Korupsi di Indonesia tampaknya akan semakin tumbuh subur pasca akan direvisinya UU KPK, bayangkan saja saat ini sebelum revisi terjadi, posisi Indonesia menempati posisi ke-89 indeks persepsi korupsi (IPK) dunia. Menurut Transparansi International Indonesia (TII), IPK Indonesia tahun ini naik menjadi 38, sehingga berada pada posisi 89 se-dunia.
Sementara dalam cakupan Asia Tenggara, Indonesia berada di urutan ke-4 dari 11 negara dengan urutan pertama Singapura dan terakhir Kamboja. (detiknews.com/29/1/2019).
Sehubungan dengan IPK Indonesia, pada tingkat se-Asean (2017-2018) naik ke peringkat 4 setelah berhasil menggeser posisi Thailand yang turun ke posisi 6. Sebelumnya, posisi Indonesia berada di bawah Negeri Gajah Putih.
Hasil TII mencatat IPK Indonesia pada 2018 naik 1 poin menjadi 38 dari skala 0-100. Sementara IPK Thailand turun 1 poin menjadi 36. Untuk diketahui IPK mendekati 0 mengindikasikan suatu negara banyak terjadi korupsi. Sebaliknya skor IPK mendekati 100 mengindikasikan semakin bersih dari korupsi (katadata.com, 29/1/2019).
Sebagai negara dengan tingkat korupsi yang terus meningkat, tentunya ada kekhawatiran tersendiri dari berbagai elemen bangsa, tetapi tentunya tidak langsung membuat kita bersikap pesimis dan khawatir berlebihan jika kelak anak bangsa akan kembali mengulang sejarah kelam korupsi. Sebagaimana ketidaktepatan statement Menteri Keuangan, Sri Mulyani kepada mahasiswa sekolah tinggi akuntansi negara (STAN).
Yang mana dalam sambutannya sebagai pembicara utama dalam acara Dinamika (studi perdana memasuki kampus) STAN, Sri Mulyani menekankan agar semua yang telah lulus dan masuk sebagai mahasiswa di pengelola keuangan negara (PKN) STAN, untuk tidak menghianati negara. Apalagi seluruh biaya selama menempuh pendidikan di PKN STAN akan dibiayai oleh negara.
“Kalian sekolah di PKN STAN dibiaya oleh negara yang berasal dari uang rakyat. Jadi jangan pernah kalian menjadi penghianat Republik Indonesia, Jangan Pernah,” kata Sri Mulyani. (cnbcindonesia.com (30/9/2019).
Seharusnya statement tersebut, sang menteri sampaikan kepada para koruptor dan pemilik modal yang “merampok” uang rakyat. Karena akibat perbuatan mereka, pembangunan seharusnya dapat dilaksanakan dengan uang rakyat tetapi yang terjadi sebaliknya, pembangunan harus dilaksanakan dengan sumber keuangan lainnya misalnya utang dan lain sebagainya, yang mana dampaknya semakin memperburuk kondisi keuangan negara.
Sistem Kapitalis Semakin Menyuburkan Korupsi, Basmi dengan Sistem Islam
Korupsi pada sistem kapitalis seperti saat ini tampaknya semakin bertumbuh subur, bagaimana tidak selain hukumannya yang tidak berefek jera, sistem pengelolaan kekayaan negara pun tdak berpihak pada rakyat.
Tengok saja bagaimana negara dengan mudah melibatkan asing dalam mengelola hasil bumi Indonesia. Padahal dalam Islam, kekayaan alam merupakan bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara bukan asing. Dengan begitu, hasil dari pengelolaan kekayaan alam tersebut tentunya sepenuhnya dinikmati oleh rakyat bukan asing.
Haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kekayaan alam kepada individu, swasta apalagi asing. Rasulullah saw bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli : air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).
Jika pemerintah Indonesia mengadopsi sistem Islam, pastinya korupsi akan hilang. Karena pemimpinnya terikat syariah sehingga setiap kebijakan yang dibuatnya berdasarkan hukum Allah swt (Al Qur’an dan Assunah), bukannya hukum buatan manusia.
Sebagaimana QS An Nisa:65,”Demi Tuhanmu (wahai Muhammad), pada hakikatnya mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau Muhammad sebagai hakim dalam semua perselisihan yang timbul diantara mereka, kemudian mereka tidak merasa berat di hati mereka terhadap apa yang telah engkau putuskan, dan merekamenerima keputusan itu dengan ketudukan sepenuhnya”.
Dengan adanya pemimpin yang taat syariah, otomatis akan tercipta generasi yang taat syariah pula, dengan kata lain korupsi akan hilang pasalnya korupsi dalam Islam hukumnya haram, karena mengambil sesuatu yang bukan haknya. Seperti firman Allah swt dalam QS Al Baqarah : 188,”Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
Melihat fakta korupsi yang terjadi, masihkah negara kita bertahan dengan sistem kapitalis yang dianut?. Tidak cukupkah rakyat merasakan dampak korupsi yang terjadi selama ini?. Semoga saja dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, hidayah Allah swt menghinggapi para pemimpin negeri ini, sehingga mereka akan melaksanakan hukum-hukum Allah swt dan akan tercipta kesejahteraan dunia dan akhirat.
Ingatlah firman Allah swt, “Hukum jahiliakah yang mereka kehendaki. (Hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah swt bagi orang-orang yang yakin?”. (QS Al Maidah : 50). Wallahu’alam bishowab.
ULFAH SARI SAKTI