Sungguh merinding mendengar berita ini, seorang ibu tega menggelonggong anak kandungnya sendiri dengan air galon hingga meninggal. Na’udzubillahi min dzalik.
Ternyata kenapa alasan ibu itu tega menggelonggong anaknya, disebabkan ancaman dari suaminya yang akan menceraikan apabila anaknya ini dalam kondisi kurus. Demikian keterangan Kanit Reskrim Polsek Kebon Jeruk, AKP Irwandhy Idrus kepada wartawan di kantornya Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Berita dilansir dari Detiknews (25/10/2019).
Karena ancaman tersebut ibu ini menjadi stress dan tertekan hingga mengambil jalan pintas menggemukkan anaknya dengan cara menggelonggong air galon. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 18 oktober 2019 lalu di rumah kontrakannya.
Pelaku melakukan penganiayaan di saat suaminya sedang bekerja. Bayi ZNL yang masih berusia 2.5 tahun digelonggong selama 20 menit sampai akhirnya meninggal. Selain digelonggong dengan air, korban juga mengalami kekerasan fisik.
Dalam Al Qur’an, anak disebutkan sebagai karunia dari Allah SWT. Ia adalah tabungan dan investasi orang tuanya, dan sebagai tumpuan masa depan orang tua. Anak semestinya dilahirkan demi menjadi generasi penerus orang tuanya. Sebagai amanah yang harus dijaga dan dilindungi. Semua itu bisa terwujud jika individu anak dilahirkan dari orang tua yang sadar sepenuhnya akan tanggung jawabnya sebagi orang tua.
Sesuai dengan Firman Allah: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (Qs al Isra’ (17):31).
Penyebab hal di atas adalah sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem kapitalis sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan.
Sungguh ironis memang, seharusnya ibu itu sebagai ummu warobatul bait atau ibu sebagai pengatur rumah tangga sekaligus sebagai madrosatul ulla atau sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya, ternya menjadi ancaman paling dekat bagi keluarganya.
Sistem kapitalis sekuler ini mengubah fitrah sorang ibu dan menghapus nurani kelembutan seorang ibu. Ibu bahkan menjadi monster bagi anak-anaknya hingga tega membunuh darah dagingnya sendiri.
Hal ini diakibatkan dari masyarakat yang semakin kurang iman, dan jauh dari nilai-nilai agama. Tidak takut lagi kepada Sang Pencipta dan semakin mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu juga faktor ekonomi yang sulit, yang mengakibatkan terpuruknya masyarakat. Dan yang sangat penting adalah kurangnya pengawasan dari negara sebagai pengontrol.
Berbeda dengan negara yang menjalankan sistem Islam, yang dipimpin seorang Khalifah. Khalifah sangat memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Bahkan seorang warga yang kelaparan akan sangat diperhatikan.
Seperti dicontohkan oleh Sayidina Umar bin Khaththab, beliau rela memanggul gandum demi rakyatnya yang kelaparan. Rakyat dipastikan tidak akan kekurangan makanan. Khalifah juga menyediakan banyak lapangan kerja, sehingga para kepala keluarga didorong untuk bekerja agar para istri, tercukupi kebutuhan pangan dan ekonominya.
Di dalam negara Khilafah seorang ibu benar-benar fokus mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang mujtahid. Khalifah akan memenuhi tangung jawab ekonomi dan sosial bagi keluarga, tetangga, dan masyarakat.
Saatnya kita kembali pada hukum Islam. Karena kebenaran nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang pasti, yang harus ditunaikan oleh seluruh umat manusia. Sudah saatnya kaum muslim mencampakkan sistem kapitalis sekuler yang tidak beradab. Yang hanya membawa dampak buruk bagi umat manusia. Wallahu a’ lam biashawaaab.
ARI WIWIN