Wanita dan Bangsa
Kiprah kaum Kartini dalam pembangunan peradaban patut diacungi jempol. Bagaimana tidak? Ketegasan di balik tangan lembutnya telah mencetak para dokter hingga pengusaha.Tidak bisa dipungkiri bahwa wanita dengan predikatnya sebagai seorang ibu, memiliki peran strategis dalam menyokong tegaknya suatu bangsa.
Tidaklah berlebihan jika ada ungkapan, Wanita tiang negara. Wanita yang baik, dalam perannya sebagai ibu, akan berusaha mencetak generasi berkualitas. Generasi yang akan membangun negara lebih maju dan sejahtera.
Sebaliknya, ibu yang kurang menghayati perannya, akan menghasilkan generasi berkualitas rendah. Generasi yang jauh dari masjid, dekat dengan narkoba. Generasi yang familiar dengan aneka game namun asing dengan AlQur’an. Generasi yang doyan pergaulan bebas dan jauh dari majlis-majlis ilmu. Bagaimana jadinya jika beberapa tahun ke depan negeri ini mereka pimpin?Di sinilah peran ibu dengan naluri kasih sayang dan mendidik menjadi sangat penting.
Naluri yang Hilang
Untuk mewujudkan generasi berkualitas, seorang anak butuh sentuhan sayang orang tuanya. Terlebih seorang ibu.Tidak hanya kebutuhan fisiknya seperti makanan dan pakaian, namun juga kebutuhan psikologisnya. Alih-alih memenuhi kebutuhan buah hati, kondisi saat ini membuat naluri kasih sayang ibu melayang.Bahkan, tega mengakhiri hidup sang buah hati.
Berikut ini, deretan kasus keji tersebut dari Januari 2019 sampai dengan Oktober 2019 :
- Di Tangerang seorang anak (1,5) harus meregang nyawa di tangan wanita yang melahirkannya karena sang ibu sakit hati dengan ayah korban (m.liputan6.com. 20/01/2019)
- Pada Maret 2019, terjadi kasus yang sama. Seorang balita (1) ditenggelamkan di bak mandi oleh ibu kandungnya hingga tewas.Tersangka melakukannya karena kesal pada suaminya yang tidak memberikan nafkah padanya. (aceh.tribunnews.com. 27/03/2019).
- Di Boyolali, nyawa seorang anak (6) meregang nyawa di tangan ibu kandungnya. Ini terjadi pada Juli 2019. Sang ibu menganiaya buah hatinya karena jengkel pada buah hati. (kompas.com. 18/07/2019)
- Kupang, September 2019. Ibu membunuh 2 anak kandungnya. Dia mengaku dendam karena sering dianiaya suami. (m.detik.com. 14/09/2019)
- Kasus seorang ibu melakukan inses dengan dua puteranya dan membunuh putri angkatnya terjadi di Bandung. (m.detik.com.01/10/2019)
- Kasus yang masih hangatadalah ibu bunuh putrinya di Jakarta Barat. ZNL (2,5) digelonggong air hingga tewas oleh ibunya secara terus-menerus selama sekitar 20 menit. Korban pun mengalami muntah-muntah hingga akhirnya meninggal. Korban sempat dibawa ke rumah sakit, namun sayang korban sudah tidak bernyawa. (m.detik.com. 25/10/2019)
Masih banyak kasus serupa. Sepanjang dua ribu delapan belas ada enam kasus ibu yang hilang naluri keibuannya. Belum lagi, puluhan kasus aborsi yang dilakukan karena hubungan terlarang.
Pandangan Islam
Hidup di tengah arus sekulerisme – kapitalisme memang sangat berat. Sekulerisme adalah suatu paham yang menyingkirkan peran Sang Pencipta sebagai pengatur kehidupan.Sekulerisme menggelar karpet merah untuk kebebasan melenggangdalam kehidupan.
Maka, tidak mengherankan jika segala bentuk kemaksiatan tumbuh dengan subur.Sekulerisme mensetting individu jauh dari Pencipta-nya.Seseorang yang jauh dari Allaah akan cenderung pada kemaksiatan.
Berbeda dengan Islam. Diin yang sempurna ini memandang bahwa Sang Pencipta telah menurunkan aturan hidup agar kehidupan manusia berjalan harmonis. Dalam masalah ini, Islam memberikan pandangan:
Pertama, Seorang istri mempunyai peran sebagai umm wa robbatul bayt. Dia adalah madrasah yang pertama bagi buah hatinya. Islam memberikan motivasi kepada orang tua dalam merawat dan mendidik anak-anaknyaSebagaimana sabda Rasulullaah SAW, “Barang siapa diuji dengan anak perempuan, lalu ia dapat mengasuh mereka dengan baik, maka anak perempuannya itu akan menjadi penghalangnya dari api neraka kelak”.(HR. Muslim)
Kedua, Islam memberikan peran kepada suami sebagai qowwam. Pemberi nafkah bagi keluarga. Rasulullaah Sholallahu ‘alayhi wa salam bersabda, “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allaah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), bahkan untuk makanan yang kamu berikan kepada istrimu”. (HR. Bukhari)
Ketiga, Islam memandang bahwa negara bertanggung jawab mengurus rakyat dengan sebaik-baiknya. Rasulullaah Sholallahu ‘alayhi wa salam bersabda, “Barang siapa yang diangkat oleh Allaah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allaah haramkan baginya surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari sini lahir para pemimpin yang mengurus rakyat dengan sebaik-baiknya. Mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan jasmani rakyatnya, namun juga memberikan iklim yang kondusif bagi berkembangnya ketaqwaan di dalam kehidupan.
Dikisahkan suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khathab “blusukan”, beliau mendengar tangisan bayi. Umar mendatangi ibu bayi tersebut seraya berkata, “Takutlah engkau kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan berbuat baiklah dalam merawat anakmu.”
Di akhir malam beliau mendengar bayi tersebut menangis lagi.Rupanya, ibu tersebut hendak menyapih anaknya yang baru berusia beberapa bulan agar memperoleh tunjangan dari Khalifah. Saat itu, Umar bin Khathab ra membuat kebijakan pemberian jatah makan untuk anak-anak yang sudah disapih.
Maka ketika shalat subuh bacaan Khalifah Umar nyaris tidak terdengar jelas oleh para makmum disebabkan tangisnya. Beliau berkata, “celakalah engkau wahai Umar berapa banyak bayi kaum muslimin yang telah engkau bunuh”. Setelah peristiwa itu pun, beliau membuat kebijakan pemberian jatah bagi setiap anak yang lahir dalam Islam. Beliau memberlakukan kebijakan ini pada seluruh wilayah kekuasaan beliau.
Begitulah gambaran riayah pemimpin dalam Islam. Kondisi seperti ini tentu akan menjadikan orang tua khususnya ibu, lebih ringan dalam menjalankan perannya.Terjaga nalurinya, sehingga lahir generasi cemerlang pembangun peradaban mulia. Wallahu a’lam.
DEPY SW