbahagia.
Mark Feehily dan Cailean O’Neill bukanlah pasangan sejenis pertama yang melakukan surogasi anak. Beberapa publik figur pun pernah lebih dahulu melakukan hal serupa. Mereka diantaranya: Neil Patrick Harris dan David Burtka, Nate Berkus dan Jeremiah Brent serta Shaun T. dan Scott Blokker (Tempo.co, 05/10/2109).
Tak hanya itu, pasangan hidup PM Serbia Ana Brnabic melahirkan bayi laki-laki. Kantor PM menyebutnya sebagai peristiwa bersejarah meskipun negara konservatif itu tidak secara hukum mengakui pernikahan atau kemitraan sesama jenis.
Brnabic, 43, menjadi salah satu dari sedikit pemimpin pemerintahan yang menyatakan diri sebagai gay atau lesbian secara terbuka ketika ia diangkat sebagai perdana menteri pada Juni 2017 (Detik.com, 22/02/2019).
Pasangan sejenis itu sesungguhnya menunjukkan bahwa mereka lemah dan terbatas. Karena secara logika tak ada pasangan sejenis yang bisa menghasilkan keturunan dari hasil pernikahan yang mereka jalani. Walaupun mereka memiliki anak, jelas bukan murni dari hasil hubungan pernikahan mereka, melainkan ada bantuan dari pihak ketiga.
Selain itu, jika dibandingkan dengan binatang yang tak dikarunia akal, tentu perbuatan itu sangat buruk dan hina. Sebab binatang saja tak ada yang kawin dengan sesama jenis. Tapi justru manusia yang dikarunia akal ada saja yang melakukan perbuatan tersebut. Ini menunjukkan kedudukan mereka lebih rendah dari binatang.
Di samping itu, tentu hal ini karena adanya budaya liberal yang kian merebak di tengah masyarakat, di mana logika tak lagi berjalan. Sebab logika ditumbangkan oleh hawa nafsu yang lebih mendominasi. Apalagi, tujuan tertinggi/tolok ukur kebahagiannya hanya sebatas kepuasan material/jasadiah semata.
Hal itu pun tak aneh, jika pasangan sejenis makin eksis, karena tak sedikit ada yang menganggap bahwa perbuatan tersebut bukanlah merupakan tindakan menyimpang apalagi kriminal. Sehingga dengan adanya hal itu kaum pelangi tak boleh didiskriminasi di tengah masyarakat.
Ditambah lagi perbuatan tersebut sulit dicegah mengingat perbuatan tersebut adalah bagian dari hak asasi manusia yang begitu diagung-agungkan dalam sistem kapitalisme. Jadi hal itu makin memperkuat keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat yang sulit dibabat hingga tuntas.
Bisa terbayang bagaimana kehidupan kedepannya, jika pasangan sesama jenis makin bertambah jumlahnya. Hal tersebut tentu mengancam keberlangsungan adanya generasi baru di masa mendatang. Padahal sejatinya salah satu tujuan pernikahan, yaitu bisa memiliki keturunan yang lahir dari hasil pernikahan pasangan suami istri yang legal. Ini pun jelas bertentangan dengan fitrah manusia.
Sementara itu, dalam pandangan syariat sendiri perbuatan tersebut jelas sangat terlaknat. Sebagaimana Rasul saw. bersabda: Dilaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual) (HR at-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas).
Adapun untuk meminimalisir bahkan membabat hingga ke akarnya dapat dilakukan dengan 2 hal, yakni:
Pertama, adanya upaya pencegahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menutup hal-hal yang dapat memicu timbulnya perilaku menyimpang tersebut. Seperti memisahkan tempat tidur baik kepada laki-laki dan perempuan, laki-laki sesama laik-laki dan perempuan sesama perempuan.
Tak kalah penting, meniadakan segala kegiatan atau tontonan yang dapat mengarahkan seseorang cenderung kepada sesama jenis, terlebih saat kegiatan mereka diapresiasi. Seperti adanya kegiatan olahraga atau perlombaan yang mengikutsertakan kaum pelangi tersebut. Karena sebenarnya sadar atau tidak masyarakat secara tidak langsung mengakui keberadaan mereka.
Kedua, adanya sanksi yang tegas dan menimbulkan efek jera. Hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku kriminal tersebut dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya, Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka hukum matilah keduanya, baik pelaku maupun objek (HR Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah).
Oleh karena itu, hal tersebut sulit direalisasikan jika tak berpijak pada aturan yang Maha sempurna yakni yang bersumber dari Allah swt. Karena sesungguhnya dalam Islam untuk mewujudkan hal itu diperlukan adanya ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan adanya peran negara yang memberikan sanksi terhadap pelaku homoseksual. Jika hal itu dapat diterapkan barulah Islam rahmatan lil ‘alamin dapat dirasakan. Wallahu a’lam.
FITRI SURYANI