BPJS, Benarkah Solusi Untuk Kesehatan?

BPJS, Benarkah Solusi Untuk Kesehatan?
YULI UMMU RAIHAN

Dilansir oleh cnnindonesia.com, 29/09/2019  bahwa Mentri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyatakan kenaikan iuran BPJS kesehatan akan berlaku mulai 1 September 2019. Puan mengungkapkan kenaikan ini telah dibahas oleh Kementrian Keuangan bersama komisi IX dan XI DPR. Puan juga berharap kebijakan ini dibarengi dengan perbaikan manajemen, persoalan defisit yang diderita eks PT Asuransi Kesehatan bisa segera diatasi, sehingga tidak lagi bergantung pada suntikan dana dari pemerintah.

Kenaikan kali ini mencapai dua kali lipat yaitu kelas mandiri III dari Rp. 25.500 menjadi Rp. 42.000, kelas mandiri II dari Rp. 59.000 menjadi Rp. 110.000 dan kelas mandiri I dari Rp. 80.000 menjadi Rp. 160.000.

Iklan Pemkot Baubau

Tentu ini menambah beban masyarakat, jangankan untuk membayar iuran BPJS ,untuk biaya hidup sehari-hari saja masyarakat sudah kesulitan.

Tak cukup sampai disini, keanggotaan BPJS berlaku seumur hidup, seseorang tidak bisa keluar meski ia tidak mampu membayar kecuali ia meninggal dunia, dan selama ia tidak membayar itu dihitung sebagai tunggakan dan rencananya akan ada petugas khusus yang akan menagih ke rumah peserta, kumparan.com.

Keanggotaan BPJS juga akan dijadikan syarat dalam mengurus dokumen penting kewarganegaraan seperti SIM, STNK, KTP, masuk sekolah dan surat penting lainnya, www.cnbindonesia.com,08/10/2019.

Jadi intinya semua wajib ikut BPJS suka atau tidak,  jadi seumur hidup kita harus membayar iuran BPJS  meski tak pernah sakit sekalipun, karena iuran yang kita bayarkan akan hangus, tidak bisa diklaim balik, kecuali jika sakit.

Sejak awal BPJS memang sudah menuai kontroversi, bahkan MUI sempat mengeluarkan fatwa keharamannya.

BPJS yang merupakan metamorfosis dari PT Askes dan PT Jamsostek yang didasari oleh UU SJSN dan UU BPJS  adalah produk yang di godok dengan bantuan sejumlah konsultan asing seperti GIZ (Jerman), Ausaid (Australia), International Labour Organization (ILO) dan ADB yang mendanai pembuatan model sistem jaminan sosial ini.

BPJS ini adalah bentuk pengalihan tanggung jawab negara dalam hal kesehatan kepada rakyatnya.  Rakyat dipaksa membayar agar bisa menikmati layanan kesehatan, memang ada sebagian yang disubsidi, namun harus mampu membuktikan dirinya miskin.

Kepesertaan BPJS bersifat wajib. Dengan demikian BPJS telah mengubah  status layanan kesehatan yang menjadi hak rakyat menjadi kewajiban, bahkan dana tersebut menjadi bagian dari dana gontong royong yang digunakan untuk meng-cover pembiayaan kesehatan peserta lainnya.

Layanan kesehatan juga bersifat diskriminatif, karena tergantung besaran iuran yang dibayarkan. Pengkastaan ini menyebabkan penumpukan jumlah pasien di kelas III, karena mayoritas masyarakat lebih memilih kelas ini.

Keterbatasan fasilitas, beban kerja tenaga medis yang berlebihan, ditambah manajemen yang buruk membuat layanan kesehatan kelas ini tidak optimal, bahkan dalam banyak kasus pasien BPJS terkesan dianaktirikan dibandingkan peserta yang membayar tarif non BPJS.

BPJS juga kental nuansa bisnis, karena menitikberatkan efisiensi biaya ketimbang mutu pelayanan. Agar pembayaran klaim kepada penyedia layanan kesehatan dapat ditekan, maka penyakit yang ditanggung dibatasi. Penyakit karena wabah misalnya, tidak ditanggung.

Kehadiran BPJS menjadi tameng kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan yang prima bagi rakyatnya. Selama ini alokasi untuk kesehatan amat minim dibanding bidang lainnya.

Dalam kamus industri, asuransi dikenal hukum large of number, yaitu semakin besar jumlah peserta maka taksiran biaya dapat diperkirakan dengan lebih akurat. Dengan demikian badan pengelola asuransi dapat menetapkan berapa besar nilai premi yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal. Sehingga tak heran kenapa pemerintah ngotot sekali memaksa rakyatnya untuk ikut kepesertaan BPJS.

Konsep yang melandasi lahirnya BPJS sesungguhnya muncul dari pandangan sistem ekonomi kapitalis ala Barat. Sistem ekonomi ini memiliki pandangan bahwa penataan ekonomi yang baik adalah jika negara tidak ikut campur dalam pengelolaan ekonomi. Semakin sedikit peran negara maka semakin efisien dan efektif ekonominya (Samuelson, 1999).

Ini berbeda sekali dengan sistem Islam, dimana negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggungjawab penuh dalam segala urusan rakyatnya termasuk kesehatan.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Pemimpin yang mengatur urusan manusia adalah pengurusbrakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al -Bukhari dan Muslim).

Kesehatan adalah kebutuhan primer atau mendasar sebagaimana makanan, sehingga negara wajib menyediakannya.

“Siapa saja yang saat memasuki pagi merasakan aman pada kelompoknya, sehat badannya dan tersedia bahan makanan di hari itu, seolah-olah telah memiliki dunia semuanya (HR al-Bukhari, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Di dalam Islam jaminan kesehatan diberikan secara gratis, negara tidak boleh membebani rakyatnya untuk membayar kebutuhan layanan kesehatan. Dalil yang melandasinya adalah hadist Rasulullah Saw yang dituturkan oleh Jabir ra : “Rasulullah pernah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Kaab yang sedang sakit. Dokter itu memotong salah satu uratnya lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu (HR Abu Dawud).

Pengadaan layanan, sarana, prasarana kesehatan tersebut wajib  senantiasa diupayakan oleh negara bagi seluruh rakyatnya tanpa ada diskriminasi atau pengkastaan.

Keberadaan BPJS bisa disebut kebohongan pemerintah kepada rakyatnya, karena senantiasa ini disampaikan sebagai layanan gratis, jaminan, namun faktanya rakyat membayar, dan berbasis asuransi. Pelaku pemerintah ini dicela oleh Rasulullah Saw melalui sabdanya: ” Tidaklah seorang hamba dijadikan Allah sebagai pemimpin yang mengurusi rakyatnya, lalu dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga baginya (HR Muslim).

Semoga ini menjadi perhatian bagi pemerintah, dan bahan pertimbangan bagi kita sebagai rakyat bahwa semua ini adalah kezaliman yang nyata, dan kita tidak ingin selamanya berada dalam kezaliman ini, dan hanya sistem Islam yang mampu mengatasi semua ini bukan yang lain, wallahu a’lam.

YULI UMMU RAIHAN (PENULIS, DAN PEMERHATI KEBIJAKAN PUBLIK)