Menanti Rezim Ramah Syariah

Menanti Rezim Ramah Syariah
Depy SW.

Isu Seksi

Belum genap tiga puluh hari Kabinet Indonesia Maju dilantik, namun sudah berhasil membuat  kontroversi di tengah publik. Seperti wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintahan yang digaungkan menag.

Iklan Pemkot Baubau

Sebagaimana pernyataan menag dalam  Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid di Hotel Best Western, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Beliau berkata, “Memang nantinya bisa saja ada  langkah-langkah lebih jauh, tapi kita melarang niqab, tapi melarang untuk masuk instansi-instansi pemerintah, demi alasan keamanan. Apalagi kejadian Pak Wiranto yang lalu.”

Meski pada akhirnya beliau meminta maaf atas kegaduhan publik karena wacana tersebut, publik bisa menilai jika isu radikalisme masih menjadi isu “seksi” untuk digulirkan. Rezim terkesan bernafsu untuk melekatkan label radikal pada syari’ah Islam.

Ekonom Senior, Rizal Ramli, lewat akun twitter pribadinya mengatakan isu radikalisme yang didengungkan pemerintah bukan hal yang aneh. Menurutnya, isu ini akan terus dimainkan dalam setahun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Setahun ke depan agaknya akan digoreng terus isu 3R (Radikalisasi, radikulisasi dan radikolisasi).

Label Negatif

Pada hakikatnya, sebuah sikap “radikal” bisa tumbuh dalam entitas apapun, tidak mengenal agama, batas teritorial negara, ras, suku dan sekat lainnya. Namun, rezim melekatkan istilah radikal pada individu atau kelompok muslim yang memiliki cara pandang, sikap keberagamaan dan politik yang bertentangan dengan mainstream yang ada.

Lebih detailnya lagi, label radikal dilekatkan bagi kelompok yang berjuang agar syariat Islam diakomodir secara konstitusional atau individu yang dengan lantang mengkritisi rezim.

Genderang perang melawan radikalisme telah ditabuh. Hal ini tampak pada sikap dingin rezim pada kelompok-kelompok Islam atau siapa saja yang mendukung penerapan syari’ah Islam. Dari kriminalisasi beberapa aktivis Islam hingga pembubaran ormas Islam.

Bukti lainnya adalah pembubaran pengajian dan membuat black list penceramah yang akan dilarang berceramah di masjid-masjid yang katanya itu milik negara/ perusahaan negara. Program deradikalisasi  ini  bahkan menyentuh ranah berbusana, yaitu pelarangan cadar dan celana cingkrang.

Sebagaimana diungkapkan Menteri Agama Fachrul Razi bahwasanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkannya agar membuat program deradikalisasi yang bertujuan menangkal paham radikal. Ia mengaku seluruh instansi pemerintah di kementerian mana pun memiliki instruksi yang sama dan sudah memiliki tugas menangkal radikalisme. (m.detik.com. 30/10/2019)

Islam Rahmatan lil’alamin

Kontra radikalisme merupakan proyek global negara imperialis. Tujuan utamanya : untuk membendung aspirasi syari’ah, memperlemah dan mengkriminalkan perlawanan umat Islam yang menentang intervensi dan penjajahan imperialis barat. Proyek ini merupakan proyek sekularisasi dan liberalisasi ajaran Islam. Mereka hendak memaksakan ajaran  Islam versi barat.

Di level global, tudingan radikalisme terhadap umat  Islam sering digunakan untuk melegalkan penindasan terhadap umat Islam. Seperti yang dilakukan Cina di Xinjiang, Birma terhadap muslim Rohingya, Rusia di Chechnya, Zionis Israel di Palestina. (Media Umat Edisi 253)

Isu radikalisme yang  digelontorkan dengan sistematis, akan membuat frame buruk umat Islam terhadap syari’ah. Akibatnya, syari’ah Islam yang seharusnya menjadi sumber solusi segala problematika kehidupan, dijauhi bahkan dimusuhi. Sebaliknya, kapitalisme-sekulerisme yang menjadi biang kesemerawutan negeri ini terus dipelihara. Akibatnya, permasalahan akan terus menyelimuti ibu pertiwi.

Kita bisa melihat bagaimana utang pemerintah tembus hingga 4.363,2 trilliun, mahalnya biaya hidup dengan terus naiknya tarif listrik, biaya kesehatan (baca : iuran BPJS), bahkan harga plastik. Belum lagi  kasus banjirnya TKA, korupsi, penegakkan hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

Seharusnya rezim memfokuskan agendanya pada penyelesaian masalah-masalah di atas, bukan pada radikalisme dimana umat Islam sering dijadikan kambing hitam. Upaya membawa syari’ah Islam ke ranah konstitusional adalah upaya menyelamatkan negeri ini dari cengkeraman imperialisme.

Maha Suci Allah yang telah berfirman dalam QS. Al Maidah : 50 “Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”.

Sejarah mencatat peradaban Islam yang gemilang memayungi 2/3 dunia selama kurang lebih 13 abad. Peradaban maju yang membawa kesejahteraan dan meninggalkan banyak kontribusi bagi generasi setelahnya. Akankah itu terwujud di Indonesia? Menantikan Indonesia maju dan sejahtera, menanti rezim ramah syari’ah.

DEPY SW