Ketua Baru, Harapan Baru?

Ketua Baru, Harapan Baru?
Rima Septiani.

Putri sulung Megawati Soekarno Putri menjadi wanita pertama yang menjabat sebagai ketua DPR dalam sejarah Indonesia.  Hal ini menjadi sejarah baru Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipimpin oleh seorang wanita pada periode  2019-2024.

Puan Maharani saat ini mendapat banjiran pujian oleh sekelompok elit politik setelah  resmi dilantik menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia merupakan perempuan pertama yang terpilih memimpin badan legislatif itu setelah 74 tahun. Putri Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri ini dicalonkan oleh partainya, yang merupakan pemenang pemilu legislatif 2019 dan juga mayoritas pemegang kursi di DPR. (https://www.voaindonesia.com2/10/2019).

Iklan Pemkot Baubau

Harapan Palsu Demokrasi

Tahun 2019, bisa dibilang tahun ‘keberuntungan’ bagi Puan Maharani. Pasalnya, dia kemudian mendapat jabatan terpenting dan tertinggi dalam lembaga negara, yaitu  sebagai ketua  DPR periode 2019-2024. Puan Maharani tercatat menjadi Ketua DPR perempuan pertama Indonesia dengan sebelumnya menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) dalam Kabinet Kerja 2014-2019.

Jabatan  dalam sistem demokrasi, merupakan perkara yang mudah diraih. Asal ada uang, keluarga dari kalangan aktivis politik, dan partai pendukung, maka kursi jabatan bisa ditempati.  Namun miris, kinerja kerja belum sejalan dengan harapan Indonesia untuk maju. Rakyat yang selama ini bergantung pada perwakilannya, masih saja kecewa dengan berbagai kebijakan yang dzolim.

Soal prestasi bukan menjadi tolak ukur untuk memimpin rakyat, jatah kursi lah yang  dijadikan rebutan oleh para politikus negeri ini. Faktanya setelah penunjukan Puan Maharani sebagai ketua DPR, banyak netizen dalam hal ini rakyat terkejut dan mempertanyakan prestasi dan kinerja selama ia menjabat sebagai Menko PMK.

Warganet memberikan komentar  pedis, terkait  apa kelayakan Puan sehingga layak diberi jabatan pimpinan lembaga negara.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) pun angkat bicara. Lucius Karus mengatakan belum ada optimisme akan terjadinya perubahan di parlemen.

“Partai politik lama, incumbent yang juga mendominasi DPR baru. Saya sedari awal tidak melihat ruang yang cukup leluasa bagi terjadinya perubahan di parlemen yang baru mendatang. Kehadiran wajah baru yang tidak dominan dari sisi kuantitas juga saya kira dengan mudah kemudian akan ikut arus praktek politisi lama,” tambahnya.

Lucius menambahkan kinerja DPR periode sebelumnya terburuk sejak reformasi berlangsung di Indonesia. DPR dinilai tak menjalankan fungsi legislatifnya dengan baik.

Secara umum, rezim saat ini gagal dalam memuaskan hati masyarakat. Di mana, tugas penting negara adalah mensejahterakan rakyat, namun tugas pokok tersebut tak dapat tertunaikan secara sempurna. Kasus kemiskinan, kesehatan bermasalah, beban ekonomi, pendidikan kurang merata, hingga hutang yang terus bertambah, merupakan prestasi yang terukir sepanjang  masa pemerintahan.

Berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat, masih saja terus disahkan. Disaat rakyat menjerit, negara malah lepas tangan. Sikap anti kritik yang dipertontonkan pemerintah saat ini, sepertinya cukup menghkhianati masyarakat. Bagi-bagi kursi DPR ataupun menteri merupakan realitis yang terjadi dan kita saksikan saat ini.

Kenyataanya, hampir sebagian besar kabinet dan lembaga perwakilan rakyat, berasal dari partai pendukung Presiden. Baik itu lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif.

Sebagian publik menilai, bahwa rezim sekarang menggunakan alat –alat kekuasaan untuk menindas dan menekan rakyat. Termasuk akun-akun pro-jokowi kerap dibiarkan berseliweran di dunia maya. Isu pergantian ketua DPR sebenarnya meninggalkan tanda tanya besar bagi kita semua.

Apakah pergantian tersebut  bisa menyelesaikan beban  rakyat atau tidak. Pasalnya sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Berkali-kali pergantian rezim dan lembaga negara terjadi, namun belum juga ada perubahan untuk Indonesia lebih baik.

Belum lagi, modal politik harus dikeluarkan untuk mendapatkan jabataan sangat fantastis jumlahnya. Wajar saja, tuntutan tersebut membuka celah untuk praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) berkembang. Tidak mengherankan banyak anggota DPR yang terkena jerat kasus korupsi.  Watak dasar demokrasi adalah kebebasan.

Dalam demokrasi, ada nilai kebebasan yang diagung-agungkan. Kebebasan dipandang sebagai harga mati dan dijadikan alat memupus ayat-ayat Allah dengan berbagai kebijakan pro kekuasaan. Justru dalam pertemuan perwakilan rakyat, ayat ayat Allah bisa dicampakkan dan diganti dengan pemikiran manusia ketika akan menetapkan suatu kebijakan.

Dengan kata lain, legalisasi UU diserahkan kepada akal manusia semata, sebab sumber hukumnya bukan berasal dari Al Quran dan As –sunnah. Wajib bagi kita meninggalkan hukum buatan manusia ini.

Kembali Pada Islam

Dari fakta di atas, kita sebenarnya sudah sangat paham bahwa demokrasi tak pernah menjanjikan perubahan hakiki yang sesuai fitrah manusia. Siapa pun yang memimpin negeri ini, baik laki-laki atau perempuan, jika masih menggunakan kebijakan ala demokrasi, maka nihil perubahan yang kita rindukan dapat terwujud.

Umat Islam wajib mencampakkan sistem demokrasi yang telah melumpuhkan ayat-ayat Allah untuk ditempatkan sebagai pengatur dalam lini kehidupan. Konsep kebijakan yang ditentukan justru jauh dari nilai-nilai agama, bahkan standarnya adalah manfaat semata.

Indonesia wajib menjadikan sistem Islam sebagai standar hukumnya. Islam merupakan agama yang memiliki seperangkat aturan yang lengkap, politik, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan pendidikan, semuanya memiliki aturan aturan sesuai hukum-hukum Allah.

Dalam kacamata Islam, ketika penguasa lalai dalam mengurusi rakyatnya, menunjukan bahwa ada kecacatan dalam kepemimpinanya. Mestinya umat sadar, kita  membutuhkan perubahan mendasar untuk masalah ini. Sistem Islam memiliki bukti bagaimana ketika ditegakkan penguasa mampu mengurus rakyatnya dengan sebaik mungkin.

Oleh karena itu, sistem Islam bisa menjadi solusi bagi permasalahan negeri ini.  Umat mesti mencampakkan serta mengganti sistem yang menjadi penyebab utama kesengsaraan rakyat ini. Sejatinya Islam memandang bahwa masalah kehidupan bukan merupakan urusan individu semata, tetapi juga melibatkan negara dan sistemnya.

Allah swt berfirman:

“Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah swt, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” (QS.Al-Maidah: 44)

Sudah saatnya umat bangkit untuk mengubah keadaan bobrok sekarang ini. Sistem demokrasi ini telah menempatkan hukum Allah secara tak selayaknya, menghindari segala aturan Islam  yang berbau politik, ekonomi,ekonomi, kesehatan, bahkan  persanksian. Sudah saatnya kita kembali pada sistem yang shahih yaitu sistem kehidupan yang aturannya memang berasal dari Allah SWT. Yaitu Islam. Wallahu ‘alam bi ash shawwab.

RIMA SEPTIANI