Banjir Telah Surut, Masalah Belum Larut

Banjir Telah Surut, Masalah Belum Larut
Yuni Damayanti.

Puluhan massa yang tergabung dalam Barisan Rakyat Konawe (Barak) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Konawe, Senin (11/11/2019). Mereka menuntut perbaikan Jembatan Latoma dan mengungkap penyebab banjir di Konawe pada Juli lalu.

Orator Barak, Arisman, menyampaikan putusnya akses jalan ke Latoma melalui jembatan tersebut membuat warga Latoma mengalami kesulitan dalam mobilisasi sumber penghasilan maupun makanan. Kondisi nahas itu akan diperparah saat musim hujan tiba. Selain jembatan yang sudah putus, jalan becek dan berlumpur menjadi masalah.

Iklan Pemkot Baubau

Orator lainnya, Aljan mendesak agar Pemda Konawe bersama DPRD Konawe segera membentuk tim investigasi menyelidiki penyebab banjir secara ilmiah yang terjadi di hulu sungai. (Sultrakini.com, 11/11/2019).

Sementara itu, menurut Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara banjir yang melanda Sulawesi Tenggara (Sultra) khususnya Kabupaten Konawe di beberapa titik disebabkan illegal logging yang dilakukan oknum pemalak liar di hutan Konawe. Seperti di Latoma, Asinua, Abuki dan tempat-tempat hutan yang sangat potensi akan kayu.

Selain itu, kata dia, seharusnya Dinas Kehutanan Provinsi Sultra, menyetopkan pengeluaran izin kepada para penggolah kayu. Sebab kalau tidak, musibah banjir akan terus menghantui kita semua (Mediakendari.com, 10/6/2019).

Lima bulan sudah pasca banjir di Konawe namun sampai saat ini belum terlihat adanya upaya dari pemerintah dalam menanggulangi masalah yang diakibatkan banjir sebelumnya. Padahal seyogianya pembangunan infrastruktur harusnya sudah mulai dikerjakan mengingat putusnya jembatan Latoma sangat fatal dampaknya bagi warga.

Karena salah satunya adalah sulitnya distribusi pangan yang menyebabkan mereka terisolir. Bukan tidak mungkin hal ini akan terulang kembali jika curah hujan tinggi dan aktivitas illegal logging tidak dihentikan.

Di samping itu, lambatnya pembangunan infrastruktur untuk mencegah banjir ini membuktikan pemerintah kurang serius dalam mengurusi kebutuhan  warganya. Apatah lagi jembatan Latoma adala satu-satunya yang menghubungkan dengan kabupaten kota.

Jalan raya dan jembatan adalah fasilitas umum yang wajib mendapatkan perhatian pemerintah untuk menunjang kelancaran transportasi dan distribusi barang ke semua daerah  terpencil. Bukan sebaliknya mengabaikan mereka dengan alasan karena sulit diakses dari kota.

Slogan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia rupanya  tidak dapat dirasakan masyarakat di daerah terpencil. Jangankan kesejahteraan, keamanan pun mereka belum dapatkan. Perasaan was-was selalu menghantui mereka kala musim hujan datang.

Karena itu, penting adanya pembangunan infrastruktur, sosialisasi bahaya illegal logging kepada masyarakat  dalam upaya penanganan banjir yang dapat dilakukan pemerintah dalam waktu dekat. Tak perlu menunggu sampai pergantian tahun mengingat bahaya besar yang mengintai masyarakat jika banjir kembali menerjang. Olehnya itu, pembangunan infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak boleh ditunda-tunda.

Adapun jika menilik faktor penyebab banjir, maka hal itu dapat disebabkan rusaknya ekosistem hutan dan maraknya penebangan liar. Ini membuktikan adanya kelonggaran hukum dari pihak pemerintah dalam pengawasan dan  perlindungan hutan.

Padahal hukum tentang penebangan hutan secara liar  diatur dalam UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Ketentuan perundangan ini merupakan lex specialis (ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

UU P3H ditujukan untuk menjerat kejahatan kehutanan yang masif dan terorganisir, inilah sifat kekhususan yang ada di UU P3H dibanding UU kehutanan. Dalam UU P3H disebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekositem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan lainnya.

Dari itu penting bagi manusia yang telah dikaruniai akal, agar dapat digunakan untuk mengaitkan satu kejadian dengan kejadian lainya sehingga munculah solusi jitu untuk mengatasinya.

Dalam Alquran pun terjadinya kerusakan di darat dan laut telah dijelaskan dalam Surah Ar-Rum ayat 41 yang artinya “Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Dalam masalah tersebut pun sistem Islam memiliki upaya mengatasi banjir, di antaranya membangun bendungan-bendungan untuk menampung curahan air hujan, curahan air sungai dll. Memetakan daerah rawan banjir dan melarang penduduk membangun pemukiman di dekat daerah tersebut.

Tak hanya itu, pembangunan sungai buatan, kanal, saluran drainase yaitu untuk mengurangi penumpukan volume air dan mengalirkan aliran air, membangun sumu-sumur resapan di daerah tertentu, sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kebijakan atau persyaratan tentang izin pembangunan bangunan. Pembangunan yang menyangkut tentang pembukaan pemukiman baru. Penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah dsb.

Selain itu sistem Islam juga menyertakan solusi penanganan banjir seperti penyediaan tenda, makanaan, pengobatan, pakaian dan keterlibatan warga sekitar yang berada di dekat kawasan yang terkena bencana alam banjir.

Oleh karena itu, sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya, setiap Muslim termasuk para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu, semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pencegahan banjir  harus senantiasa diperhatikan bagaimana menanganinya dengan bijak dan pastinya selalu berpedoman pada Alquran dan as-Sunnah agar tidak terjadi lagi.

Karenanya seorang pemimpin akan mengurus rakyatnya dengan maksimal, karena paham beratnya amanah dan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin di hadapan Allah swt. Wallahu a’lam bisshowab.

YUNI DAMAYANTI