Deradikalisasi Ajaran Islam

Deradikalisasi Ajaran Islam
Yanyan Supiyanti.

Rezim saat ini terus menunjukkan sikap berlawanan dengan kehendak publik. Hendak menyerang ajaran Islam dengan beragam cara melalui proyek deradikalisasi dan penyesatan makna syar’i. Umat tidak boleh mendiamkan penyesatan pemikiran seperti itu.

Dilansir oleh wowkeren.com, pada tanggal 31 Oktober 2019, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi baru saja dikabarkan sedang melakukan pengkajian terkait larangan menggunakan cadar di instansi pemerintah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun langsung memperingatkan untuk tidak membuat kegaduhan.

Iklan Pemkot Baubau

Namun, ia kemudian membantah dan menjelaskan maksud dari pelarangan tersebut. “Cadar tidak dilarang. Tidak ada (pelarangan), saya sebut niqab itu tidak ada ayatnya, tidak ada hadisnya,” kata Fachrul di kantor Kemenko PMK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Kamis (31/10).

Polemik seputar radikalisme ke depan akan semakin menghangat. Hal itu sebagai respon publik terhadap sikap politik pemerintah saat ini.

Istilah radikalisme masih sangat kabur hingga detik ini, sehingga tidak jelas apa definisi dan indikatornya. Istilah radikal telah dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif, yakni sebagai pendorong terorisme.

Ada upaya pula untuk mengaitkan isu radikalisme dengan terorisme, bahwa pemicu terorisme adalah radikalisme atau paham radikal. Sesungguhnya yang menjadi target isu radikalisme itu adalah Islam. Tidak hanya orang dan organisasinya, namun juga ajaran Islam itu sendiri yang akan dibidik.

Tentu saja tuduhan semacam itu bagian dari penyesatan opini. Isu radikalisme itu sebenarnya merupakan isu global. Agenda “war on radicalism” bersamaan dengan isu terorisme, keduanya sama-sama dimunculkan oleh Barat yang tujuannya sama, yakni untuk melawan Islam dan kaum muslim.

Perlu pula disadari,apa yang sekarang terjadi sesungguhnya bagian dari perang pemikiran yang memang gencar dilakukan oleh negara-negara Barat. Inilah fakta perang peradaban antara Islam dan Barat.

Menjadikan radikalisme seolah menjadi agenda utama kabinet sekarang tentu salah kaprah. Sebab, persoalan utama negeri ini bukanlah radikalisme, akan tetapi kapitalisme-liberalisme. Berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini justru berpangkal dari penerapan kapitalisme-liberalisme di Indonesia.

Kemiskinan yang masih tinggi, penganguran yang terus meningkat, beban hidup masyarakat yang semakin berat, utang yang menggunung, justru bermula dari kebijakan ekonomi yang liberal.

Dijadikannya radikalisme sebagai agenda utama rezim saat ini, semakin memperkuat anggapan bahwa rezim ini dikuasai oleh radikal liberal sekuler yang anti Islam.

Anti radikalisme ini sesungguhnya merupakan proyek global negara imperialis, Amerika, Inggris, Australia dan sekutunya. Tujuan utamanya, tidak lain untuk membendung aspirasi syariah Islam kafah dan persatuan umat Islam di dunia. Isu radikalisme digunakan untuk melemahkan dan mengkriminalkan perlawanan umat Islam menentang intervensi dan penjajahan imperialis Barat.

Segala makar musuh-musuh Islam untuk membendung kebangkitan Islam pastilah gagal. Kemenangan sudah dijanjikan Allah Swt kepada umat Islam yang dengan sungguh-sungguh memperjuangkan syariah Islam. Segala bentuk makar mereka pasti gagal karena akan berhadapan dengan makarnya Allah Swt.

Allah Swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 54:

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” Wallahu a’lam bishshawab.

YANYAN SUPIYANTI