Ironi Transformasi Jabatan dalam Demokrasi

Ironi Transformasi Jabatan dalam Demokrasi
Sinta Nesti Pratiwi.

Menyoal Dualisme Jabatan

Mengejutkan! Bagaimana bisa seorang menteri beralih profesi menjadi Ketua DPR? Yang kita ketahui bahwa beliau adalah anak dari Ketua Umum PDIP. Partai tersebut menaungi Presiden negeri ini. Apakah jabatan berlaku untuk orang-orang yang punya kuasa?

Iklan Pemkot Baubau

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Menko PMK), Puan Maharani mengatakan bahwa dirinya sudah mengundurkan diri dari kabinet kerja. Sebab, kata Puan, dirinya dilantik sebagai anggota DPR periode 2019-2024.

“Sesuai undang-undang, jabatan negara tidak boleh rangkap jabatan, Jadi, kemarin tanggal 30 saya sudah izin pamit kepada Presiden untuk mengundurkan diri sebagai Menteri, untuk bisa dilantik 1 Oktober ini sebagai anggota DPR,” kata Puan (Kompas.com, Selasa, 1/10/2019).

Bagaimana mungkin hal itu terjadi? Yang kita ketahui, beliau tidak ikut andil dalam pesta demokrasi (pemilihan anggota legislatif). Tentu hal ini sangat mengejutkan, dan hal yang baru dalam periode ini seorang menteri tiba-tiba menjadi Ketua Umum DPR, dan dimana pelaksanaan pelantikannya dilakukan malam hari, bukankah hal ini sangat janggal dalam peraturan pemerintahan.

Lagi dan lagi, rakyat harus merasakan kepahitan dalam sistem demokrasi. Seharusnya DPR adalah lembaga yang betul-betul memperjuangkan hak-hak rakyat, tapi nyatanya hal itu tidak berlaku, fakta kejadian kemarin para mahasiswa demo besar-besaran menuntut hak-hak rakyat tidak diberi jalan keluar oleh para anggota DPR.

Justru sebaliknya, anggota DPR yang terpilih malah memihak kepada pemerintah. Pantaskah anggota DPR bersikap demikian? Berpihak kepada pemerintah, bukan kepada rakyat yang jelas-jelas rakyat memilih DPR untuk menyuarakan hak-hak mereka kepada pemerintah, tapi nyatanya DPR bukan lagi lembaga yang memihak kepada rakyat.

Masihkah Kita percaya dengan sistem demokrasi? Katanya dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat. Semboyan itu hanyalah omong kosong belaka. Faktanya dari rakyat, untuk kepentingan pribadi dan kroni-kroninya. Belum lagi fasilitas-fasilitas yang dimiliki anggota DPR dan DPRD serta tunjangan-tunjangan masa jabatan tidak sesuai dengan kinerja mereka mengabdi untuk rakyat. Pantaskah anggota DPR dan DPRD mendapatkan fasilitas dan tunjangan yang sangat fantastis, di tengah rakyat terzalimi oleh peraturan pemerintah yang sangat zalim menindas rakyat?

Pemimpin Wanita dalam Pandangan Islam

Salah satu penyebab kenapa demokrasi dikatakan haram oleh ulama, adalah karena demokrasi yang dilaksanakan di kebanyakan negara Islam merupakan hasil dari pemisahan politik dan ajaran Islam. Pihak pemerintah di negeri-negeri Islam, memodifikasi demokrasi itu sendiri untuk mempertahankan kedudukan mereka dalam waktu yang lama.

Pemilihan umum, diadakan dalam suasana tidak ada kebebasan media untuk membuka pikiran masyarakat. Terkadang hanya satu partai saja yang boleh memerintah, dan partai yang sedang berkuasa sekarang menggunakan segala cara untuk mempertahankan kedudukan mereka. Terlebih lagi mengangkat wanita sebagai pemimpin, Bukankah, hal ini tidak diperbolehkan dalam Islam?

“Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerah kan urusan mereka kepada wanita (mengangkat wanita sebagai pemimpim)” (HR. Bukhari, Tirmidzi dan An-Nasa’i).

Islamlah yang mampu mengatur seluruh aspek kehidupan bahkan tatanan dalam suatu negeri. Tidak semena-mena mengangkat seseorang sebagai pemimpin tanpa ada kesepakatan bersama, bukan karena adanya yang berkuasa di dalamnya,tetapi melihat nilai kemampuannya dalam memimpin untuk perubahan suatu kaum.

Terpilihnya putri salah satu Ketua Partai, membuktikan bahwa demokrasi bukanlah sejatinya mewakili rakyat, melainkan siapa yang berkuasa dia yang memegang kendali atasnya. Wallahu ‘alam bishshawab.

SINTA NESTI PRATIWI